Atasi Krisis Sri Lanka, Bank Dunia Kuncurkan Pinjaman Rp10,5 Triliun

Jakarta, IDN Times - Bank Dunia (World Bank) mengucurkan pinjaman dana ke Sri Lanka sebesar 700 juta dolar AS atau setara dengan Rp10,5 triliun (Kurs Rp14.988). Bantuan pinjaman tersebut untuk membantu Sri Lanka keluar dari krisis ekonomi.
"Bank Dunia menyetujui pembiayaan sebesar 700 juta dolar AS guna membantu Sri Lanka," ungkap Bank Dunia dalam keterangan di laman resminya, dikutip Jumat (30/6/2023).
1. Rincian dana pinjaman

Dari total pinjaman yang dikucurkan, sebanyak 500 juta dolar AS atau sekitar Rp7,5 triliun akan digunakan untuk mendukung reformasi, sehingga dapat meningkatkan tata kelola ekonomi, meningkatkan pertumbuhan dan daya saing, serta melindungi masyarakat miskin dan rentan.
Sementara sisanya, 200 juta dolar AS atau sekitar Rp3 triliun akan digunakan untuk mendukung Sri Lanka dalam memberikan peluang pendapatan dan penghidupan.
"Ini ditargetkan dengan lebih baik kepada orang miskin dan rentan serta meningkatkan daya tanggap sistem perlindungan sosial," tulis Bank Dunia.
2. Sri Lanka kehilangan akses pembiayaan dari IBRD

Adapun hingga 26 Juni, portofolio aktif Bank Dunia dari pembiayaan International Bank for Reconstruction and Development (IBRD) senilai 1,09 miliar dolar AS, kemudian pembiayaan International Development Association (IDA) telah mencapai 1,17 miliar dolar AS.
Untuk diketahui, IBRD dan IDA merupakan dua lembaga utama yang berada di bawah naungan World Bank. Pertama, International Bank for Reconstruction and Development (IBRD) berfungsi memberikan bantuan kepada negara-negara berpenghasilan menengah yang layak kredit.
Kedua, International Development Association (IDA) yang bertugas membantu negara-negara ekonomi termiskin.
Bank Dunia menyebut, Sri Lanka kehilangan kelayakan kredit IBRD dan tidak dapat mengakses pembiayaan IBRD tambahan. Alhasil Sri Lanka hanya akan memiliki akses ke sumber daya IDA.
3. Bank Dunia bahas CPF untuk bantu Sri Lanka

Selain itu, Bank Dunia juga membahas Kerangka Kerja Kemitraan (Country Partnership Framework atau CPF) baru untuk Sri Lanka. Dengan tujuan, untuk membantu memulihkan stabilitas ekonomi dan sektor keuangan, serta membangun fondasi yang kuat untuk pemulihan yang hijau, tangguh dan inklusif.
"CPF dibentuk, saat negara sedang mengalami krisis ekonomi yang parah. Sehingga berdampak buruk pada kehidupan dan mata pencaharian masyarakat yang menuntut adanya reformasi untuk menstabilkan ekonomi dan melindungi masyarakat miskin dan rentan," tutur Bank Dunia.
Kondisi krisis yang dialami Sri Lanka akan berimplikasi pada naiknya tingkat kemiskinan hingga 2 kali lipat, dari semula 13,1 persen menjadi 25 persen di antara tahun 2021 dan 2022 atau bertambah 2,5 juta orang miskin. Kemiskinan ini bakal meningkat lagi 2,4 persen di tahun ini.