Rupiah Menguat di Google, Peneliti: Kemungkinan Kesalahan Teknis

- Kurs rupiah yang menguat di Google menciptakan kehebohan warganet
- Google mengambil nilai kurs dari waktu yang salah, menurut peneliti siber Pratama Persadha
- Kesalahan teknis dalam sistem Google atau platform penyedia informasi bisa menjadi penyebab ketidakakuratan kurs
Warganet dibuat heboh atas penemuan kurs rupiah yang menguat di mesin pencari Google. Sebenarnya ketidakakuratan ini kerap ditemukan, namun kali ini angka yang ditampilkan sangat berbeda jauh.
Dalam tangkapan layar yang beredar nilai tukar uang USD1 sama dengan Rp8.170 pada Sabtu, 1 Februari 2025 di mana ekonomi Indonesia seolah-olah sangat membaik. Menurut peneliti siber, ada kesalahan dalam membaca timestamp kurs. Berikut penjelasannya.
Kesalahan timestamp
Pratama Persadha, Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber CISSReC menjelaskan bahwa Google mengambil nilai kurs dari waktu yang salah karena timestamp kurs-nya adalah 1 Februari 2009 dan menganggap bahwa data kurs diambil dari data tahun 2009.
Padahal yang tertulis secara lengkap di website Google adalah "01 Febriari, 09.17 UTC". 09 di sini bukanlah tahun tapi waktu terakhir google melakukan update kurs atau jam 16:17 WIB.
"Tim CISSReC juga sudah mencoba dengan kombinasi beberapa mata uang lain di google dan dibandingan dengan situs xe.com dan ternyata hampir seluruh nilai tukar mata uang sesuai kecuali untuk nilai tukar USD ke IDR dimana menurut situs xe.com, nilai tukar USD1 adalah Rp 6.304,69 yang diambil datanya pada pukul 20:49 WIB," tulis Pratama dalam keterangannya.
Salah satu kemungkinan penyebabnya adalah kesalahan teknis dalam sistem Google atau platform penyedia informasi nilai tukar. Seperti halnya sistem teknologi lainnya, Google mengandalkan algoritma yang menarik data dari berbagai sumber.
Jika terjadi bug atau gangguan teknis dalam proses ini, data yang disajikan bisa menjadi tidak akurat atau bahkan menyesatkan. Selain itu, Google mengambil data nilai tukar dari berbagai sumber eksternal, termasuk lembaga keuangan, penyedia data ekonomi dan pasar valuta asing.
Kemungkinan penyebabnya

Perbedaan sumber ini bisa menyebabkan variasi dalam nilai tukar yang ditampilkan. Beberapa platform mungkin memperbarui data lebih cepat daripada yang lain, sehingga ada kemungkinan Google menampilkan kurs yang sudah usang atau belum terverifikasi dengan informasi terbaru dari bank sentral atau institusi keuangan utama.
Kesalahan input juga dapat menjadi kemungkinan penyebab lain dari ketidakakuratan kurs yang ditampilkan. Dalam sistem berbasis data, manusia tetap memiliki peran dalam memasukkan dan memperbarui informasi.
"Typo atau kesalahan manusiawi dalam menginput angka dapat menyebabkan kurs yang ditampilkan jauh dari nilai sebenarnya, terutama jika data tersebut tidak melewati proses verifikasi otomatis yang ketat. Di sisi lain, kemungkinan yang lebih serius namun jarang terjadi adalah manipulasi atau penyalahgunaan sistem akibat peretasan," lanjutnya.
Meskipun sistem keamanan Google sangat canggih, bukan tidak mungkin terjadi upaya peretasan atau penyusupan oleh aktor jahat yang berusaha mengacaukan informasi finansial. Dalam skenario ekstrem, manipulasi data kurs ini bisa digunakan sebagai bagian dari strategi spekulasi atau disinformasi untuk mengacaukan pasar.
Jangan mengandalkan Google
Untuk memastikan informasi nilai tukar yang benar, disarankan pengguna tidak hanya mengandalkan Google sebagai satu-satunya referensi. Mengecek kurs rupiah dari sumber resmi seperti Bank Indonesia, lembaga keuangan besar, atau layanan keuangan terpercaya akan memberikan gambaran yang lebih akurat dan dapat diandalkan.
Di tengah ketidakpastian digital, kehati-hatian dalam memverifikasi informasi adalah langkah penting dalam pengambilan keputusan finansial yang lebih baik.
Kesalahan dalam menampilkan kurs nilai tukar rupiah yang terjadi di Google bukan hanya sekadar masalah teknis semata, tetapi juga menimbulkan dampak yang lebih luas, terutama karena lambannya perbaikan terhadap informasi yang salah tersebut.
Harus lebih bertanggung jawab

Dalam ekosistem digital global, raksasa teknologi tersebut telah menjadi acuan utama bagi banyak orang dalam mencari informasi finansial, termasuk kurs mata uang. Ketika data yang ditampilkan tidak akurat dan berlangsung dalam waktu yang lama tanpa koreksi, hal ini dapat menimbulkan kebingungan, keresahan, bahkan kegaduhan di tengah masyarakat.
"Ketergantungan publik terhadap Google sebagai sumber informasi membuat kesalahan dalam nilai tukar menjadi lebih dari sekadar kekeliruan biasa. Banyak individu, pelaku bisnis, dan investor yang menggunakan Google sebagai patokan dalam membuat keputusan ekonomi," Pratama mengatakan.
Jika informasi yang diberikan tidak sesuai dengan kenyataan, hal ini berpotensi menimbulkan dampak finansial yang merugikan, baik dalam skala kecil maupun besar. Misalnya, seorang pebisnis yang mengandalkan nilai tukar untuk menentukan harga jual produk ekspor bisa saja membuat keputusan yang salah karena mengacu pada angka yang tidak akurat. Begitu pula dengan wisatawan atau pekerja migran yang hendak menukar uang mereka.
Dalam konteks ini, Google seharusnya lebih bertanggung jawab atas informasi yang disebarkannya, terutama terkait data ekonomi yang sensitif. Meskipun Google bukanlah penyedia data finansial primer dan hanya menarik informasi dari berbagai sumber, penyedia layanan sebesar ini tetap memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa informasi yang ditampilkan akurat dan segera diperbaiki jika terjadi kesalahan.
Ketika sebuah kesalahan telah terdeteksi dan dilaporkan oleh banyak pengguna, namun tidak segera diperbaiki, hal ini dapat dianggap sebagai kelalaian yang berpotensi merugikan masyarakat.
Lebih jauh, kesalahan dalam menampilkan kurs yang berlangsung dalam waktu lama dapat dikategorikan sebagai penyebaran informasi yang menyesatkan, atau bahkan hoax. Dalam era digital saat ini, penyebaran berita palsu atau informasi yang salah dapat menimbulkan ketidakstabilan di berbagai sektor.
Menurutnya, jika Google sebagai salah satu perusahaan teknologi terbesar di dunia tidak memiliki mekanisme yang cepat dalam memperbaiki kesalahan informasi finansial, maka kepercayaan publik terhadap akurasi data yang disediakan oleh Google akan semakin dipertanyakan.