Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Mengenal tentang Melukat di Bali dan Tata Caranya

Potret Taman Beji Griya Waterfall Bali untuk melukat (IDN Times/Zafira Az Zahra)

Mental health menjadi salah satu isu yang paling banyak dibicarakan beberapa tahun terakhir di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia. Beragam cara dilakukan sebagai metode healing demi mendapatkan mental sehat dan jiwa yang kuat.

Selain konseling di psikolog dan psikiater, banyak orang menempuh cara-cara lain. Di Indonesia sendiri, melukat menjadi salah satu cara yang paling banyak dilakukan sebagai metode healing, pembersihan hati dan jiwa.

Sebenarnya apa itu melukat? Dan kenapa seseorang harus melukat? Selengkapnya, simak penjelasan tentang melukat, tata cara, dan pengalaman dari beberapa orang dalam artikel ini, ya!

1. Membersihkan diri secara harfiah

Ilustrasi turis melukat di Bali (pixabay.com/deborahkbates)

Melukat merupakan kegiatan religi dari kepercayaan Hindu di Bali. Berasal dari kata "sulukat" yang berarti penyucian. Sejak dahulu, umat Hindu melakukan upacara melukat dengan tujuan pembersihan diri, jiwa, dan pikiran dari hal-hal negatif.

Karena tujuannya membersihkan diri dari hal-hal negatif, akhirnya banyak yang tertarik tentang melukat. Alhasil, melukat menjadi kegiatan yang semakin populer di Indonesia, khususnya di Bali, dalam 5 tahun terakhir.

Seperti yang kita tahu, Bali menjadi rumah bagi banyak turis, bukan hanya dari domestik Indonesia, tetapi juga di kalangan turis asing. Bali menawarkan kekayaan alam, budaya, dan wellness yang dianggap dapat meregulasi stres.

Banyak turis domestik dan internasional datang ke Bali untuk refreshing, serta merasakan kehidupan yang lebih baik dan seimbang. Ditambah adanya melukat, Bali semakin dikenal sebagai destinasi healing. Melukat dan Bali seolah menjadi dua kesatuan tak bisa dipisahkan.

2. Tata cara melukat

Potret canang untuk upacara dan sembahyang umat Hindu di Bali (Pexels.com/Alexey Demidov)

Di Hindu, melukat dilakukan dengan beberapa ketentuan, antara lain membawa banten dan canang. Keduanya merupakan wujud persembahan dan rasa syukur kepada para Dewa.

Banten tersusun dari tiga unsur. Pertama, berasal dari tumbuh-tumbuhan. Kedua, sesuatu yang hadir dari binatang melahirkan, seperti babi, kambing, dan sapi. Ketiga, kehidupan yang lahir berasal dari telur, seperti ayam, bebek, dan angsa. Terdapat pula unsur air dan api atau dupa sebagai pelengkapnya.

Sementara itu, canang terdiri dari beberapa bahan. Bagian wadahnya terbuat dari daun kelapa yang masih muda, lalu diisi dengan jenis bunga tertentu, bubuk wewangian, makanan, dan bahkan uang. Jenis canang bisa berbeda-beda, tetapi prinsip dan tujuannya sama.

Untuk pakaiannya, wanita disarankan mengenakan kain dan kamen sebagai bawahan, dan kaos berlengan atau kebaya sebagai atasan. Untuk laki-laki, bisa mengenakan sarung/kain atau celana panjang, boleh tidak memakai baju.

3. Berkembang menjadi metode healing

Potret turis melukat di Tirta Empul Bali (Pixabay.com/titibomm)

Melukat akhirnya berkembang sebagai metode healing dan pembersihan jiwa lintas agama. Bukan lagi soal Hindu, melukat dipercaya dapat membantu membersihkan segala hal negatif dari dalam diri.

Bagi non-Hindu, peserta melukat tidak diwajibkan membawa canang dan banten. Mereka bisa berdoa dengan kepercayaan dan agama masing-masing, meskipun tetap didampingi seorang pemangku agama Hindu atau biasa disebut pedanda.

Penulis pernah melakukan melukat di Bali, tepatnya di Tirta Empul. Di sana terdapat kolam air besar dan beberapa jenis sumber air alami dari alam.

Kita masuk ke dalam kolam tersebut dan mandi di bawah pancuran sumber air. Penulis mengenakan kain dan kebaya, serta tetap mengenakan jilbab. Penulis percaya hal ini tidak memengaruhi keimanan saya sebagai muslim.

Penulis hanya ingin tahu bagaimana sensasi mandi di bawah sumber air alami dengan label melukat yang dikenal sebagai bagian dari pembersihan jiwa. Rasanya segar sekali. Selama proses melukat, penulis meniatkan dan memanjatkan doa kepada Tuhan saya sendiri, Allah.

4. Pendapat dari umat Hindu

Potret umat Hindu Bali sedang berdoa (Pexels.com/Titah Anamika)

Seorang penganut agama Hindu, Putu Ayu Anggraeny, menuturkan sangat suka dengan sensasi setelah melukat. Ia merasakan ketenangan dalam jiwa. "Merasa lebih tenteram dan plong," kaya Putu Ayu kepada IDN Times, beberapa waktu lalu.

Dia menceritakan melukat tidak harus mandi di bawah sumber air alami dari alam atau air terjun, melainkan bisa dilakukan dengan membasuh beberapa bagian tubuh dengan air yang ditempatkan di dalam wadah. Di antaranya seperti cuci muka, berkumur, membasuh telinga, membasuh kepala bagian atas dahi, masing-masing dilakukan sebanyak tiga kali. Hal ini seperti berwudu dalam agama Islam.

Prinsipnya adalah membersihkan dan menyucikan diri. Namun, memang sensasinya lebih terasa jauh menyegarkan ketika dilakukan seperti mandi di bawah sumber air alami dari alam. Back to nature, kemurnian alam memang selalu dapat membantu kehidupan manusia menjadi lebih baik.

Lebih jauh Putu Ayu menuturkan, terkadang kita didampingi seorang pedanda dan diberikan nasehat-nasehat kehidupan. Apalagi ketika melukat bersama pasangan, seperti yang biasa dia lakukan. Setelah melukat, kita bisa saling bermaafan dengan pasangan.

"Ketika melukat, aku benar-benar bisa berpikir jernih dan mendekatkan diri kepada Tuhan. Mensyukuri apa saja yang sudah kita dapatkan, begitu banyak kenikmatan yang kita dapatkan, tapi kadang kita merasa kurang. Jadi pikiran jadi lebih jernih setelah melukat."

Meski populer di Bali, kita bisa melukat di mana saja. Seperti yang dilakukan Putu Ayu yang berdomisili di Surabaya, ia biasa melukat di pura di Surabaya dan Gresik. Kita bisa melakukannya di mana pun, seperti halnya umat muslim berwudu dan mandi besar.

5. Pendapat dari umat agama lain

Ilustrasi turis WNA melukat di Bali (pexels.com/Oleksandr P)

Di Bali sendiri, melukat seolah menjadi destinasi dan aktivitas liburan baru. Banyak agen travel atau institusi yang menawarkan paket melukat. Beberapa di antaranya menambahkan "bonus" kegiatan berupa palm reading, tarot reading, sesi curhat/konseling, dan berteriak sebagai proses melepas stres. Tentunya dengan harga yang lebih mahal dibanding melukat mandiri di tempat alami yang belum terkomersialiasi.

Dahlia Rera Oktosian menceritakan pengalaman melukatnya sebanyak tiga kali di Bali. Dia selalu merasa segar, tenang, dan pikirannya jadi jernih setelah melukat. "Karena esensi air itu sendiri segar, jernih, dan pembersihan. Aku merasa segar secara fisik dan mental," katanya.

Dia pernah melukat dengan didampingi seorang pemangku adat. Saat itu, ia diminta teriak mengeluarkan emosi dan stres yang terjebak dalam diri. Menangis pun tak masalah.

"Aku jadi lebih percaya diri untuk berekspresi meluapkan emosi, daripada teriak-teriak dan nangis sendiri, kan aneh," tuturnya. Sebagai seorang muslim, ia tak merasa melukat memengaruhi keyakinannya.

"Gak ada hubungannya, bukan berarti kita akan jadi Hindu ketika melukat. Justru hal itu semakin memperkuat keimananku, kan, kita disuruh berdoa sesuai dengan agama dan kepercayaan kita masing-masing. It was an amazing!"

Sama halnya yang dialami Indra Zakaria. Awalnya ia penasaran dengan melukat yang sedang populer di berbagai platform media sosial.

Prosesi melukat yang pernah ia jalani, ia memilih tempat yang sudah ramai wisatawan, sehingga merasa kurang khidmat, karena harus mengantre dengan banyak orang.

Prinsipnya sebagai seorang Kristen, melukat hanyalah metode healing baginya. "Aku ingin melukat lagi, tapi di tempat yang belum terkomersialisasi dan masih sepi, supaya lebih kusyuk," kata Indra.

Hal yang sama ditutukan Laras Novalia. Ia baru sekali melukat. Didampingi seorang pedanda, ia melukat bersama suami dan sahabatnya di kawasan Ubud, Bali. "Ini adalah experience baru bagi saya. Setelah melukat, saya merasa kedinginan karena melakukannya bertepatan dengan hujan. Sensasinya seperti habis mandi," katanya. Ia pun ketagihan dan ingin mengulanginya kembali.

Yup, meski berasal dari kepercayaan Hindu, kini semua orang bisa melakukan melukat sebagai upaya pembersihan diri, baik secara fisik, jiwa, dan mental. Melukat diharapkan dapat membersihkan hal-hal negatif dari diri, dan menggantinya dengan segala kebaikan dan hal positif. 

Pilihannya kembali ke diri kita masing-masing. Kalau kamu sendiri, sudah pernah atau berencana melukat ke Bali dalam waktu dekat? Bagikan pengalamanmu di kolom komentar, ya!

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Zafira Az Zahra
EditorZafira Az Zahra
Follow Us