Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Alasan Travel Vlogger Jarang Bahas Tempat yang Viral

ilustrasi membuat video (pexels.com/Tahir Osman)
Intinya sih...
  • Destinasi viral jarang tampil di video travel vlogger karena ramainya pengunjung, pengambilan gambar berkualitas rendah, dan risiko konten terlihat pasaran.
  • Ketidakunikannya bisa menimbulkan kejenuhan, membatasi ruang ekspresi kreatif, dan menghilangkan unsur kejutan bagi penonton.
  • Membahas tempat viral berisiko mendapatkan persepsi negatif, dorongan etis untuk tidak menambah beban pada destinasi yang sedang mengalami lonjakan pengunjung.

Dalam dunia konten digital, travel vlogger memainkan peran penting dalam memperkenalkan destinasi wisata dari sudut pandang yang unik. Namun menariknya, banyak dari mereka justru jarang meliput tempat-tempat yang sedang viral di media sosial. 

Padahal, destinasi tersebut ramai dicari dan kerap dijadikan bucket list oleh banyak wisatawan muda. Fenomena ini memunculkan pertanyaan, kenapa lokasi yang sedang naik daun justru jarang tampil di video mereka? Berikut lima alasan travel vlogger jarang bahas tempat yang viral. 

1. Terlalu ramai, jadi kurang autentik

ilustrasi wisata yang terlalu ramai (pexels.com/DSD)

Tempat yang viral biasanya dipenuhi oleh lautan wisatawan, terutama saat musim liburan atau akhir pekan. Hal ini membuat pengalaman yang ditawarkan menjadi seragam dan kurang memberikan nuansa lokal yang khas. Travel vlogger cenderung mencari sudut yang lebih tenang agar bisa menangkap suasana asli sebuah destinasi.

Keramaian juga memengaruhi kualitas pengambilan gambar dan suara, yang sangat penting dalam produksi konten berkualitas. Video yang terlalu dipenuhi kerumunan akan terlihat bising, baik secara visual maupun audio. Bagi banyak vlogger, menyampaikan narasi perjalanan yang personal dan tenang jauh lebih bernilai.

2. Risiko overused content

ilustrasi membuat video (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Mengulas tempat yang sedang naik daun memang berpotensi meningkatkan jumlah penonton, tapi juga membawa risiko konten terlihat pasaran. Penonton saat ini semakin jeli dan bisa membedakan mana konten yang dibuat dengan riset dan mana yang sekadar ikut tren. Jadinya, travel vlogger seringkali menghindari label ikut-ikutan. 

Mengulang konten yang sudah sering dibahas oleh banyak kreator juga bisa menimbulkan kejenuhan. Alih-alih menonjol, video mereka bisa tenggelam di antara ratusan konten serupa yang lebih dulu tayang. Oleh karena itu, memilih lokasi yang belum banyak terekspos dianggap lebih strategis dalam membangun identitas brand yang kuat.

3. Sulit mendapat visual yang unik

ilustrasi sulit mendapat visual yang unik (pexels.com/Quang Nguyen Vinh)

Ketika sebuah tempat viral, spot-spot terbaik untuk pengambilan gambar biasanya sudah digunakan berkali-kali oleh banyak pengunjung. Angle populer hingga latar belakang ikonik jadi terlalu umum. Bagi travel vlogger yang menggantungkan daya tarik pada visual yang segar, ini menjadi tantangan besar.

Mereka perlu berpikir lebih kreatif untuk menghasilkan konten yang berbeda, dan lokasi yang terlalu sering muncul bisa membatasi ruang ekspresi tersebut. Bahkan dengan drone atau peralatan sinematik sekalipun, hasilnya tetap bisa terasa repetitif bila tempatnya tidak mendukung eksplorasi visual baru. 

4. Kehilangan unsur kejutan

ilustrasi berkunjung ke tempat viral (pexels.com/Haley Black)

Salah satu kekuatan travel vlog adalah kemampuan untuk membuat penonton merasa penasaran dan ingin ikut menjelajah. Saat sebuah tempat sudah terlalu sering dibicarakan dan divisualisasikan di berbagai media, unsur kejutan itu menghilang. Penonton seolah sudah tahu apa yang akan dilihat, bahkan sebelum video diputar.

Vlogger yang ingin mempertahankan daya tarik channel mereka harus terus menghadirkan cerita yang tidak terduga. Unsur 'kejutan' yang muncul saat menemukan hidden gem menjadi nilai jual utama yang sulit didapat dari tempat viral. Oleh sebab itu, mereka cenderung mencari destinasi yang belum banyak dijamah.

5. Terpengaruh algoritma dan audience feedback

ilustrasi membuat video (pexels.com/Till Daling)

Strategi konten travel vlogger juga dipengaruhi oleh algoritma dan reaksi dari penonton. Banyak dari mereka sadar bahwa membahas tempat viral berisiko mendapatkan persepsi negatif, terutama jika lokasi tersebut menjadi rusak akibat overtourism. Feedback negatif dari penonton bisa berdampak langsung pada reputasi konten berikutnya.

Di sisi lain, ada juga dorongan etis untuk tidak menambah beban pada destinasi yang sedang mengalami lonjakan pengunjung. Dalam beberapa kasus, mereka bahkan memilih untuk tidak menyebut nama tempat demi menjaga kelestariannya. Ini jadi bentuk tanggung jawab moral yang semakin penting di era konten massal saat ini.

Travel vlogger tidak sekadar memproduksi konten visual yang menarik, mereka juga bertanggung jawab atas narasi yang dibentuk dari setiap tempat yang dikunjungi. Alasan travel vlogger jarang bahas tempat yang viral bukan semata-mata soal selera pribadi, tapi mencakup aspek kualitas, etika, dan keberlanjutan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Debby Utomo
EditorDebby Utomo
Follow Us