Fakta-fakta Kasus Mafia Beras Oplosan yang Bikin Heboh

- 212 merek beras tidak sesuai standar mutu, berat, dan harga eceran tertinggi (HET).
- Hasil uji laboratorium: 85,56 persen beras premium tidak sesuai mutu, 59,78 persen dijual di atas HET, 21 persen berat tidak sesuai.
- Produksi beras naik tapi harga tetap tinggi; kerugian konsumen diperkirakan Rp99 triliun.
Jakarta, IDN Times - Pemerintah melalui Kementerian Pertanian (Kementan) mengungkap dugaan praktik curang dalam distribusi dan penjualan beras bermerek.
Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman telah membeberkan sejumlah temuan penting hasil pemeriksaan terhadap ratusan merek beras di pasar. Hal itu disampaikan dalam konferensi pers di Kantor Kementan belum lama ini.
Berikut fakta-fakta yang telah terungkap!
1. Sebanyak 212 dari 268 merek tidak sesuai ketentuan

Amran menyampaikan, dari total 268 merek beras yang diperiksa, sebanyak 212 merek tidak memenuhi ketentuan mutu, berat, dan harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah.
“Temuan ini hasil kerja lapangan yang kami lakukan bersama Satgas Pangan, Kejaksaan, Badan Pangan Nasional, dan unsur pengawasan lainnya,” kata Amran.
2. Hasil uji laboratorium di 10 provinsi

Uji laboratorium dilakukan di 13 laboratorium yang tersebar di 10 provinsi. Hasilnya, ditemukan bahwa:
85,56 persen beras premium tidak sesuai mutu,
59,78 persen dijual di atas HET
21 persen memiliki berat tidak sesuai dengan label kemasan.
3. Produksi naik tapi harga tetap tinggi

Amran menyoroti kenaikan harga beras yang dinilai tidak selaras dengan kondisi produksi nasional. Berdasarkan data FAO, produksi beras Indonesia diperkirakan mencapai 35,6 juta ton pada 2025/2026, lebih tinggi dari target nasional sebesar 32 juta ton.
“Kalau dulu harga naik karena stok sedikit, sekarang tidak ada alasan. Produksi tinggi, stok melimpah, tapi harga tetap tinggi,” ujar Amran.
4. Kerugian konsumen diperkirakan Rp99 triliun

Amran menyebut praktik pengemasan ulang beras subsidi seperti beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) dan penjualannya sebagai beras premium telah merugikan masyarakat secara besar-besaran.
SPHP adalah program pemerintah yang bertujuan menjaga keterjangkauan harga pangan dan stabilitas pasokan di tingkat konsumen. Dia memperkirakan total kerugian bisa mencapai Rp99 triliun.
“Kami sudah telpon Pak Kapolri dan Jaksa Agung. Hari ini juga kami serahkan seluruh data dan temuan lengkap. Negara tidak boleh kalah dengan mafia pangan,” ujarnya.
5. Beberapa merek beras yang diduga oplosan

Satgas Pangan Polri pun telah memanggil empat produsen beras untuk diperiksa terkait dugaan peredaran beras oplosan tersebut. Berikut ini empat produsen yang dipanggil Bareskrim guna mengklarifikasi dugaan penjualan beras oplosan:
1. Wilmar Group dengan merek beras Sania, Sovia, Fortune, Siip
Sumber dari 10 sampel di Aceh, Lampung, Sulawesi Selatan, Jabodetabek, dan Yogyakarta
2. PT Belitang Panen Raya dengan merek beras Raja Platinum dan Raja Ultima
Sumber dari tujuh sampel di Sulawesi Selatan, Jawa Tengah, Kalimantan Selatan, Jawa Barat, Aceh, dan Jabodetabek
3. PT Sentosa Utama Lestari atau Japfa Group dengan merek beras Ayana
Sumber dari tiga sampel di Yogyakarta dan Jabodetabek
4. PT Food Station Tjipinang Jaya dengan merek beras Beras Premium Setra Ramos, Beras Pulen Wangi, Food station, Ramos Premium, Setra Pulen, Setra Ramos
Sumber dari sembilan sampel di Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan, Jawa Barat, dan Aceh