Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi bisnis rumahan (IDN Times/Aditya Pratama)

Jakarta, IDN Times - Kenaikan harga rumah subsidi dianggap akan memberatkan masyarakat untuk memiliki rumah, khususnya masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Apalagi kenaikannya melebihi inflasi.

"Kenaikan harga rumah subsidi tentu memberatkan masyarakat berpendapatan rendah karena kenaikan rumah di atas inflasi maupun upah minimum," kata ekonom sekaligus Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira kepada IDN Times, Jumat (30/6/2023).

1. Kondisi masyarakat bawah sedang sulit

Ilustrasi (IDN Times/Arief Rahmat)

Kenaikan rata-rata UMP 2023 sendiri adalah sebesar 7,5 persen. Kemudian inflasi, kata Bhima, diproyeksikan 4-5 persen pada tahun ini.

Sementara itu, harga rumah subsidi di Jabodetabek misalnya, naik sebesar 7,7 persen dari Rp168 juta menjadi Rp181 juta pada 2023. Kemudian, di Papua mengalami kenaikan sebesar 6,8 persen dari Rp219 juta menjadi Rp234 di 2023.

"Berarti terjadi penyesuaian harga rumah bersubsidi di atas angka inflasi. Tekanan masyarakat kan sekarang banyak mulai dari ketidakpastian pendapatan pekerja sektor formal, masih tingginya ancaman PHK hingga porsi pekerja informal yang meningkat," ujarnya.

Menurutnya, apabila harga rumah subsidi naik maka masyarakat kelompok paling bawah hampir tidak mungkin memiliki rumah. Bhima menilai kenaikan harga rumah subsidi seharusnya jangan di atas 5 persen.

2. Masyarakat akan menimbang ulang rencana beli rumah

Editorial Team

Tonton lebih seru di