Transformasi Peran Kiper dalam Sepak Bola Modern

Satu dekade lalu, kiper hanya fokus kepada satu hal, menghalau bola sebisa mungkin dari gawang tim yang mereka bela. Mereka biasanya jarang dilibatkan dalam taktik permainan. Sesi latihan mereka pun terpisah dari pemain outfield.
Menariknya, pola ini perlahan berubah dari tahun ke tahun. Pada era 2020-an, kiper punya andil yang lebih daripada sekadar menjaga gawang. Terlihat dari pola tendangan gawang yang juga makin pendek dari waktu ke waktu serta kecenderungan tim memainkan bola di area penalti sendiri sambil membuka celah pertahanan lawan.
Mengapa ini terjadi? Siapa pelopornya dan apa efeknya buat seorang kiper?
1. Kiper kini sering dipasang sebagai bek tengah cadangan
Berdasar data yang dihimpun BBC dari tim-tim English Premier League (EPL) selama 1 dekade terakhir, tendangan gawang kini makin sering dilontarkan ke area pertahanan sendiri ketimbang pertahanan lawan. Kiper makin sering membuat operan-operan pendek terukur ketimbang membuang bola jauh-jauh dari gawang mereka. Tak hanya itu, kerap kali kiper juga memosisikan diri sejajar dengan dua bek tengah.
Ini seolah membentuk benteng pertahanan sendiri. Sembari membiarkan bek sayap maju ke depan sebagai inverted full-back guna membantu gelandang bertahan melakukan pressing atau mencari celah ke area pertahanan lawan. Taktik menjadikan kiper sebagai bek ini dipopulerkan sosok-sosok seperti Pep Guardiola dan Roberto de Zerbi. Gayanya kemudian diadopsi Christian Titz untuk dua klub liga kasta kedua Jerman yang pernah ditukanginya, Hamburger SV dan Magdeburg FC.
2. Bukan tanpa risiko, justru rawan blunder
Masalahnya, risiko taktik ini cukup besar. Ada statistik menarik dari Opta Analyst soal taktik operan pendek dan keterlibatan kiper dalam ball progression. Pada paruh musim 2024/2025, jumlah gol yang tercipta dari turnover meningkat pesat. Sebagai konteks, turnover adalah istilah yang dipakai untuk mendeskripsikan keberhasilan sebuah tim merebut bola dengan jarak maksimal 40 meter dari gawang lawan.
Ini bisa diartikan pula sebagai kegagalan tim lawan mengeksekusi upaya mereka melakukan build-up serangan lewat operan-operan pendek di area pertahanan sendiri. Dengan taktik itu, sebenarnya sebuah tim memberikan lawannya celah untuk melakukan pressing dan merebut bola di area yang cukup dekat dengan gawang. Tak jarang, ketika kesalahan terjadi, kiper dan bek jadi tumbal alias kambing hitam.
3. Kemampuan mengontrol bola dengan kaki dan tangan harus sama-sama mumpuni
Dengan tren ini, kiper jadi dapat tekanan lebih. Mereka dituntut untuk punya kemampuan mengontrol bola yang baik dengan kaki dan tangan sekaligus. Kiper-kiper dengan kekuatan kaki kanan dan kiri seimbang akan lebih disukai saat ini. David Raya adalah salah satu contohnya. Tak heran kalau kita juga makin mudah menemukan kiper yang berhasil membuat peluang sekunder, bahkan assist (umpan yang berbuah gol).
Kemampuan kaki yang baik juga berkontribusi dalam meningkatnya jumlah sweeper keeper. Dulu terbatas pada sosok-sosok tertentu seperti Manuel Neuer, kini sweeper keeper cukup banyak ditemukan di liga-liga top Eropa. Ederson, Alisson Becker, dan Andre Onana adalah beberapa nama yang dimaksud. Sweeper keeper punya peran yang hampir menyamai bek tengah. Mereka tak ragu untuk keluar dari kotak penalti dan menghalau bola sedini mungkin dengan kakinya. Gaya bermain macam itu sebelumnya tak banyak diadopsi, tetapi kiper-kiper modern mau tak mau harus mulai berdamai dengan risiko tersebut.
Kiper memang posisi yang spesifik dalam sepak bola. Mereka berbeda, krusial, dan kini jadi bagian integral dalam taktik tim secara keseluruhan. Tak terbatas pada pertahanan, mereka kini dilibatkan dalam upaya membangun serangan.