Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Pep Guardiola dan Revolusi Mental Manchester City

Ekspresi Pep Guardiola usai menumbangkan Real Madrid di semifinal Liga Champions 2022/23, Kamis (18/5/2023). (Twitter/@ManCity)

Jakarta, IDN Times - Pep Guardiola mungkin tidak sekeras Juergen Klopp dan Antonio Conte, atau senyentrik Jose Mourinho. Namun, dia tetaplah arsitek penuh motivasi, bahkan jadi kunci di balik revolusi mental yang terjadi di Manchester City.

Terbaru, Guardiola berhasil mengantarkan ManCity meraih gelar Liga Champions. Setelah menanti sekian lama, akhirnya trofi kompetisi antarklub Eropa paling bergengsi ini bisa mendarat di Etihad Stadium. Guardiola juga membawa ManCity meraih treble musim ini.

Kesuksesan yang Guardiola dapat bersama ManCity tentu bukan hasil dari kerja semalam. Jika diibaratkan, takdirlah yang pada akhirnya membawa Guardiola mengakhiri turbulensi di tubuh ManCity.

1. Pelengkap transformasi ManCity

Pep Guardiola (thefa.com)

Sejak akuisisi Sheikh Mansour pada 2008, turbulensi masih terjadi di ManCity. Mereka memang beberapa kali meraih trofi Premier League, Piala FA, dan Piala Liga, dalam kurun waktu 2008 sampai 2016. Namun, pencapaian ini masih tidak konsisten.

Pada musim 2016/17, Guardiola tiba di Etihad Stadium. Chairman klub, Khaldoon Al Mubarak, mengaku perekrutan Guardiola memang sudah masuk dalam rencana transformasi yang mereka lakukan di klub.

"Guardiola selalu punya rasa lapar akan talenta dan gelar. Dia bisa mengolah talenta dengan baik, juga membentuk mentalitas tim menjadi kuat. Itulah kenapa, dia masuk radar kami," ujar Al Mubarak pada 2016 silam, dilansir Bleacher Report.

2. Perubahan yang terjadi seiring kedatangan Guardiola

goal.com

Hadirnya Guardiola tak langsung menghadirkan prestasi buat ManCity. Pada musim 2016/17, mereka bahkan sempat puasa gelar. Namun, pada momen itu, Guardiola mengaku tengah beradaptasi dengan ManCity dan Premier League.

Memasuki musim 2017/18, transformasi mulai Guardiola lakukan. Modifikasi itu tidak terjadi dalam tingkatan yang besar, tetapi juga pada hal kecil, sampai fleksibilitas skema serta adaptabilitas pemain pada taktik dalam satu laga.

Tak jarang, Guardiola mengubah atau memberikan dimensi baru bagi beberapa pemain. Fabian Delph, Kyle Walker, Raheem Sterling, hingga Fernandinho, adalah sederet pemain yang pernah merasakan posisinya diubah Guardiola.

Perubahan-perubahan ini nyatanya tidak membuat tim jadi buruk. Bahkan, para pemain ini berkembang dan talentanya jadi lebih mekar. Semua berkat Guardiola yang jeli melihat bagaimana caranya mengembangkan talenta.

Terbaru, di musim 2022/23, Guardiola juga mengubah posisi John Stones yang awalnya bek tengah, menjadi gelandang bertahan. Perubahan ini membuat dominasi bola ManCity lebih terasa, apalagi Stones juga lihai dalam membagi bola.

Mengubah posisi pemain memang sudah jadi kebiasaan Guardiola, bahkan ketika dia menukangi Barcelona dan Bayern Munich. Menariknya, beberapa pemain yang posisinya diubah ini makin moncer, dan berterima kasih pada Guardiola.

3. Membuang penyakit di dalam tim

Pep Guardiola (skysports.com)

Selama karier kepelatihannya pula, Guardiola pernah berseteru dengan beberapa pemain. Ketika ada pemain yang tak masuk skemanya, Guardiola sering memberinya silent treatment, sampai akhirnya menjualnya.

Ketika menangani ManCity, hal itu pun beberapa kali terjadi. Nah, tak jarang Guardiola rela melepas pemain itu, membuangnya karena sudah jadi penyakit di tim. Tindakan ini nyatanya mampu menjaga keseimbangan di tim.

Terakhir, Guardiola melakukannya pada Joao Cancelo. Sadar pemain asal Portugal ini sudah jadi penyakit di tim, dia melepasnya ke Bayern Munich. Tindakan ini berbuah manis, karena pada akhirnya ManCity bangkit.

4. Meninggalkan warisan yang bisa dilanjutkan

potret Pep Guardiola (skysports.com)

Kini, tak terasa sudah tujuh tahun Guardiola menangani ManCity. Sudah banyak hal yang dia bentuk dan diterapkan di tim, salah satunya masalah identitas permainan. ManCity sekarang dikenal sebagai tim yang begitu kuat soal penguasaan bola.

Namun, penguasaan bola itu tidak cuma sekadar umpan-umpan tak jelas. Penguasaan bola disertai permutasi posisi dan pergerakan tanpa bola yang tajam. Semua demi satu tujuan, yaitu mencetak gol.

Guardiola bisa saja pergi dari ManCity di kemudian hari. Dia mungkin tak akan lagi jadi bagian ManCity, apalagi salah satu tugas utamanya juga sudah selesai, yakni juara Liga Champions. Guardiola mungkin akan pergi dalam waktu dekat.

Akan tetapi, warisan yang dia tinggalkan berupa identitas permainan dan mental juara, bisa jadi sesuatu yang diteruskan ke depannya. Tak dapat ditampik juga, Guardiola adalah bagian besar dari revolusi mental yang terjadi di ManCity.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Sandy Firdaus
EditorSandy Firdaus
Follow Us