Mobil LIstrik Lebih Boros Setrum Saat di Tol Dibanding Saat Macet?

- Konsumsi daya mobil listrik lebih tinggi di kecepatan tinggi
- Motor listrik sangat efisien saat macet atau kecepatan rendah
- Faktor lain yang memengaruhi konsumsi: AC, elevasi, dan ukuran baterai
Mobil listrik semakin populer di Indonesia, namun masih banyak pertanyaan yang membuat calon pembeli ragu. Salah satunya adalah apakah mobil listrik justru lebih boros mengonsumsi daya saat melaju di jalan tol dibandingkan ketika terjebak macet. Pertanyaan ini wajar muncul karena karakteristik motor listrik sangat berbeda dengan mesin bensin, terutama dalam hal konsumsi energi pada kecepatan tinggi.
Situasi di jalan tol dan di kemacetan memberikan beban kerja yang berbeda pada sistem mobil listrik. Karena itu, penting memahami bagaimana cara kerja motor listrik, baterai, dan sistem regeneratif agar kita tahu kondisi apa yang membuat mobil listrik irit atau boros. Dengan pemahaman ini, pengguna bisa menyesuaikan gaya berkendara untuk memaksimalkan efisiensi.
1. Konsumsi daya mobil listrik lebih tinggi di kecepatan tinggi

Pada mobil listrik, konsumsi energi paling banyak terjadi ketika mobil melaju cepat di jalan tol. Penyebab utamanya bukan semata karena RPM tinggi seperti pada mesin bensin, melainkan karena hambatan angin (aerodinamika) yang meningkat drastis seiring bertambahnya kecepatan.
Pada kecepatan sekitar 80–100 km/jam, motor listrik harus bekerja lebih keras untuk mendorong mobil menembus udara, sehingga watt-hour per kilometer (Wh/km) biasanya naik. Inilah sebabnya banyak pengguna melaporkan jarak tempuh mobil listrik bisa turun 20–30 persen ketika digunakan nonstop di tol. Bahkan, beberapa model yang sangat efisien di dalam kota bisa menjadi lebih boros ketika melaju stabil dalam kecepatan tinggi.
2. Motor listrik sangat efisien saat macet atau kecepatan rendah

Kondisi macet justru menjadi situasi yang lebih “bersahabat” bagi mobil listrik. Berbeda dengan mesin bensin yang tetap membakar bahan bakar ketika idle, motor listrik tidak mengonsumsi daya signifikan saat berhenti penuh atau berjalan pelan. Energi baru digunakan ketika mobil mulai bergerak sedikit demi sedikit.
Selain itu, sistem regenerative braking memulihkan sebagian energi saat pengemudi melakukan pengereman atau melepas pedal gas di kecepatan rendah. Hal ini membuat konsumsi energi di kondisi stop-and-go biasanya jauh lebih efisien. Beberapa pengguna bahkan mencatat bahwa konsumsi energi per 100 km pada kondisi macet bisa lebih irit daripada saat berkendara santai di jalan kosong.
3. Faktor lain yang memengaruhi konsumsi: AC, elevasi, dan ukuran baterai

Meski mobil listrik cenderung lebih irit saat macet, ada beberapa faktor tambahan yang ikut menentukan. Penggunaan AC yang terus-menerus dalam kemacetan dapat mengonsumsi daya tambahan, meskipun tidak sebanyak beban motor saat di tol. Selain itu, kondisi jalan menanjak bisa membuat mobil listrik lebih boros, baik di tol maupun dalam kota, karena motor harus mendorong massa kendaraan melawan gravitasi.
Ukuran baterai dan bobot mobil juga memengaruhi konsumsi: mobil listrik besar seperti SUV biasanya lebih boros di tol dibandingkan city car kecil. Jadi, efisiensi tidak hanya dipengaruhi oleh kecepatan, tetapi juga teknologi mobil tersebut, termasuk kualitas motor, aerodinamika, dan sistem pendingin baterai.
So, benar bahwa mobil listrik lebih boros saat melaju di tol dibandingkan ketika terjebak macet. Karakteristik motor listrik yang efisien pada kecepatan rendah, ditambah regenerative braking, membuat mobil listrik sangat cocok untuk penggunaan dalam kota yang banyak stop-and-go. Sementara itu, tol membutuhkan tenaga besar untuk menembus hambatan angin, sehingga konsumsi energi meningkat. Dengan memahami hal ini, pengguna bisa menyesuaikan gaya berkendara dan rute untuk memaksimalkan jarak tempuh mobil listrik dalam berbagai kondisi.


















