Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Gara-gara Rokok Ilegal, Negara Ditaksir Rugi Rp97,81 Triliun

Penindakan 52 ribu batang rokok ilegal dari 2.610 bungkus oleh Bea Cukai Luwuk. (dok. Bea Cukai Luwuk)
Penindakan 52 ribu batang rokok ilegal dari 2.610 bungkus oleh Bea Cukai Luwuk. (dok. Bea Cukai Luwuk)
Intinya sih...
  • Rokok ilegal merugikan negara hingga Rp97,81 triliun karena tidak termasuk dalam penerimaan cukai.
  • Tingginya tarif cukai dan aturan harga jual eceran (HJE) mendorong pelaku industri kecil melakukan praktik ilegal.
  • Komisi XI DPR RI menekankan pentingnya kolaborasi lintas Ppmerintah dan pelaku industri untuk menertibkan penggunaan cukai rokok.

Jakarta, IDN Times - Peredaran rokok ilegal masih menjadi masalah serius di Indonesia. Negara bahkan berisiko merugi hingga Rp97,81 triliun karena rokok ilegal yang tak masuk dalam penerimaan cukai negara.

Data Kementerian Keuangan menyebutkan, dugaan pelanggaran rokok ilegal sepanjang 2024 ditemukan bahwa rokok polos (tanpa pita cukai) menempati posisi teratas sebesar 95,44 persen, disusul pita cukai palsu sebesar 1,95 persen, dan salah peruntukan (saltuk) 1,13 persen, pita cukai bekas 0,51 persen, dan salah personalisasi (salson) 0,37 persen.

1. Penyebab maraknya rokok ilegal

Penindakan 52 ribu batang rokok ilegal dari 2.610 bungkus oleh Bea Cukai Luwuk. (dok. Bea Cukai Luwuk)
Penindakan 52 ribu batang rokok ilegal dari 2.610 bungkus oleh Bea Cukai Luwuk. (dok. Bea Cukai Luwuk)

Menurut Ketua Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun dari fraksi Golkar, rokok ilegal muncul karena tingginya tarif cukai dan aturan harga jual eceran (HJE) yang menekan kelas rokok tertentu.

Misbakhun mengatakan, banyak pelaku yang tidak bertanggung jawab memanipulasi klasifikasi produk. Bahkan ada yang menjual rokok polos tanpa pita cukai. Dia menegaskan, negara harus menetapkan strategi keluar (exit strategy) tepat.

"Tarif cukai yang terus meningkat dan aturan HJE yang sangat ketat, justru mendorong pelaku industri kecil melakukan praktik-praktik ilegal, mulai dari penggunaan pita cukai palsu, pengklasifikasian produk yang tidak sesuai, hingga produksi rokok polos," ucap Misbakhun dikutip Jumat, (18/4/2025).

2. Cukai jadi tulang punggung penerimaan negarai

Warga memperlihatkan uang Rupiah kertas terbaru usai menukarkan di mobil kas keliling Kantor Perwakilan (KPw) Bank Indonesia Kalteng di Pasar Kahayan, Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Senin (22/8/2022). (ANTARA FOTO/Makna Zaezar)
Warga memperlihatkan uang Rupiah kertas terbaru usai menukarkan di mobil kas keliling Kantor Perwakilan (KPw) Bank Indonesia Kalteng di Pasar Kahayan, Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Senin (22/8/2022). (ANTARA FOTO/Makna Zaezar)

Misbakhun mengatakan, fenomena itu tak boleh dibiarkan berlarut-larut, dan tidak boleh mengabaikan akar masalahnya. Sebab, cukai adalah tulang punggung penerimaan negara dengan kontribusi lebih dari Rp200 triliun tiap tahun.

"Maka, pengawasan dan kebijakan yang adil sangat diperlukan agar sektor ini tetap sehat dan berkelanjutan," tutur Misbakhun.

Dia juga menekankan pentingnya kolaborasi lintas Ppmerintah, pelaku industri, dan seluruh pemangku. Dia juga menyatakan para pelaku rokok ilegal perlu dibina agar tertib, karena mereka juga turut menyerap tenaga kerja dan menyediakan alat produksi tembakau.

"Jika tidak disertai dengan kebijakan yang adil, maka industri kecil akan semakin terdesak dan berpotensi masuk dalam kategori ilegal. Ini tentu tidak kita harapkan," ucap Misbakhun.

3. Mesti antisipasi dampak cukai pada industri rokok

Pemeriksaan pita cukai rokok. (dok. Kemenkeu)
Pemeriksaan pita cukai rokok. (dok. Kemenkeu)

Di sisi lain, Anggota Komisi XI, Muhidin Mohamad Said dari fraksi Golkar mengatakan selama ini terjadi penurunan pendapatan industri rokok nasional. Penurunan itu tidak hanya berdampak pada sisi produksi dan profitabilitas, tetapi juga mengancam ekosistem tenaga kerja yang bergantung pada industri tembakau.

Muhidin mengingatkan pentingnya menjaga keseimbangan antara kampanye kesehatan dan perlindungan terhadap industri rokok yang legal dan mematuhi peraturan.

“Kementerian Kesehatan terus mengampanyekan larangan merokok, tapi di sisi lain, industri rokok memberikan dampak ekonomi besar. Dari petani tembakau hingga pekerja pabrik, semua bergantung pada sektor ini. Jadi, tidak bisa hanya dilihat dari aspek kesehatan saja,” tutur Muhidin.

Tak jauh berbeda, politisi Partai Gerindra, Wihadi Wiyanto menanggapi persoalan turunnya penjualan rokok. Oleh sebab itu, Komisi XI DPR meminta kerja sama seluruh pihak dalam menertibkan penggunaan cukai rokok, dan juga menjaga kinerja industri.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dheri Agriesta
Vadhia Lidyana
Dheri Agriesta
EditorDheri Agriesta
Follow Us