Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Kenapa eSIM Masih Kurang Populer di Indonesia?

ilustrasi SIM card (pixabay.com/tomekwalecki)
ilustrasi SIM card (pixabay.com/tomekwalecki)

Ketika teknologi ponsel mulai berkembang, para penggunanya menggunakan kartu SIM berukuran penuh yang setara dengan kartu ATM. Memasuki akhir 1990-an, ukuran kartu SIM berubah menjadi mini-SIM. Kemudian, munculah micro-SIM yang dipopulerkan oleh iPhone 4. Pada 2012, dimulai era micro-SIM seperti yang banyak dikenal sekarang dengan iPhone 5 sebagai pionirnya. Pada 2017, Google Pixel 2 memperkenalkan teknologi eSIM tanpa kartu fisik. 

eSIM (embedded SIM) merupakan teknologi yang menggantikan kartu SIM fisik dengan chip terintegrasi di perangkat. Meski memiliki banyak keunggulan seperti kemudahan aktivasi, fleksibilitas operator, dan pengurangan limbah plastik, eSIM masih kurang populer di Indonesia. Kira-kira apa, ya, penyebabnya?

1. eSIM dibuat untuk efisiensi dan kepraktisan

ilustrasi penggunaan smartphone (unsplash.com/@robin_rednine)
ilustrasi penggunaan smartphone (unsplash.com/@robin_rednine)

Sebelum membahas alasan kenapa eSIM kurang populer di Indonesia, ada baiknya kenali dulu manfaat dan kelebihan eSIM. Teknologi eSIM bekerja dengan menyimpan profil operator seluler yang diunduh langsung ke chip dalam perangkat. Pengguna mendapatkan eSIM dengan memindai kode QR dari operator seluler atau mengunduh profil melalui aplikasi resmi. Setelah aktivasi, perangkat dapat terhubung ke jaringan tanpa kartu fisik sehingga pengguna dapat dengan mudah beralih operator atau paket sesuai kebutuhan.

2. eSIM lambat berkembang karena keterbatasan infrastruktur operator

ilustrasi mini SIM (freepik.com/freepik)
ilustrasi mini SIM (freepik.com/freepik)

Awalnya, belum semua operator seluler di Indonesia mendukung eSIM. Namun, sekarang operator besar seperti Telkomsel, XL, dan Indosat sudah mulai menyediakan layanan ini. Meski begitu, cakupannya belum merata di seluruh wilayah Indonesia. Dalam hal informasi dan pemasaran, banyak masyarakat belum mengetahui tentang eSIM atau keunggulannya. Kampanye edukasi dari operator juga masih terbatas.

3. Perangkat yang mendukung eSIM masih cukup mahal bagi sebagian orang

ilustrasi iPhone (unsplash.com/@1eemingwell)
ilustrasi iPhone (unsplash.com/@1eemingwell)

Tidak semua orang dapat menggunakan eSIM karena keterbatasan perangkat yang dimiliki. Sejauh ini, mayoritas smartphone beredar yang sudah mendukung eSIM adalah produk flagship terbaru seperti iPhone, Samsung Galaxy, atau perangkat wearable seperti Apple Watch. Harga perangkat ini cenderung tidak terjangkau bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Dengan kata lain, smartphone kelas mid-range dan entry level saat ini belum banyak yang mendukung teknologi eSIM.

4. Kebiasaan masyarakat yang masih nyaman menggunakan SIM fisik

ilustrasi SIM card (freepik.com/macrovector)
ilustrasi SIM card (freepik.com/macrovector)

Banyak pengguna smartphone di Indonesia terbiasa menggunakan perangkat dengan dual SIM fisik untuk memanfaatkan paket data dari operator berbeda. Di sisi lain, perangkat eSIM sering kali hanya mendukung kombinasi eSIM dan satu SIM fisik saja. Selain itu, pengguna di Indonesia terbiasa dengan fleksibilitas kartu SIM fisik yang mudah diganti jika rusak atau ingin berpindah operator. Perlu diketahui, perpindahan nomor eSIM ke perangkat lain tidak sama dengan SIM fisik karena nomor eSIM tertanam di motherboard. Pengguna harus melakukan perpindahan yang prosesnya berbeda dengan SIM fisik. .

5. Kekhawatiran privasi dan keamanan

ilustrasi tiga jenis SIM card (freepik.com/freepik)
ilustrasi tiga jenis SIM card (freepik.com/freepik)

Beberapa pengguna smartphone di Indonesia mungkin masih ragu tentang keamanan eSIM. Ini mengakibatkan kekhawatiran terhadap risiko peretasan jika perangkat tidak dilindungi dengan baik. Pasar telekomunikasi Indonesia saat ini masih sangat bergantung pada penjualan kartu SIM fisik yang didukung oleh jaringan distribusi luas, seperti kios pulsa, gerai resmi, atau minimarket. Selain itu, operator sekarang cenderung fokus pada penawaran paket murah dengan kuota besar daripada mendorong adopsi teknologi baru seperti eSIM.

Di masa mendatang, jika smartphone yang mendukung eSIM sudah cukup terjangkau bagi semua kalangan, bukan tidak mungkin eSIM akan sangat umum digunakan. Jika sudah begitu, pengguna tidak perlu lagi keluar rumah untuk membeli kartu perdana. Namun, tentu saja eSIM memiliki sejumlah kekurangan seperti harus melakukan proses perpindahan perangkat jika berganti ke HP baru. Meski begitu, perpindahan tersebut seharusnya tidak terlalu sulit. 

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Hilman Azis
EditorHilman Azis
Follow Us