Dampak COVID-19, Utang Jatuh Tempo 2025 Tembus Rp800 Triliun

Jakarta, IDN Times -Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan melakukan koordinasi dengan Bank Indonesia (BI) untuk mencari solusi terbaik terkait utang jatuh tempo yang mencapai Rp800 triliun pada 2025.
"Jadi ini sesuatu hal yang bisa dibicarakan, sudah ada timnya dari pemerintah dengan BI untuk kita mendiskusikan bagaimana kita menangani SBN yang jatuh tempo tahun depan, yang sebetulnya diterbitkan dalam rangka penanganan pandemi supaya nanti bisa mendapatkan solusi terbaik, di satu sisi juga dalam rangka menjaga untuk sustainabilitas fiskal kita," ujar Direktur Surat Utang Negara (SUN) Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kemenkeu, Deni Ridwan, saat ditemui di Hotel Sultan, Jakarta, Senin (10/6/2024).
1. Efek penerbitan utang yang besar saat pandemik COVID-19

Dia menjelaskan utang yang jatuh tempo pada tahun depan (Rp800 triliun) karena utang yang diterbitkan untuk penanganan pandemik COVID-19. Meski demikian, Kemenkeu tak khawatir terkait besarnya utang jatuh tempo pada tahun depan, hal ini disebabkan pasar keuangan Indonesia masih cukup baik.
"Ibu (Menkeu) menyampaikan kemarin kan selama pasar keuangan kita baik, selama confident dari masyarakat, dari investor bagus itu sesuatu yang masih bisa kita manage," katanya
2. Rata-rata pemerintah bayar utang jatuh tempo di kisaran Rp600-Rp700 triliun

Deni menyebut, rata-rata pemerintah membayar utang jatuh tempo per tahun pada kisaran Rp600 triliun hingga Rp700 triliun.
"Biasanya itu sekitar Rp600 triliun sampai Rp700 triliun. Cuma tahun depan itu kan jatuh tempo karena ada SBN yang diterbitkan dalam rangka penanganan pandemi COVID-19, jadi sebagian sekitar Rp100 triliun yang dimiliki oleh BI," imbuhnya.
3. APBN hingga kondisi ekonomi harus dijaga tetap baik
.jpg)
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan utang jatuh tempo yang besar tidak menjadi masalah selama kondisi APBN, ekonomi dan politik Indonesia stabil.
"Jadi kalau negara ini tetap kredibel, APBN-nya baik, kondisi ekonominya baik, kondisi politiknya stabil, maka revolving itu sudah hampir dipastikan risikonya sangat kecil karena market beranggapan negara ini akan tetap sama. Sehingga jatuh tempo yang terlihat di sini 2025, 2026, 2027 yang kelihatan tinggi itu tidak menjadi masalah selama persepsi terhadap APBN, kebijakan fiskal, ekonomi dan politik tetap sama," kata dia dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, Kamis (6/6/2024).
Berdasarkan paparannya, utang jatuh tempo pada 2025 sebesar Rp800,33 triliun ini terdiri dari jatuh tempo Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp705,5 triliun dan jatuh tempo pinjaman sebesar Rp94,83 triliun.
Besarnya utang jatuh tempo pemerintah disebabkan oleh penarikan utang yang jumlahnya besar pada saat pandemi COVID-19.
"Jangan lupa pandemi COVID-19 yang waktu itu hampir membutuhkan Rp1.000 triliun belanja tambahan dana untuk menambah belanja sebesar itu pada saat penerimaan negara turun 19 persen karena ekonominya berhenti waktu itu," katanya.
Sri Mulyani menjelaskan, pemegang surat utang Indonesia yang jatuh tempo belum tentu langsung mengambilnya karena dianggap tetap butuh investasi.
"Makanya stabilitas, kredibilitas dan sustainabilitas itu menjadi penting," tuturnya.