Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Mitos vs Fakta: Engine Brake Merusak Transmisi

ilustrasi orang memegang tuas transmisi (unsplash/will dutton)
ilustrasi orang memegang tuas transmisi (unsplash/will dutton)
Intinya sih...
  • Mitos: engine brake pasti bikin transmisi cepat rusakAnggapan ini muncul karena engine brake melibatkan penurunan gigi. Faktanya, transmisi didesain untuk menahan deselerasi mesin.
  • Fakta: engine brake aman jika sesuai rpmEngine brake bekerja dengan memanfaatkan hambatan dari putaran mesin. Masalah muncul saat pengemudi memaksa turun gigi terlalu ekstrem.
  • Mitos: engine brake berbahaya untuk transmisi maticBanyak pengguna mobil matic takut pakai engine brake dengan memindahkan tuas ke posisi L atau manual mode. Padahal transmisi matic modern sudah dirancang untuk engine brake.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Engine brake sering jadi andalan pengemudi saat turunan panjang atau kondisi butuh perlambatan halus. Tapi di sisi lain, masih banyak yang ragu memakainya karena takut transmisi cepat rusak. Isu ini sering muncul, terutama di kalangan pengguna mobil manual dan matic. Akibatnya, engine brake kadang dianggap kebiasaan “kasar” pada mesin.

Padahal, engine brake adalah bagian dari teknik mengemudi yang sejak lama diajarkan. Masalahnya, informasi yang beredar sering setengah-setengah. Ada yang benar, tapi banyak juga yang sekadar mitos. Supaya nggak salah kaprah, kita bedah pelan-pelan antara mitos dan faktanya.

1. Mitos: engine brake pasti bikin transmisi cepat rusak

ilustrasi menurunkan gigi transmisi (freepik.com/freepik)
ilustrasi menurunkan gigi transmisi (freepik.com/freepik)

Anggapan ini muncul karena engine brake melibatkan penurunan gigi. Banyak orang berpikir proses ini memaksa komponen transmisi bekerja ekstra keras. Apalagi kalau dilakukan di kecepatan tinggi, kesannya seperti menyiksa mesin.

Faktanya, transmisi didesain untuk menahan deselerasi mesin. Baik manual maupun matic sudah dihitung untuk kondisi naik dan turun putaran. Kerusakan biasanya bukan karena engine brake itu sendiri, tapi karena cara penggunaannya yang salah. Jadi masalahnya ada di teknik, bukan di konsepnya.

2. Fakta: engine brake aman jika sesuai rpm

ilustrasi speedometer mobil (unsplash.com/CHUTTERSNAP)
ilustrasi speedometer mobil (unsplash.com/CHUTTERSNAP)

Engine brake bekerja dengan memanfaatkan hambatan dari putaran mesin. Selama penurunan gigi dilakukan pada rentang rpm yang wajar, komponen transmisi tetap aman. Sinkronisasi gigi dan kopling dibuat untuk kondisi ini. Itulah kenapa perpindahan gigi terasa halus jika rpm pas.

Masalah muncul saat pengemudi memaksa turun gigi terlalu ekstrem. RPM melonjak tinggi dan memberi tekanan berlebih pada drivetrain. Bukan engine brake-nya yang salah, tapi timing yang tidak tepat. Kalau dilakukan benar, justru engine brake membantu umur sistem pengereman.

3. Mitos: engine brake berbahaya untuk transmisi matic

ilustrasi transmisi mobil (pexels.com/HamZa NOUASRIA)
ilustrasi transmisi mobil (pexels.com/HamZa NOUASRIA)

Banyak pengguna mobil matic takut pakai engine brake dengan memindahkan tuas ke posisi L atau manual mode. Mereka khawatir komponen matic lebih sensitif dibanding manual. Akibatnya, rem kaki dipakai terus-menerus saat turunan.

Padahal transmisi matic modern sudah dirancang untuk engine brake. Sistem akan membatasi rpm agar tetap aman. Bahkan CVT dan AT baru punya logika khusus untuk deselerasi. Selama mengikuti panduan pabrikan, engine brake di matic bukan hal berbahaya.

4. Fakta: engine brake justru mengurangi beban transmisi

ilustrasi orang menyetir mobil (pexels.com/pnw)
ilustrasi orang menyetir mobil (pexels.com/pnw)

Saat mengerem terus-menerus, panas pada sistem rem meningkat drastis. Kampas dan cakram bekerja keras menahan laju kendaraan. Dalam kondisi ekstrem, rem bisa mengalami fading dan kehilangan daya cengkeram. Ini jauh lebih berisiko.

Engine brake membantu membagi beban perlambatan. Mesin dan transmisi ikut berkontribusi menahan laju. Alhasil, sistem bekerja lebih seimbang. Dalam jangka panjang, ini lebih ramah terhadap komponen kendaraan secara keseluruhan.

5. Kapan engine brake bisa jadi masalah

ilustrasi tampak dalam teknologi mobil (pexels.com/jeshoots)
ilustrasi tampak dalam teknologi mobil (pexels.com/jeshoots)

Engine brake bisa bermasalah jika dilakukan secara kasar. Contohnya melepas kopling tiba-tiba saat rpm tinggi. Kejutan torsi ini bisa membebani kopling dan drivetrain. Hal seperti ini yang sering jadi sumber cerita “transmisi rusak gara-gara engine brake”.

Selain itu, kondisi kendaraan juga berpengaruh. Transmisi yang sudah aus atau oli transmisi yang jarang diganti lebih rentan. Dalam kondisi ini, engine brake agresif bisa mempercepat kerusakan. Lagi-lagi, bukan engine brake-nya yang salah, tapi kondisi dan cara pakainya.

Engine brake bukan musuh transmisi, justru bagian dari sistem kerja kendaraan. Selama dilakukan dengan teknik yang benar dan rpm terjaga, engine brake aman bahkan bermanfaat. Baik mobil manual maupun matic modern sudah dirancang untuk itu. Yang perlu dihindari adalah penggunaan kasar tanpa memahami batas mesin.

Daripada takut engine brake, lebih bijak memahami kapan dan bagaimana memakainya. Mengemudi bukan soal menghindari satu teknik, tapi menyeimbangkan semuanya. Kalau digunakan dengan benar, engine brake justru bikin mobil lebih awet dan kontrol lebih aman.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dwi Agustiar
EditorDwi Agustiar
Follow Us

Latest in Automotive

See More

Keuntungan Menggunakan Roller Trapesium, Motor Jadi Lebih Gesit?

09 Des 2025, 21:05 WIBAutomotive