145 Ribu Ha Lahan Tambang PT Timah Terdampak Tumpang Tindih

- 31 persen wilayah IUP PT Timah tidak dapat dioperasikan maksimal karena tumpang tindih dengan kepentingan lain.
- Tumpang tindih terjadi di area seluas 145.808 hektare, termasuk kawasan hutan produksi dan perkebunan sawit.
Jakarta, IDN Times - PT Timah Tbk mengungkapkan sekitar 31 persen wilayah izin usaha pertambangan (IUP) perusahaan belum dapat dioperasikan secara maksimal karena terdapat tumpang tindih dengan kepentingan lain.
Hal itu disampaikan Direktur Utama PT Timah Tbk, Restu Widiyantoro dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR RI.
"Permasalahan ini terjadi pada kurang lebih 31 persen IUP kami yang tidak bisa dilakukan operasi PT Timah secara maksimal, karena ada beririsan atau kepentingan lain," kata dia di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (14/5/2025).
1. Tumpang tindih IUP Timah capai 145 ribu hektare

PT Timah mencatat luas area terdampak tumpang tindih dengan sektor lain mencapai 145.808 hektare (ha) atau sekitar 31 persen dari total wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) perusahaan.
Pada wilayah IUP darat, terdapat 83.102 hektare yang berada dalam kawasan hutan produksi dan memerlukan proses pinjam pakai kawasan hutan. Selain itu, seluas 18.657 hektare beririsan dengan perkebunan sawit yang membutuhkan perjanjian penggunaan lahan bersama.
Sementara pada IUP laut, tumpang tindih terjadi di area seluas 41.406 hektare dengan rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (RZWP3K) yang perlu diubah menjadi zonasi penambangan. Terdapat pula 2.643 hektare yang dilintasi kabel bawah laut.
"Di situ ada jaringan kabel bawah laut yang bukan milik PT Timah. Jadi harus bisa dikerjakan kalau melakukan koordinasi pemindahan kabel apabila memungkinkan dilakukan," tuturnya.
2. PT Timah minta dukungan DPR untuk pengawasan dan regulasi

PT Timah mengajukan permohonan dukungan kepada Komisi VI DPR RI untuk penguatan pengawasan dan kebijakan strategis terkait kegiatan operasional dan tata kelola tambang timah nasional. Dalam aspek pengawasan, perusahaan berharap DPR melakukan pemantauan agar PT Timah tetap menjalankan operasionalnya sesuai prinsip tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance/GCG).
Sementara dari sisi kebijakan, PT Timah meminta dukungan terhadap Program Strategis Nasional penambangan timah. Permintaan itu didasari pada posisi timah sebagai mineral kritis dan strategis, serta pentingnya dukungan terhadap proses hilirisasi logam timah.
Perusahaan juga mendorong adanya regulasi yang mengatur pengembalian seluruh bijih timah hasil penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah agar dapat dikelola kembali oleh perusahaan. Selain itu, PT Timah mengusulkan skema penjualan timah melalui satu pintu dengan melibatkan perusahaan sebagai BUMN pelaksana.
"Kami membutuhkan backup dari bapak-bapak dan ibu-ibu sekalian, termasuk dalam regulasi," ujar Restu.
3. Fokus pada tata kelola dan kepentingan masyarakat

Restu menyampaikan, sejak bergabung dalam jajaran manajemen, dia telah menerima arahan langsung terkait langkah-langkah strategis yang harus segera dijalankan.
Salah satu prioritas utama adalah memastikan tata kelola pertimahan dilakukan dengan sebaik mungkin. Dalam pelaksanaannya, perusahaan menekankan pentingnya menjaga agar tidak merugikan masyarakat yang menggantungkan hidup dari aktivitas PT Timah.
"Jadi pada dasarnya yang pertama, kami harus melakukan tata kelola pertimahan sebaik mungkin, tanpa harus merugikan terutama rakyat atau masyarakat," ujarnya.