Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Imbas Tarif Trump, Harga iPhone 17 Diprediksi Naik Hingga 50 Persen

lineup iPhone 16 series (apple.com/id)
Intinya sih...
  • Gelombang tarif Trump ke China membuat biaya kepemilikan iPhone meroket
  • Komponen iPhone bersumber dari seluruh dunia, dirakit dengan presisi di China
  • Analisis memperkirakan harga iPhone dapat melonjak hingga USD3500 jika diproduksi di AS

Gelombang tarif terbaru yang diberlakukan Presiden Amerika Serikat Donald Trump atas barang-barang buatan China, telah mengirimkan gelombang kejut ke seluruh dunia teknologi. 

Dengan perangkat andalan Apple di pusat kerajaan globalnya, para analis kini memperingatkan biaya kepemilikan iPhone akan segera meroket, seperti yang dilaporkan oleh Wall Street Journal.

Apple mengandalkan China

Sebenarnya kenaikan tarif ini bertujuan untuk membawa kembali pabrik berteknologi tinggi ke Amerika. Namun kebijakan malah memiliki efek sebaliknya bagi konsumen sehari-hari. Alih-alih memindahkan pabrik ke negara asal, langkah tersebut dapat mengubah anggaran rumah tangga, melansir Economic Times.

iPhone tidak dibuat di satu negara. iPhone terdiri dari komponen-komponen yang bersumber dari seluruh dunia—dirakit dengan presisi di China di mana selama puluhan tahun untuk menjaga biaya tetap rendah.

Wayne Lam, analis riset di TechInsights mengambil contoh iPhone 16 Pro yang dijual USD1.100 (Rp18,6 juta). Dia memperkirakan perangkat keras tersebut menghabiskan biaya sekitar USD550 (Rp9,2 juta) bagi Apple. Setelah dirakit dan diuji, angka tersebut naik menjadi USD580 (Rp9,8 juta).

Bahkan dengan penambahan perangkat lunak dan layanan seperti iCloud dan iMessage, perusahaan yang didirikan Steve Job itu mempertahankan margin yang layak. Namun tarif baru mengubah permainan.

Dengan tarif 54 persen yang dikenakan pada barang-barang buatan China, biaya USD580 itu membengkak menjadi sekitar USD850 (Rp14,4 juta). Tanpa kenaikan harga, laba akan hilang dan Apple tidak bisa menjadi perusahaan triliun dolar jika menjual harga pokok saja.

Proyek besar

ilustrasi iPhone 16 (unsplash.com/Amanz)

Barton Crockett, analis riset senior di Rosenblatt Securities menyebut bahwa ini adalah proyek yang sangat besar. Negeri Paman Sam itu tidak memiliki skala tenaga kerja dan struktur biaya yang telah disempurnakan oleh ekosistem elektronik China.

Bahkan jika Apple hanya memindahkan perakitan ke AS, biaya akan melonjak. "Tidak jelas apakah Anda dapat membuat ponsel pintar dengan harga yang kompetitif di sini," kata Crockett.

Lam sendiri memperkirakan biaya tenaga kerja per iPhone di China sekitar USD30 (Rp509 ribu). Di AS, biaya tersebut bisa sepuluh kali lebih tinggi—mendekati USD300 (Rp5 juta). 

Analisis bunyikan alarm

Dan Ives, seorang analis teknologi di Wedbush, telah memberikan salah satu peringatan paling keras. Jika iPhone dibuat di AS, langsung dari awal, harganya bisa lebih dari USD2.000 (Rp33,7 juta). Ives yakin setelah Memorial Day, harganya bisa lebih dari itu. 

"Kita tidak berbicara tentang 3 hingga 5 persen melalui rantai pasokan. Mereka tidak dapat menyerap 50 persen dari harga tersebut," jelasnya 

Dalam catatannya kepada para investor, Ives menjelaskan bahwa tarif 50 persen untuk China, 32 persen untuk Taiwan, pada dasarnya akan menyebabkan katup penutup dari lanskap teknologi AS dan dalam proses tersebut menyebabkan setiap barang elektronik naik 40 sampai 50 persen bagi konsumen.

"iPhone yang dibuat di AS akan berharga USD3.500 atau Rp59 juta (dibandingkan USD1.000 atau Rp17 juta), dan perdagangan Revolusi AI akan diperlambat secara signifikan oleh tarif yang membingungkan ini yang perlu dinegosiasikan ke tingkat yang realistis," imbuh Ives.

Peringatannya telah memicu kekhawatiran di seluruh pasar dan rumah tangga.

Apple tingkatkan stok

ilustrasi Apple (pixabay.com)

Apple kemungkinan meningkatkan persediaan untuk mengisi rak-rak AS sebelum tarif berlaku sepenuhnya.

Trump mengatakan bahwa ia akan menerapkan tarif, dan perusahaan teknologi seperti Apple tahu bahwa ini akan terjadi. Kemungkinan mereka telah meningkatkan pasokan perangkat saat ini di AS sehingga dapat menghindari kenaikan harga untuk sementara waktu, menurut laporan MacRumors.

Berdasarkan ketentuan perintah eksekutif tarif, Apple tidak perlu membayar tarif untuk barang-barang yang berada di kapal dan dalam perjalanan ke tujuan mereka sebelum pukul 12:01 waktu setempat pada 9 April 2025, sehingga perusahaan memiliki beberapa hari lagi untuk menyimpan sebanyak mungkin.

Ini mengapa Ives menyebut Memorial Day (26 Mei) sebagai titik balik—persediaan pra-tarif Apple mungkin bertahan hingga saat itu.

Potensi lain yang lebih ringan

Tidak semua ahli setuju dengan pandangan ekstrem Ives. Angelo Zino di CFRA Research yakin Apple akan menyerap sebagian dari kenaikan biaya.

"Kami memperkirakan Apple akan menunda kenaikan harga ponsel hingga musim gugur ini saat iPhone 17 akan diluncurkan, karena biasanya Apple akan menangani kenaikan harga yang direncanakan," katanya. Ia memperkirakan kenaikan harga mungkin akan tetap berada di kisaran 5 hingga 10 persen.

Itu bisa menaikkan harga iPhone 16e yang lebih terjangkau dari USD599 menjadi sekitar USD856—tidak terlalu mengejutkan dibandingkan USD3.500.

Bisakah Apple lolos dari tekanan?

Apple iPhone 16 dan iPhone 16 Plus (apple.com)

Di balik layar, Apple dilaporkan sedang mengupayakan beberapa opsi untuk meredakan pukulan tersebut. Pertama, Apple dapat mengajukan pengecualian komponen—sesuatu yang membutuhkan negosiasi langsung dengan Gedung Putih.

Kedua, Apple bisa mengalihkan produksi. Beberapa iPhone sudah dibuat di India, tetapi meningkatkan produksi model kelas atas di sana akan membutuhkan waktu dan investasi. 

Dilaporkan juga bahwa raksasa teknologi ini mungkin akan berekspansi ke Brasil, di mana tarifnya hanya 10 persen—lebih rendah dari tarif yang diberlakukan di negeri Tirai Bambu saat ini.

Pertaruhannya tinggi dan hasilnya masih belum pasti. Untuk saat ini, konsumen mungkin ingin lebih berhati-hati dengan iPhone yang sudah mereka miliki.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Achmad Fatkhur Rozi
Misrohatun H
Achmad Fatkhur Rozi
EditorAchmad Fatkhur Rozi
Follow Us