Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Google Bayar Rp827,5 Miliar untuk Atasi Tuduhan Bias Rasial

Ilustrasi logo google (unsplash.com/Pawel Czerwinski)
Ilustrasi logo google (unsplash.com/Pawel Czerwinski)
Intinya sih...
  • Google sepakat membayar 50 juta dolar AS untuk menyelesaikan gugatan diskriminasi rasial terhadap lebih dari 4 ribu karyawan kulit hitam di California dan New York.
  • Perusahaan menghadapi tekanan setelah investigasi menunjukkan praktik ketenagakerjaan yang merugikan karyawan kulit hitam, termasuk penempatan pada posisi rendah dan penggajian di bawah standar.
  • Gugatan dipimpin oleh mantan pegawai Google, April Curley, yang mengaku menerima perlakuan diskriminatif selama enam tahun bekerja dan menyoroti rendahnya representasi karyawan kulit hitam di perusahaan.

Jakarta, IDN Times - Google akan membayar 50 juta dolar Amerika Serikat (AS) (Rp827,5 miliar) untuk menyelesaikan gugatan diskriminasi rasial yang diajukan oleh lebih dari 4 ribu karyawan kulit hitam di California dan New York. Gugatan ini diajukan ke pengadilan federal Oakland, California, dan menjadi langkah penting dalam mendorong kesetaraan di sektor teknologi.

Perusahaan menghadapi tekanan setelah investigasi menunjukkan praktik ketenagakerjaan yang merugikan karyawan kulit hitam, termasuk penempatan pada posisi rendah dan penggajian di bawah standar. Kasus ini dimulai sejak Maret 2022 dan menjadi sorotan publik karena menyentuh isu representasi dan keadilan di Silicon Valley.

Google, meskipun menolak tuduhan pelanggaran hukum, setuju membayar penyelesaian untuk mengakhiri perselisihan hukum. Keputusan ini masih menunggu persetujuan dari hakim, dan disebut sebagai bagian dari komitmen perusahaan dalam memperbaiki budaya internalnya.

1. Latar belakang gugatan

Gugatan ini dipimpin oleh April Curley, mantan pegawai Google yang direkrut untuk menjalin kerja sama dengan perguruan tinggi kulit hitam. Selama enam tahun bekerja, Curley mengaku menerima perlakuan diskriminatif, termasuk penolakan promosi dan stereotip sebagai wanita kulit hitam yang pemarah.

"Saya dipecat setelah menyusun laporan tentang diskriminasi di internal Google," kata Curley dalam pernyataan resminya saat pengajuan gugatan pada Maret 2022. Ia menyoroti bagaimana perusahaannya gagal menciptakan ruang aman bagi karyawan kulit hitam.

Data dari laporan internal menunjukkan bahwa pada 2021, hanya 4,4 persen karyawan Google berasal dari kelompok kulit hitam, dan hanya 3 persen yang menempati posisi manajerial. Gugatan menuduh perusahaan sengaja menempatkan mereka pada level yang tidak sesuai dengan kualifikasi, dilansir The New York Times.

2. Detail penyelesaian kasus

Google menyepakati penyelesaian senilai 50 juta dolar AS (Rp827,5 miliar) yang mencakup kompensasi bagi ribuan karyawan terdampak di dua negara bagian. Sebanyak 12,5 juta dolar AS (Rp206,8 miliar) dari jumlah tersebut dialokasikan untuk biaya hukum penggugat.

“Kami tetap berkomitmen untuk memperlakukan semua karyawan secara adil, termasuk dalam hal gaji dan promosi,” ujar juru bicara Google, Courtenay Mencini, dilansir Reuters.

Penggugat mencabut sebagian klaim terkait pelamar kerja setelah menimbang bukti yang diajukan Google, dan kini fokus pada perlakuan tidak adil terhadap karyawan aktif dan mantan karyawan. Perusahaan juga menjanjikan audit dan perbaikan internal untuk mencegah diskriminasi di masa depan.

3. Dampak dan respons industri

Penyelesaian ini menyusul kasus serupa yang ditangani Google, termasuk kompensasi 28 juta dolar AS (Rp463,4 miliar) kepada karyawan Hispanik, Latinx, dan pribumi pada Maret 2025. Hal ini memperkuat pandangan bahwa diskriminasi sistemik masih terjadi di perusahaan besar teknologi.

“Kami berharap penyelesaian ini menjadi pemicu bagi perusahaan lain untuk melakukan audit ketenagakerjaan secara berkala,” kata Cathy Coble, pengacara penggugat, dalam wawancara, dikutip dari BBC.

Reaksi publik di media sosial pun beragam. Beberapa menganggap gugatan ini sebagai kemenangan simbolis, sementara lainnya mempertanyakan keseriusan Google dalam mengatasi isu keragaman, karena tidak ada konsekuensi nyata bagi eksekutif yang bertanggung jawab.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Sanggar Sukma
EditorSanggar Sukma
Follow Us