Neta Auto Alami Badai Krisis Keuangan, Tim Riset Dibubarkan

Produsen kendaraan listrik Neta Auto tengah menghadapi krisis keuangan yang semakin parah. Kondisi ini menyebabkan perusahaan mengambil keputusan drastis dengan membubarkan seluruh tim riset dan pengembangannya (R&D). Langkah ini diikuti dengan pemutusan hubungan kerja massal yang berdampak pada ratusan karyawan.
Menurut laporan Carnewschina, sekitar 200 karyawan, dari total tenaga kerja sekitar 1.700 orang, telah mengundurkan diri setelah menandatangani surat pemutusan hubungan kerja. Setiap karyawan yang terkena dampak menerima paket pesangon N+1, tetapi banyak yang masih mengeluhkan pemotongan gaji dan keterlambatan pembayaran kompensasi.
Keputusan ini diambil seiring dengan penurunan penjualan yang signifikan. Pada Januari 2024, penjualan Neta turun hingga 98 persen dibandingkan tahun sebelumnya, sementara pada Februari mereka hanya berhasil menjual kurang dari 400 unit kendaraan listrik. Kondisi ini semakin memperburuk keuangan perusahaan dan memicu langkah penghematan yang ketat.
1. Pemotongan gaji dan ketidakpuasan karyawan

Selain pemutusan hubungan kerja, pemotongan gaji besar-besaran juga diterapkan kepada karyawan yang masih bertahan. Perusahaan memangkas 75 persen dari gaji mereka dibandingkan dengan tingkat sebelum Oktober 2023. Beberapa karyawan bahkan hanya menerima upah minimum Shanghai, yang jauh lebih rendah dari gaji sebelumnya.
Tidak hanya itu, laporan juga mengungkapkan bahwa karyawan yang keluar pada November 2023 masih belum menerima kompensasi yang dijanjikan. Situasi ini memicu protes dari para mantan pekerja yang merasa hak mereka diabaikan oleh perusahaan.
Di sisi lain, dampak krisis ini juga dirasakan oleh para pemasok yang belum menerima pembayaran dari Neta. Beberapa pemasok dilaporkan melakukan demonstrasi di kantor pusat Neta Auto di Shanghai untuk menuntut pembayaran tagihan yang tertunda. Bahkan, beberapa di antaranya terpaksa tidur di lantai kantor sebagai bentuk protes atas keterlambatan pembayaran yang berlarut-larut.
2. Upaya pemulihan menjadi tantangan besar

Krisis keuangan yang dialami Neta Auto dikaitkan dengan strategi bisnis yang diterapkan oleh mantan CEO perusahaan. Salah satu kesalahan utama adalah terlalu fokus pada penjualan B2B (business-to-business) dan mengabaikan aspek lain dari pasar.
Saat ini, pendiri Fang Yunzhou telah kembali menjabat sebagai CEO dan mulai melakukan reformasi untuk menyelamatkan perusahaan. Strategi baru yang diterapkan menekankan pada ekspansi ke pasar luar negeri serta pengembangan produk yang lebih menguntungkan.
Namun, dengan kondisi keuangan yang semakin kritis, banyak pihak mempertanyakan apakah strategi ini dapat menyelamatkan Neta dari kebangkrutan.
3. Utang perusahaan sekitar Rp23 triliun

Utang perusahaan sekitar Rp23 triliun menjadi tantangan utama dalam upaya pemulihan. Meskipun ada pembicaraan tentang pendanaan dari dana kekayaan negara asing, belum ada kepastian bahwa investasi tersebut akan cukup untuk menutup defisit keuangan Neta.
Pada November lalu, rumor tentang kebangkrutan Neta Auto sudah beredar luas. Saat itu, perusahaan sempat mendapatkan investasi sebesar 6 miliar yuan atau sekitar Rp13,5 triliun, tetapi dana tersebut tampaknya belum cukup untuk menyelamatkan Neta dari keterpurukan.
Kini, dengan kondisi yang semakin sulit, masa depan perusahaan ini masih menjadi tanda tanya besar.