Danantara Hapus Tantiem, tapi Biarkan Wamen Rangkap Komisaris BUMN?

- SE Danantara tak efektif tanpa perubahan regulasi di Kementerian BUMN
- Penerbitan SE disebut gimmick oleh Herry, dan hanya bisa dianulir oleh keputusan yang sederajat atau di atasnya
- Isi SE Danantara melarang komisaris BUMN menerima tantiem, namun direksi masih dimungkinkan mendapat insentif berdasarkan laporan keuangan yang mencerminkan hasil usaha sebenarnya
Jakarta, IDN Times - Direktur NEXT Indonesia, Herry Gunawan mengkritik Surat Edaran Daya Anagata Nusantara (Danantara) penghapusan tantiem komisaris BUMN dan pemangkasan insentif direksi BUMN.
Herry mengatakan, masih ada masalah krusial yang harus disoroti Danantara, yakni soal wakil menteri (wamen) yang merangkap jabatan sebagai komisaris BUMN-anak usaha, yang melanggar Undang-undang (UU) Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara.
Sebagai informasi, saat ini ada 30 wamen di Kabinet Merah Putih yang merangkap jabatan di sejumlah BUMN dan anak usahanya. Praktik rangkap jabatan mencakup posisi komisaris utama maupun komisaris biasa di berbagai BUMN strategis, mulai dari PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk, hingga PT Pertamina (Persero) beserta anak usahanya.
"Maksud keputusan Danantara dikatakan untuk mematuhi tata kelola perusahaan yang baik. Jika memang itu yang diinginkan, seharusnya mulai dari rekrutmen pengurus BUMN, khususnya dewan komisaris. Jangan melanggar hukum, seperti menjadikan wakil menteri dan pejabat eselon I jadi komisaris BUMN," kata Herry, Jumat (1/8/2025).
1. SE Danantara tak efektif jika regulasi di Kementerian BUMN tak diubah

Herry mengatakan, Danantara bukanlah regulator BUMN. Adapun regulator BUMN adalah Kementerian BUMN, yang mengatur upah, tantiem, hingga insentif komisaris, dewan pengawas, dan direksi BUMN.
"Pada tahun 2020, keluar Peraturan Menteri BUMN No. PER-12/MBU/11/2020 tentang Perubahan Kelima atas Peraturan Menteri BUMN No. PER-04/MBU/2014 tentang Pedoman Penetapan Penghasilan Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas Badan Usaha Milik Negara. Isinya, antara lain, tantiem dapat diberikan asal perusahaan tidak semakin rugi," ujar Herry.
2. Penerbitan SE disebut gimmick

Bahkan, Herry menilai surat edaran yang disampaikan oleh Kepala BPI Danantara, Rosan Roeslani hanya sebatas gimmick atau lip services.
"Seharusnya minta Menteri BUMN mencabut Peraturan Menteri BUMN tentang pedoman penghasilan direksi dan dewan komisaris yang di dalamnya membahas tantiem," ucap Herry.
Dia mengatakan, Keputusan Menteri BUMN hanya bisa dianulir oleh keputusan yang sederajat atau di atasnya, bukan oleh surat edaran Danantara.
"Karena itu, jangan heran kelak, sekiranya surat Danantara itu diabaikan oleh BUMN," tutur Herry.
3. Isi SE Danantara

Dalam SE Nomor S-063/DI-BP/VII/2025 tertanggal 30 Juli 2025, Danantara menyatakan anggota dewan komisaris BUMN dan anak usahanya tidak lagi diperbolehkan menerima tantiem, insentif dalam bentuk insentif kinerja, insentif khusus, insentif jangka panjang, maupun bentuk penghasilan lain yang dikaitkan dengan kinerja perusahaan.
Danantara menyampaikan pengelolaan terhadap BUMN, investasi dividen, dan operasional perusahaan sepenuhnya berada di bawah kewenangan badan tersebut sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2025.
Berbeda dengan komisaris, anggota direksi BUMN dan anak usaha masih dimungkinkan mendapatkan tantiem dan insentif lainnya. Namun, pemberian tersebut harus berdasarkan laporan keuangan yang mencerminkan hasil usaha sebenarnya dan berkelanjutan.
Danantara juga menekankan insentif tidak boleh dihitung dari aktivitas pencatatan akuntansi yang tidak mencerminkan kondisi riil, seperti pengakuan pendapatan yang tidak tepat waktu atau tidak mencatat beban yang semestinya. Laba yang bersumber dari kegiatan one-off atau windfall juga tidak boleh dimasukkan dalam perhitungan.
Ketentuan yang dirilis oleh Danantara Indonesia tersebut mulai berlaku sejak tahun buku 2025, dan mencakup seluruh ketentuan yang diatur dalam huruf a dan b pada surat edaran tersebut.