Inggris dan Uni Eropa Capai Kesepakatan Penting soal Ekspor Makanan

- Kesepakatan baru Inggris-Uni Eropa akan menghapus sebagian besar pemeriksaan ekspor makanan, menambah 9 miliar poundsterling ke ekonomi pada 2040.
- Perjanjian SPS menjadi inti kesepakatan, menghilangkan hambatan ekspor makanan dan minuman serta memperkuat rantai pasokan.
Jakarta, IDN Times – Kesepakatan baru antara Inggris dan Uni Eropa akan menghapus sebagian besar pemeriksaan terhadap ekspor makanan. Pemerintah Inggris menyebut perjanjian ini akan menambah 9 miliar poundsterling (sekitar Rp197 triliun) ke ekonominya pada 2040 dan menurunkan harga pangan. Kesepakatan tercapai pada menit-menit terakhir Senin (19/5/2025) pagi.
Perdana Menteri (PM) Keir Starmer menyebut perjanjian ini sebagai langkah bersejarah yang menjadi awal baru bagi hubungan kedua pihak pasca-Brexit. Ia mengatakan, kesepakatan ini adalah bagian dari janji reset yang disampaikannya usai memenangkan pemilu pada Juli 2024.
“Kesepakatan ini akan memungkinkan semuanya, dari great British burger sampai kerang, bisa dijual kembali dengan mudah ke Uni Eropa,” kata Keir Starmer, The Guardian, Selasa (20/5).
1. Perjanjian agrifood hilangkan hambatan ekspor makanan dan minuman

Kesepakatan agrifood atau dikenal sebagai perjanjian SPS, menjadi inti dari perjanjian baru tersebut. Perjanjian ini menghapus hambatan ekspor makanan dan minuman, serta mengeliminasi sejumlah pemeriksaan rutin terhadap produk hewan dan tanaman.
British Retail Consortium menyambut baik langkah ini karena dinilai dapat menurunkan biaya dan memperkuat rantai pasokan makanan. Mereka mengatakan, perubahan tersebut akan menjamin ketersediaan impor pangan penting bagi konsumen Inggris.
Sebagai imbalannya, Inggris akan menyelaraskan sebagian standar makanan dengan Uni Eropa dan menerima peran Mahkamah Eropa dalam mengawasi implementasinya. Uni Eropa setuju untuk tidak membatasi waktu perjanjian SPS, sebagai timbal balik atas konsesi Inggris di sektor perikanan.
2. Hak penangkapan ikan dikritik oleh pemerintah Skotlandia

Sebagai bagian dari kesepakatan, nelayan Uni Eropa diberikan akses ke perairan Inggris selama 12 tahun tambahan, memperpanjang kuota yang semula berakhir Juni 2026 hingga 2038. Langkah ini dianggap sebagai konsesi besar dari pihak Inggris.
Pemerintah Skotlandia menilai keputusan itu mengabaikan wewenang devolusi. Menteri Urusan Luar Negeri Skotlandia, Angus Robertson menyampaikan keberatan melalui X.
“Jadi Pemerintah Inggris baru saja mencapai kesepakatan 12 tahun tentang isu devolusi perikanan tanpa ada konsultasi, keterlibatan, atau persetujuan dari Pemerintah Skotlandia dan Administrasi Terdevolusi lainnya. Ini mengikuti pembatalan tiga pertemuan antar-menteri EFRA terakhir oleh Pemerintah Inggris,” tutur Angus Robertson.
Pemerintah Inggris berjanji akan mengucurkan dana modernisasi sebesar 360 juta poundsterling (sekitar Rp7,9 triliun) untuk masyarakat pesisir sebagai bentuk kompensasi diam-diam atas konsesi tersebut.
3. Kesepakatan meluas ke mobilitas pemuda, perdagangan, dan perubahan iklim

Kesepakatan juga membuka peluang kembalinya Inggris ke program pertukaran mahasiswa Erasmus dan pembentukan skema mobilitas pemuda usia 18–30 tahun. Skema ini memungkinkan anak muda Inggris bekerja, belajar, atau bepergian ke Uni Eropa, meski belum ada rincian final dari pihak Eropa.
Kesepakatan lain juga tercapai sebelum KTT Lancaster House, termasuk keterkaitan perdagangan emisi untuk menghindari pajak karbon Uni Eropa. Inggris juga melindungi impor baja dari tarif baru Uni Eropa melalui pengaturan khusus yang menghemat 25 juta poundsterling (sekitar Rp549 miliar) per tahun.
Warga Inggris akan kembali bisa memakai gerbang Eropa di bandara dan menikmati paspor hewan peliharaan, sehingga tak perlu lagi pemeriksaan kesehatan hewan setiap kali bepergian.
“Ini bukan soal membuka luka lama; ini soal membuka lembaran baru,” kata Keir Starmer, dalam konferensi pers bersama Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen.
Von der Leyen menambahkan bahwa kesepakatan ini menunjukkan Eropa tetap bersatu di tengah gejolak politik global.
“Hari ini adalah hari bersejarah, menandai dibukanya babak baru dalam hubungan kita dengan Uni Eropa yang memberikan manfaat bagi rakyat pekerja di seluruh Inggris,” kata Nick Thomas-Symonds, Ketua tim negosiator Inggris.
4. Konteks perdagangan global dan dampak ekonomi

Dilansir dari Money Week, Selasa (20/5), kesepakatan ini mengikuti perjanjian perdagangan baru dengan India, yang mempermudah ekspor produk Inggris seperti wiski dan mobil, serta dengan Amerika Serikat, yang menurunkan tarif ekspor mobil dari 27,5 persen menjadi 10 persen dan menghapus tarif 25 persen untuk ekspor baja dan aluminium.
Ekonom dari ING menyambut kesepakatan dengan Uni Eropa sebagai langkah positif, meski menilai dampaknya terhadap perekonomian tidak akan besar dalam jangka pendek. Jika Inggris mencapai keselarasan yang lebih luas di luar sektor agrikultur, potensi ruang fiskal tambahan sebesar 10 miliar poundsterling (sekitar Rp219 triliun) bisa terbuka.