Bahlil Sebut Purbaya Salah Baca soal Harga LPG 3 kg dan Pertalite

- Pemerintah masih mematangkan data untuk penerima LPG 3 kg.
- Harga keekonomian Pertalite Rp11.700 per liter dan harga LPG 3 kg Rp42.750.
- Penyaluran subsidi energi masih belum tepat sasaran.
Jakarta, IDN Times - Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia menilai Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa salah membaca data soal harga asli LPG 3 kilogram (kg) dan Pertalite. Dalam hal ini, Bahlil merespons Menteri Keuangan (Menkeu), Purbaya Yudhi Sadewa yang membeberkan harga keekonomian Pertalie dan LPG pada Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi XI DPR RI, Selasa (30/9/2025) kemarin.
"Itu mungkin Menkeunya salah baca data itu. Biasalah kalau, ya mungkin butuh penyesuaian. Saya nggak boleh tanggapi sesuatu yang selalu ini ya. Jadi, saya kan udah banyak ngomong tentang LPG gitu ya. Mungkin Menkeunya belum dikasih masukan oleh dirjennya dengan baik atau oleh timnya," ucap Bahlil.
1. Pemerintah masih mematangkan data untuk penerima LPG 3 kg

Dalam kesempatan itu, Bahlil juga memberikan informasi terkini mengenai wacana distribusi LPG 3 kg hanya untuk masyarakat miskin. Dia mengatakan, pemerintah masih mematangkan Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional (DTSEN), yang mencakup data masyarakat yang berhak membeli LPG 3 kg.
"Jadi menyangkut juga subsidi tentang satu data itu juga. Itu juga masih dalam proses pematangan ya. BPS itu kan kerja sama dengan tim di ESDM. Jadi mungkin pak Menteri Keuangan ya, mungkin belum baca data kali itu ya," kata Bahlil.
2. Harga keekonomian Pertalite Rp11.700 per liter dan harga LPG 3 kg Rp42.750

Sebelumnya, Purbaya mengatakan harga keekonomian Pertalite mencapai Rp11.700 per liter. Namun masyarakat hanya membayar Rp10.000 per liter. Artinya, pemerintah harus menutup selisih Rp1.700 per liter atau sekitar 15 persen melalui kompensasi sehingga subsidi yang digelontorkan sebesar Rp56,1 triliun dan dinikmati lebih dari 157,4 juta kendaraan.
Beban yang lebih besar ditanggung pemerintah untuk bahan bakar solar. Dari harga keekonomian Rp11.950 per liter, masyarakat hanya membayar Rp6.800 per liter.
“Dengan demikian, pemerintah harus menanggung selisih Rp5.150 per liter, setara sekitar 43 persen dari harga keekonomian,” tutur Purbaya dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR.
Sementara itu, untuk elpiji tabung 3 kilogram, subsidi yang diberikan pemerintah mencapai sekitar 70 persen dari harga keekonomian.
Rinciannya, harga elpiji seharusnya Rp42.750 per tabung tapi hanya dijual Rp12.750. Dengan begitu, pemerintah menanggung selisih Rp30.000 per tabung dengan total subsidi Rp80,2 triliun, disalurkan kepada 41,5 juta pelanggan.
3. Penyaluran subsidi energi masih belum tepat sasaran

Purbaya mengakui penyaluran subsidi energi masih belum sepenuhnya tepat sasaran. Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS), kelompok masyarakat mampu, khususnya desil 8–10, masih menikmati porsi signifikan dari subsidi yang seharusnya diprioritaskan bagi kelompok rentan.
"Sejalan dengan hal tersebut, ke depan kita akan terus berusaha agar subsidi dan kompensasi lebih tepat sasaran dan lebih berkeadilan," tegasnya.
Saat ini, subsidi energi menelan anggaran yang sangat besar. Hingga 31 Agustus 2025, realisasi subsidi dan kompensasi tercatat sekitar Rp218 triliun. Angka tersebut dipengaruhi oleh fluktuasi harga minyak mentah Indonesia (ICP), depresiasi nilai tukar rupiah, serta meningkatnya konsumsi barang bersubsidi.