7 Kekurangan dan Kelebihan Pindah dari Windows ke Linux

- Kebanyakan aplikasi Windows tidak bisa bekerja di Linux, termasuk Microsoft Office dan beberapa aplikasi Adobe.
- Kebanyakan game multiplayer tidak bisa dijalankan di Linux karena sistem anti-cheat yang tidak kompatibel.
- Tiap masalah harus diatasi sendiri oleh pengguna karena sulitnya mencari teknisi yang paham cara memperbaiki Linux.
Bagi pengguna yang mulai jenuh dengan Windows tapi masih ragu pindah ke Linux, sangat wajar jika kemudian mereka penasaran apakah Linux memang sebagus atau seburuk yang sering dibicarakan orang. Namun begitu beralih, cara pengguna bekerja dan memakai PC akan banyak berubah. Beberapa perubahannya bisa terasa merepotkan, apalagi jika pengguna sudah sangat nyaman dengan workflow di Windows. Tapi di sisi lain, pengguna juga akan menemukan fitur dan hal baru lainnya yang sebelumnya tidak bisa didapatkan di Windows. Berikut 7 kelebihan dan kekurangan pindah dari Windows ke Linux.
1. Kebanyakan aplikasi Windows tidak bisa bekerja
Mari bahas kekurangan terlebih dahulu. Banyak aplikasi Windows memang bisa dijalankan di Linux, tapi sejumlah aplikasi populer tetap tidak didukung dan ini bisa jadi masalah. Karena sebagian besar pekerjaan dilakukan di dalam aplikasi, bukan di OS-nya, ada kemungkinan beberapa aplikasi andalan di Windows tidak tersedia di Linux. Contohnya seperti Microsoft Office dan beberapa aplikasi Adobe. Memang ada Wine yang bisa digunakan untuk mencoba menjalankan aplikasi Windows di Linux, tapi kinerjanya sering kurang optimal dan tidak selalu bisa diandalkan.
2. Kebanyakan game multiplayer tidak bisa dijalankan

Dalam beberapa tahun terakhir, pengalaman bermain di Linux meningkat drastis berkat hadirnya Steam Deck dan kompatibilitas Proton yang memungkinkan sekitar 80% dari 100 game Windows bisa berjalan dengan cukup mulus di Linux. Sayangnya, sejumlah game multiplayer kompetitif yang populer seperti Valorant, Fortnite, Destiny 2, Call of Duty: Warzone dan Apex Legends tetap tidak bisa dimainkan karena memakai sistem anti-cheat (seperti Vanguard, Easy Anti-Cheat, BattlEye dan RICOCHET) yang umumnya tidak dibuat untuk kompatibel dengan Linux.
3. Tiap masalah harus diatasi sendiri
Jika ada yang rusak atau bermasalah ketika menggunakan Windows, biasanya masih bisa memanggil teknisi atau meminta bantuan teman yang paham teknologi. Sebaliknya, ketika Linux rusak, teknisi yang benar-benar paham cara memperbaiki Linux sulit ditemukan. Akibatnya, ketika Linux bermasalah, mau tidak mau pengguna harus mengatasinya sendiri. Memang ada internet yang luas dan forum yang siap membantu, tapi mereka hanya bisa memberi panduan dan pengguna tetap harus siap turun tangan sendiri. Hal ini membuat Linux terasa lebih teknis dan menantang, terutama bagi pengguna awam.
4. Butuh banyak belajar untuk menguasai semua fiturnya
Secara umum, Linux sama familiarnya dengan Windows. Pengguna tetap bisa membuka browser, mengecek email, membuat dokumen, semua kurang lebih mirip, apalagi jika memakai distro yang tampilannya mirip Windows. Nah, tantangannya baru muncul ketika ingin mempelajari fitur-fitur “kelas berat” seperti kontrol sistem yang lebih dalam, kustomisasi lanjutan dan alat produktivitas yang lebih canggih. Apalagi jika ingin kontrol sistem yang lebih rinci lagi, mau tidak mau pengguna harus membiasakan diri menggunakan terminal dan mempelajari perintah-perintah Linux yang jelas menuntut kemampuan teknis lebih tinggi.
5. PC jadi lebih cepat dan responsif

Sekarang mari beralih ke kelebihan. Windows 11 baru terasa benar-benar lancar jika dijalankan di PC dengan prosesor minimal quad-core dan RAM setidaknya 16GB. Di sisi lain, Linux bisa memberikan kelancaran serupa hanya dengan RAM 8GB, sekalipun untuk distro yang tergolong berat. Distro yang ringan malah bisa berjalan mulus di prosesor dual-core dengan RAM 4GB sehingga ada lebih banyak sumber daya yang bisa dialokasikan ke aplikasi, alih-alih sekadar ke sistem. Windows sering tersendat ketika banyak aplikasi atau tab browser terbuka dan itu sesuatu yang nyaris tidak akan dirasakan di Linux.
6. PC lawas punya kesempatan kedua
PC merupakan hasil kerja sama antara hardware dan software, dan sering kali bukan hardware-nya yang bermasalah, melainkan software berupa sistem operasi yang makin lama makin berat, contohnya Windows. Linux di sisi lain, menawarkan pendekatan berbeda dengan sistem yang ringan dan minimalis sehingga PC lawas yang sudah lama tidak digunakan karena lemot, bisa punya kesempatan kedua. Dengan begitu, PC yang sebenarnya masih layak pakai tidak perlu dibuang dan yang jelas lebih ramah lingkungan.
7. Pengguna punya kendali penuh
Banyaknya pilihan pengaturan dan sisi teknis Linux memang bisa terasa melelahkan untuk sebagian pengguna, tapi bagi pengguna yang paham teknologi, justru itu berarti ada kendali penuh terhadap sistem operasi yang mereka gunakan. Di Linux, pengguna bisa menentukan sendiri setiap komponen yang dipakai dan jika memilih driver serta aplikasi open-source, hampir semua proses yang berjalan bisa dilihat dan diawasi. Selain itu, pengguna juga bebas mengutak-atik sampai ke detail terkecil agar sistem bekerja persis seperti yang dimau. Level kebebasan dan kustomisasi sedalam ini nyaris tidak mungkin ditemukan di Windows apalagi macOS.
Demikian tadi ulasan mengenai beberapa kelebihan dan kekurangan pindah dari Windows ke Linux. Tertarik beralih ke Linux? Atau lebih baik Windows?


















