Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Ekonomi Malaysia Lesu akibat Kurangnya Tenaga Kerja Indonesia

Pekerja industri di Malaysia. (codeblue.galencentre.org)

Jakarta, IDN Times - Perusahaan Malaysia di sektor perkebunan kelapa sawit hingga bahan semikonduktor terpaksa harus menolak banyak pesanan dan membatalkan banyak penjualan, akibat kurangnya pasokan tenaga kerja migran di negara tersebut.

Pencabutan kebijakan lockdown untuk perekrutan pekerja migran di awal Februrari lalu juga dikabarkan tidak cukup membantu untuk memulihkan krisis tersebut. Itu karena lambatnya persetujuan yang diberikan oleh Indonesia dan Bangladesh, selaku pemasok tenaga kerja terbesarnya.

"Meskipun optimisme yang lebih besar dalam prospek dan peningkatan penjualan, beberapa perusahaan sangat terhambat dalam kemampuan mereka untuk memenuhi pesanan," kata Soh Thian Lai, presiden Federasi Produsen Malaysia, dilansir Reuters, Senin (13/6/2022).

1. Malaysia bergantung pada tenaga kerja migran

Sejumlah pekerja migran Indonesia (PMI) berkumpul untuk menjalani pendataan saat tiba di Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Entikong, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat, Rabu (16/10/2019). ANTARA FOTO/Agus Alfian/jhw/foc

Negara Jiran selama ini bergantung pada tenaga kerja migran untuk pekerjaan di sektor pabrik, perkebunan, dan jasa. Sebab, pekerjaan tersebut dijauhi oleh penduduk setempat karena dianggap kotor, berbahaya, dan sulit.

Malaysia kekurangan setidaknya 1,2 juta pekerja di bidang manufaktur, perkebunan, dan konstruksi. Krisis pekerja semakin parah imbas ekonomi yang semakin pulih dengan situasi permintaan yang meningkat pascapandemik.

Di bidang industri kelapa sawit, sebanyak 120 ribu pekerja sangat dibutuhkan di tengah memuncaknya penanaman komoditas tersebut. Carl Bek Nielsen, direktur eksekutif penanam kelapa sawit United Plantations, mengatakan situasinya sangat mengerikan.

"Situasinya mengerikan dan sangat mirip kondisinya dalam memainkan permainan sepak bola melawan 11 orang, tetapi hanya diizinkan memainkan tujuh orang," katanya.

Industri minyak kelapa sawit menyumbang 5 persen bagi perekonomian Malaysia. Sebanyak 3 juta ton panen tahun ini terancam tidak laku terjual, karena buah busuk dan tidak dipetik, yang berarti kerugian lebih dari 4 miliar dollar AS.

Sementara itu, di sektor konstruksi dibutuhkan tenaga kerja sekitar 550 ribu orang. Pabrik pembuat chip, perangkat keras untuk bahan elektronik, juga kekurangan 15 ribu pekerja, yang menghambat penjualan dan berdampak pada kekurangan pasokan chip global.

“Pembuat chip menolak pelanggan, penduduk setempat tidak tertarik bekerja di industri ini dan banyak yang akan cuti dalam waktu kurang dari setengah tahun,” kata Wong Siew Hai, presiden Asosiasi Industri Semikonduktor Malaysia.

Industri sarung tangan karet juga memperkirakan 700 juta dollar AS pendapatan hilang tahun ini jika kekurangan tenaga kerja terus berlanjut. Indeks Manajer Pembelian manufaktur Malaysia turun menjadi 50,1 pada Mei dari 51,6 pada April, dan dinyatakan hampir tidak berekspansi.

2. Indonesia dan Bangladesh keluhkan perlindungan pekerja

Ilustrasi pekerja migran Indonesia

Kementerian Sumber Daya Manusia Malaysia, yang bertanggung jawab untuk menyetujui penerimaan pekerja asing, tidak dapat dimintai keterangan terkait krisis tenaga kerja dan dampak ekonominya.

Pada April, Menteri SDM, M Saravanan, mengatakan perusahaan telah meminta untuk mempekerjakan 475 ribu pekerja migran, tetapi kementerian hanya menyetujui 2.065. Banyak yang ditolak karena informasi yang tidak lengkap atau kurang patuh terhadap peraturan.

Sementara itu, Indonesia dan Bangladesh selaku pemasok tenaga kerja terbesar untuk Malaysia mengatakan, kurangnya pemenuhan hak-hak pekerja menghambat pemenuhan jumlah tenaga kerja tersebut.

Bangladesh menandatangani perjanjian pada bulan Desember untuk mengirim pekerja, tetapi pelaksanaannya tertunda setelah Dhaka memprotes proses perekrutan yang diusulkan Malaysia. Bangladesh khawatir rencana tersebut dapat menyebabkan peningkatan biaya bagi pekerja dan jeratan utang.

"Fokus utama kami adalah kesejahteraan dan hak-hak pekerja kami. Kami memastikan mereka mendapatkan upah standar, mereka memiliki akomodasi yang layak, mereka menghabiskan biaya minimum untuk migrasi dan mereka mendapatkan semua jaminan sosial lainnya,” kata Menteri Kesejahteraan Ekspatriat dan Ketenagakerjaan Luar Negeri Bangladesh, Imran Ahmed.

Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa Dhaka tidak ingin pekerja berakhir jatuh ke dalam lingkaran perangkap utang. Malaysia ingin mempekerjakan 200 ribu pekerja Bangladesh dalam setahun.

Sejalan dengan itu, Duta Besar Indonesia untuk Malaysia, Hermono, juga mengungkapkan kekhawatiran atas perlindungan pekerja dalam sebuah pembicaraan bilateral baru-baru ini.

3. Malaysia janji akan lindungi hak-hak pekerja

M Saravanan, Menteri Sumber Daya Manusia Malaysia. (Twitter.com/Datuk Seri M. Saravanan)

Jhamil A. Ghani, kolumnis di New Straits Times, mengungkap bahwa beberapa industri memaksa karyawan untuk bekerja selama berjam-jam tanpa istirahat yang memadai, gaji yang dipotong, hari istirahat yang dikurangi, dan menempatkan pekerja di asrama yang tidak higienis.

Akibatnya, beberapa waktu lalu, Bea Cukai dan Perlindungan Perbatasan Amerika Serikat melarang tujuh perusahaan Malaysia setelah mengungkap bukti adanya kerja paksa.

Merespons hal tersebut, Putrajaya kemudian mengubah Undang-Undang Ketenagakerjaan, dengan menambahkan denda dan hukuman penjara bagi mereka yang melakukan kerja paksa. Pemerintah meluncurkan Rencana Aksi Nasional tentang Kerja Paksa dan menerapkan program kalibrasi ulang tenaga kerja.

Saravanan, yang berada di Dhaka awal bulan ini, mengatakan bahwa Malaysia telah memberikan jaminan kepada pemerintah Bangladesh, mereka akan memastikan gaji yang lebih baik dan perlindungan kesejahteraan pekerja. Ia juga telah membantah klaim bahwa proses perekrutan cacat.

Saravanan juga mengatakan pekan lalu bahwa pemerintah sedang berupaya menyelesaikan masalah teknis, prosedur rekrutmen, dan kesepakatan dengan beberapa negara sumber pekerja.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Vanny El Rahman
EditorVanny El Rahman
Follow Us