[REVIEW] A Plague Tale: Innocence—ketika Tikus Menguasai Eropa

Melihat sisi gelap dari wabah Maut Hitam

Apa maksudnya sisi gelap dari sebuah wabah Maut Hitam? Ya, tidak ada sisi gelap dari wabah, kecuali wabah itu sendiri. Pada abad ke-14, Eropa pernah dihantam oleh wabah yang bahkan lebih dahsyat ketimbang COVID-19, yakni Black Death atau Maut Hitam. Ilmuwan meyakini bahwa kasus ini disebabkan oleh bakteri Yersinis pestis, sebuah mikrobakteri yang biasa disebarkan melalui kutu.

Nah, sayangnya, kutu-kutu bahaya tersebut adalah parasit yang ada di seluruh tubuh tikus. Seperti yang kita tahu, tikus adalah mamalia yang hidup cukup dekat dengan lingkungan manusia. Ada yang mengatakan bahwa penyakit ini dibawa dari jauh akibat kedatangan pedagang-pedagang di luar Eropa. Yang jelas, wabah mengerikan ini telah membunuh sekitar 200 juta warga Eropa kala itu.

Latar belakang cerita itulah yang digunakan oleh Asobo Studio untuk membuat dan mengembangkan game berjudul A Plague Tale: Innocence. Game survival ini dirilis secara resmi oleh Focus Home Interactive—juga sebagai pemegang lisensi—pada 14 mei 2019 untuk PC, PS4, dan Xbox One. Lalu, pada 6 Juli 2021, judul ini kembali dirilis untuk konsol PS5 dan Xbox Series X dengan sedikit peningkatan grafis.

Bagaimana ulasan singkat mengenai game arahan David Dedeine dan Kevin Choteau ini? Yuk, simak review A Plague Tale: Innocence berikut ini.

1. Berjuang di tengah wabah dan krisis kemanusiaan

[REVIEW] A Plague Tale: Innocence—ketika Tikus Menguasai EropaAmicia De Rune harus melindungi adik kecilnya dari wabah mematikan. (dok. Focus Home Interactive/A Plague Tale: Innocence)

Cita rasa survival dalam game ini memang sangat kuat. Pada intinya, kita akan ditugaskan untuk menjadi penyintas di tengah wabah tikus yang mematikan. Ada beberapa pihak yang menyatakan bahwa developer terlihat cukup malas karena bergantung sepenuhnya pada latar belakang wabah Maut Hitam. Namun, penulis kurang setuju dengan anggapan tersebut.

Pasalnya, kita tidak hanya menghadapi wabah tikus saja, melainkan juga tantangan-tantangan lainnya, macam tentara yang dijuluki inquisitor alias pemberi hukuman di bawah gereja Eropa. Nah, di sini, kita akan memainkan seorang karakter perempuan remaja bernama Amicia de Rune yang juga akan merawat adik laki-lakinya bernama Hugo. Sebuah tugas yang tidak ringan mengingat seluruh kisah ini hanya memberi jarak tipis antara hidup dan mati.

Perjuangan Amicia makin berat karena sang adik dalam kondisi sakit-sakitan. Itu sebabnya, kita juga ditugaskan untuk menemui seorang dokter yang diharapkan bisa menyembuhkan Hugo. Oh, ya, jangan pikir bahwa tikus-tikus dalam game ini akan bertindak layaknya tikus pada umumnya. Mereka akan menyerang manusia secara brutal dan selalu terkesan haus darah.

Kisah menyedihkan yang terjadi akibat wabah dan kebrutalan inquisitor bisa ditampakkan dengan sangat baik oleh pengembang. Bahkan, kita juga akan merasa sendiri dan terasing manakala memainkan game ini. Plot dan jalan cerita macam ini mengingatkan penulis pada sebuah game berjudul The Last of Us yang juga sama-sama menawarkan kisah apokaliptik meski dengan persoalan yang sangat berbeda.

2. Gaya hantam kromo tidak akan cocok diaplikasikan di sini

[REVIEW] A Plague Tale: Innocence—ketika Tikus Menguasai EropaMelumpuhkan musuh dari belakang adalah cara yang paling masuk akal. (dok. Focus Home Interactive/A Plague Tale: Innocence)

Satu hal yang paling penulis suka adalah gameplay-nya. Ya, A Plague Tale: Innocence mampu menampilkan gaya permainan yang merepresentasikan apa itu survival. Kamu gak akan bisa bergerak secara brutal dan hantam kromo, seperti dalam game Left 4 Dead atau Resident Evil. Tidak, Amicia de Rune hanyalah perempuan remaja yang tidak mungkin menghadapi segerombolan tentara berbaju besi layaknya Jill Valentine menghadapi sekelompok zombi.

Lebih dari itu, game ini justru akan menitikberatkan pada gaya stealth dan puzzle yang kental. Sebagian besar waktu kita memang akan tersita dengan gaya permainan yang lambat, sembunyi-sembunyi, dan berpikir kritis untuk memecahkan masalah yang tengah dihadapi. Senjata yang kita bawa pun sangat sederhana, yakni batu atau katapel. Ada sedikit kemampuan ilmu kimia untuk membantu peluang kita di tengah wabah ini.

Oh, ya, tikus dalam game ini merupakan spesies tikus hitam yang buas dan bisa memakan manusia. Jadi, kalau beruntung, kamu bisa mengarahkan tentara inquisitor tersebut ke wilayah yang penuh dengan tikus. Namun, diperlukan sikap yang hati-hati karena tikus-tikus menjijikkan itu pun bisa juga menyerang dan memangsamu. Kalau mau aman dari serangan tikus, sebaiknya nyalakan api atau sumber penerangan lainnya.

Bagaimana dengan puzzle-nya? Hampir mirip dengan teka-teki yang selalu dibawa dalam game survival, macam Resident Evil atau The Last of Us. Namun, A Plague Tale: Innocence memberikan tingkat kesulitan puzzle yang lebih intens. Kalau belum terbiasa memainkannya, mungkin kamu akan dibuat kesulitan dalam memecahkan teka-teki tersebut. Gameplay macam ini memang gak akan cocok bagi kamu yang suka dengan gaya cepat dan hantam kromo.

Baca Juga: [REVIEW] Legend of Mana—Racikan JRPG yang Tetap Melegenda

3. Lingkungan tampak hidup berkat sistem grafis mandiri

[REVIEW] A Plague Tale: Innocence—ketika Tikus Menguasai EropaRibuan tikus yang menerkam Amicia dan Hugo. (dok. Focus Home Interactive/A Plague Tale: Innocence)

Apakah kamu tahu bahwa Asobo Studio merupakan developer yang cukup mandiri dalam hal sistem grafis? Ya, banyak game besar mereka, seperti Microsoft Flight Simulator, Toy Story 3, Disneyland Adventures Remastered, dan Zoo Tycoon: Ultimate Animal Collection terbukti bisa diterima pasar dengan sangat baik meskipun berbasis pada sistem grafis mandiri.

A Plague Tale: Innocence pun memiliki kualitas visual yang cukup menakjubkan. Gambaran lingkungan bisa dieksekusi dengan sangat baik. Kamu akan melihat bagaimana kelamnya keadaan Eropa di abad ke-14 akibat wabah pes. Bahkan, keberadaan ribuan tikus juga bisa ditampilkan dengan baik mengingat pergerakan mereka yang acak, tapi konsisten. Dalam game ini, kita juga akan melihat bagaimana wabah tikus di masa lalu memang terjadi secara masif, ganas, dan sangat mematikan.

Namun, pada versi PS5-nya, grafis A Plague Tale: Innocence memang hanya mengalami sedikit peningkatan dibanding versi PS4. Fitur ray tracing pun belum ditampilkan dengan maksimal. Dalam banyak game kelas atas, fitur ini akan hadir sebagai bagian dari pendongkrak visual dalam hal pencahayaan. Kendati demikian, game ini masih bisa dikatakan sebagai karya dengan tampilan atau visual yang memanjakan mata layaknya banyak game survival kekinian.

4. Kualitas audio adalah bagian terbaiknya

[REVIEW] A Plague Tale: Innocence—ketika Tikus Menguasai EropaKisah haru kakak dan adik makin intens dengan audio yang mendukung. (dok. Focus Home Interactive/A Plague Tale: Innocence)

Bagi penulis, kualitas audio yang disematkan pada game ini sangatlah bagus. Sosok Amicia sebagai keturunan bangsawan pun bisa dijabarkan dengan baik karena ia didukung oleh pengisi suara berkualitas. Musiknya pun terdengar layaknya zaman abad pertengahan di Benua Biru. Tentu hal ini akan menjadi kelebihan utama untuk mengimbangi grafis ciamik.

Kehadiran sistem musikal yang haru dan menegangkan akan menambah atmosfer kengerian sekaligus kesedihan kita dalam bermain. Percakapan antara Amicia dengan Hugo tampak nyata dan mengundang rasa nelangsa. Ada lagi suara-suara berat yang menakutkan dari para inquisitor. Gerombolan tikus hitam pun bisa membuat kita cukup merinding saking banyaknya—ini dieksekusi oleh audio yang bikin merinding pula.

Jika kamu mencoba mengubah bahasa Inggris ke bahasa aslinya, yakni Prancis, akan terdengar pengisi suara yang sama bagusnya. Malah, bagi penulis, dengan bahasa Prancis, karakter Amicia bisa tergambar sangat sempurna sebagai sosok keturunan bangsawan. Mau lebih epik? Gunakan headset berkualitas dan mainkan game ini di malam hari dalam kondisi sepi. Dijamin seru dan menegangkan!

5. Gambaran dari tema apokaliptik yang sesungguhnya

[REVIEW] A Plague Tale: Innocence—ketika Tikus Menguasai EropaUntungnya, ribuan tikus mengerikan ini takut cahaya. (dok. Focus Home Interactive/A Plague Tale: Innocence)

Kisah apokaliptik tidak melulu harus berkaitan dengan zombi, alien, atau bencana nuklir. Kisah nyata tentang wabah Maut Hitam yang pernah terjadi di Eropa pada abad ke-14 terbukti bisa diangkat secara apik dalam sebuah game. Melalui karyanya, Asobo Studio membuktikan bahwa wabah besar sanggup mengubah tatanan sosial secara masif dan brutal.

Dengan plot cerita berbobot, ditambah grafis bagus dan audio memukau, tak ada alasan bagi penulis untuk tidak menempatkan A Plague Tale: Innocence sebagai salah satu karya terbaik dari Asobo Studio. Apalagi, sistem gameplay bergaya stealth yang kental akan menambah aura kengerian Eropa di zaman kegelapan.

Skor 4,5/5 adalah penilaian akhir dari penulis terhadap game survival ini. Jika ingin berbeda, coba mainkan A Plague Tale: Innocence dalam bahasa Prancis. Nah, bagaimana denganmu? Apakah kamu juga menyukai game survival dengan gaya sembunyi-sembunyi?

Baca Juga: [REVIEW] Resident Evil Village—Kembali ke Jalan yang Benar

https://www.youtube.com/embed/PB7yZ-rjoMw
Dahli Anggara Photo Verified Writer Dahli Anggara

Age quod agis...

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Yudha

Berita Terkini Lainnya