791 Ribu Ton Gula Impor Guyur RI selama Februari

Jakarta, IDN Times - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat impor produk gula dan kembang gula (kode HS 17) mencapai 791,7 ribu ton selama Februari 2022. Impor gula dan produk gula itu merupakan impor komoditas nonmigas yang mengalami peningkatan terbesar di bulan lalu.
Secara nilai, BPS mencatat impor gula dan kembang gula mencapai 117,8 juta dolar AS di bulan Februari. Nilai tersebut meningkat 41,21 persen jika dibandingkan dengan Januari 2022.
1. Volume impor gula naik 42 persen

Dari volume impor gula di bulan Februari tersebut, BPS mencatat adanya kenaikan hingga 42,93 persen dibandingkan Januari atau secara month-to-month (mtm).
"Itu naik 42,93 persen dibandingkan dengan Januari," ujar Kepala BPS, Margo Yuwono dalam konferensi pers virtual, Selasa (15/3/2022).
2. Impor jeruk mandarin dan apel turun

Di bulan Februari 2022, BPS juga mencatat impor barang konsumsi mengalami penurunan cukup signifikan, hingga 23,85 persen dibandingkan Januari 2022, dan turun 3,06 persen dibandingkan Januari 2021 (secara year on year/yoy). Penyebabnya, ada penurunan impor vaksin dan buah-buahan.
"Ini karena impor vaksin turun 94,67 persen. Kemudian impor jeruk mandarin itu juga turun 90,3 persen. Kemudian impor buah apel yang fresh, HS 081000 itu turunnya 84,24 persen," ucap Margo.
3. Ekspor CPO turun 1,19 persen

Selain itu, BPS mencatat ada penurunan ekspor pada komoditas minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) dan turunannya, yakni sebesar 1,19 persen dibandingkan Januari 2022, da turun 4,02 persen dibandingkan Januari 2021.
Seperti yang diketahui, sejak 27 Januari 2022, pemerintah mewajibkan produsen CPO dan RBD palm olein untuk memasok 20 persen dari volume ekspornya ke dalam negeri, demi memenuhi kebutuhan bahan baku minyak goreng (domestic market obligation/DMO).
Meski begitu, Margo mengatakan pihaknya belum bisa memastikan apakah kebijakan DMO itu menjadi penyebab penurunan ekspor CPO dan produk turunannya pada Februari 2022.
"Mengenai apakah turunnya karena DMO, saya belum bisa mengaitkan secara langsung, ini perlu ada kajian khusus apakah ekspornya turun karena kebijakan itu, atau karena ada hal lain," kata Margo.