Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Aturan Pembatasan Merek Bikin Pusing Pengusaha

IDN Times / Auriga Agustina
IDN Times / Auriga Agustina

Jakarta, IDN Times - Isu pembatasan merek (brand restriction) dan pemberlakuan kemasan polos (plain packaging) di Indonesia membuat pusing para pengusaha. Sekretaris Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Eddy Hussy mengatakan hal tersebut akan menyulitkan pengusaha dan bakal merenggut kebebasan konsumen dalam memilih merek sesuai dengan kebutuhannya.

"Ini juga akan merugikan (konsumen), di mana mereka akan kehilangan hak untuk memilih produk yang sesuai. Kebebasan memilih merek untuk publik merupakan salah satu prioritas kita selaku pelaku binsis," katanya di Jakarta, Rabu (2/10).

1. Data belum efektif untuk menjaga konsumen

IDN Times / Auriga Agustina
IDN Times / Auriga Agustina

Kendati begitu, pihaknya mencoba untuk memahami kebijakan pembatasan merek itu dengan alasan dapat melindungi konsumen dari produk-produk tidak sehat. Namun, jika mengacu pada pembatasan merek dan kemasan yang telah diterapkan di beberapa negara seperti Australia, Ekuador, Chili, Thailand, dan Afrika Selatan, alasan belum terbukti. Hingga saat ini, menurutnya, belum ada data penerapan regulasi itu efektif untuk menjaga kesehatan konsumen.

2. Akan membatasi ruang gerak pengusaha

IDN Times / Auriga Agustina
IDN Times / Auriga Agustina

Lebih lanjut, ia membeberkan, tren pembatasan merek dan kemasan akan sangat membatasi ruang gerak pengusaha. Pasalnya, aturan bakal menimbulkan bermacam risiko, seperti pemboncengan reputasi, pemalsuan dan produk ilegal.

Dampak paling terasa adalah untuk sejumlah produk baru yang secara ekuitas masih rendah. Menurutnya, seluruh pembatasan ini akan menyebabkan mereka sulit bersaing dengan merek-merek yang sudah Iebih dahulu melekat di masyarakat.

3. Realisasi kebijakan produk rokok sangat ketat

IDN Times / Auriga Agustina
IDN Times / Auriga Agustina

Sejatinya realisasi kebijakan pembatasan merek di Indonesia telah berlaku untuk produk rokok, namun sangat ketat. Hal ini dikemukakan oleh Ketua Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI), Henry Najoan.

Melalui PP 109/2012, pemerintah satunya mewajibkan produsen produk tembakau untuk mencantumkan peringatan kesehatan bergambar seram sebesar 40 persen dari total display kemasan. Bahkan, saat ini, pihak Kementerian Kesehatan sedang mengusulkan untuk menaikkan komposisinya menjadi 90 persen kemasan tanpa alasan kajian yang jelas. 

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anata Siregar
Auriga Agustina
Anata Siregar
EditorAnata Siregar
Follow Us