Banyak Sumur Minyak Nganggur, Bahlil Ancam Cabut Izinnya

- Menteri ESDM akan mencabut izin sumur minyak tidak produktif baik swasta maupun BUMN
- Ada sekitar 5.000 sumur nganggur yang masih produktif dan belum dioptimalkan
Jakarta, IDN Times - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia mengancam akan mencabut izin sumur minyak yang tidak produktif, baik yang dikelola oleh perusahaan swasta maupun badan usaha milik negara (BUMN).
Bahlil mengindikasikan adanya potensi penataan terhadap sumur-sumur minyak yang tidak dioperasikan dengan optimal oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS).
Dia menyatakan sumur-sumur tersebut akan diambil alih oleh pemerintah dan ditawarkan kepada perusahaan yang mampu meningkatkan produksi minyak nasional. Sebab sumber daya tersebut tidak boleh dibiarkan terhenti.
"Kita akan ambil alih untuk kita tawarkan kepada perusahaan siapa yang mampu untuk meningkatkan lifting nasional kita. Jangan digenggam dong, jangan, kita negara butuh, gimana?" kata Bahlil dalam BNI Investor Daily Summit 2024, Rabu (9/10/2024).
1. Ada 5 ribu sumur nganggur yang sebenarnya bisa dimanfaatkan

Setelah meninjau kondisi sektor minyak, Bahlil menemukan dari total sekitar 44.900 sumur minyak di Indonesia, hanya sekitar 16.500 yang masih produktif, sedangkan sisanya sudah tidak beroperasi atau dalam kondisi idle alias nganggur.
Namun, setelah dilakukan pengecekan, ditemukan sekitar 5 ribu sumur idle yang masih memiliki potensi produktif meskipun belum dioptimalkan secara maksimal.
"Itu masih ada 5 ribu sumur idle yang masih produktif yang mungkin optimalisasi produksinya tidak sebaik dari sumur yang sudah sekarang," paparnya.
2. Pemerintah ingatkan BUMN jangan bawa tidur izin yang diberikan
.jpg)
Bahlil mengungkapkan sebagian besar dari 5 ribu sumur minyak yang tidak beroperasi ternyata berada di bawah konsesi perusahaan pelat merah, khususnya Pertamina.
Dia mempertanyakan mengapa sumur-sumur tersebut tidak dioptimalkan, dan jika tidak ada langkah konkret, pemerintah akan mempertimbangkan pencabutan izinnya.
"Kita prioritas kepada BUMN. Tapi jangan kita hanya kacamata kuda, karena BUMN, izin-izinnya pun dibawa tidur. Negara nggak butuh tidur izin, negara butuh produksi. Negara butuh produksi," paparnya.
3. Indonesia harus kurangi ketergantungan impor minyak

Bahlil menyampaikan kekhawatirannya kepada bawahannya, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), dan KKKS terkait lambatnya peningkatan lifting (produksi) minyak di Indonesia.
Dia mengungkapkan ketergantungan pada impor minyak bisa mengganggu neraca perdagangan, neraca pembayaran, dan devisa negara. Setiap tahunnya, Indonesia harus mengeluarkan sekitar Rp450 hingga Rp500 triliun untuk membeli dolar guna impor minyak.
"Kalau kita impor terus, itu berbahaya sekali, neraca perdagangan kita terganggu, neraca pembayaran dan devisa kita," ucapnya.