Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Inggris dan Uni Eropa Sepakati Reset Hubungan usai Brexit

Bendera Uni Eropa (pexels.com/Marco)
Intinya sih...
  • Inggris dan Uni Eropa memulai hubungan baru pasca-Brexit.
  • Kesepakatan mencakup perdagangan, pertahanan, dan mobilitas lintas negara.
  • Sikap keras Prancis tentang hak penangkapan ikan menjadi sumber gesekan utama.

Jakarta, IDN Times – Inggris dan Uni Eropa memulai babak baru hubungan bilateral dalam pertemuan puncak pertama sejak Brexit, yang digelar di London pada Senin (19/5/2025). Kedua pihak diharapkan mencapai kesepakatan penting yang mencakup kerja sama perdagangan, pertahanan, dan mobilitas lintas negara. Pertemuan ini dianggap sebagai momen simbolis besar yang menandai berakhirnya ketegangan akibat Brexit.

Kekhawatiran global seperti invasi Rusia ke Ukraina, kekhawatiran terhadap China, serta perubahan arah kebijakan Amerika Serikat (AS) di bawah Presiden Donald Trump, menjadi latar penting pendorong kerja sama baru ini.

“Kegagalan untuk bekerja sama, dalam konteks internasional saat ini, tidak akan terlihat bagus,” ujar Anand Menon, Direktur UK in a Changing Europe, dikutip BBC News, Senin (19/5/2025).

Pemerintahan Perdana Menteri Keir Starmer berupaya menunjukkan manfaat konkret dari hubungan yang lebih erat dengan Uni Eropa, sekaligus menghindari tudingan “pengkhianatan Brexit” dari oposisi seperti Reform UK. Pemerintah mengandalkan pencapaian ekonomi dan keamanan untuk membenarkan pendekatan barunya.

1. Prancis tetap keras soal perikanan dan kontrak pertahanan UE

Bendera Prancis (pexels.com/Atypeek Dgn)

Salah satu sumber gesekan utama dalam perundingan menjelang pertemuan adalah sikap keras Prancis terkait hak penangkapan ikan dan akses kontrak pertahanan. Prancis, bersama negara lain seperti Belanda dan Denmark, menolak menandatangani pakta kerja sama kecuali Inggris menyetujui hak penangkapan jangka panjang di perairan Inggris.

Kesepakatan perikanan pasca-Brexit saat ini akan berakhir tahun depan. Menjelang pertemuan, Inggris mengundang Presiden Prancis Emmanuel Macron untuk kunjungan kenegaraan pertama ke Istana Windsor pada Juli mendatang, yang mungkin menjadi upaya untuk melunakkan sikap Paris.

Di bidang pertahanan, Inggris berharap industri pertahanannya bisa ikut bersaing dalam skema SAFE milik Uni Eropa senilai 150 miliar euro. Namun, Prancis ingin membatasi akses tersebut hanya untuk perusahaan Uni Eropa, dengan alasan uang pajak warga sebaiknya memperkuat ekonomi kawasan.

“Inggris telah mendapatkan hak untuk mengakses kesepakatan semacam itu karena kepemimpinan yang ditunjukkannya atas Ukraina,” kata pakar pertahanan internasional Sophia Gaston.

Meski begitu, negara-negara seperti Jerman, Italia, Polandia, Belanda, serta kawasan Nordik dan Baltik cenderung mendukung keterbukaan. Kanselir Jerman, Friedrich Merz, disebut sebagai pendukung utama partisipasi Inggris dengan menekankan pentingnya persatuan Eropa dalam situasi geopolitik saat ini.

2. Paket perdagangan baru kurangi hambatan sektor demi sektor

ilustrasi kesepakatan kerjasama (pexels.com/Ketut Subiyanto)

Kesepakatan baru juga mencakup serangkaian langkah pengurangan hambatan dagang secara bertahap, termasuk sektor kesehatan hewan dan tumbuhan (SPS). Perjanjian ini bertujuan memudahkan ekspor-impor produk daging dan tanaman, serta menyederhanakan proses antara Irlandia Utara dan wilayah Inggris lainnya. Namun, Uni Eropa menuntut Inggris patuh terhadap aturan SPS baru di masa depan dan menerima peran Mahkamah Eropa dalam pengawasan.

Permintaan ini berpotensi menimbulkan kritik dari pendukung Brexit garis keras, sekaligus menghambat negosiasi perdagangan dengan AS. Meski ekspor-impor hewan dan tumbuhan hanya menyumbang sebagian kecil dari PDB Inggris, pemerintah akan tetap menjualnya sebagai langkah menguntungkan.

“Pertumbuhan itu agak seperti umpan palsu di sini,” kata Menon.

Sementara itu, Inggris juga baru-baru ini menandatangani kesepakatan dagang dengan India dan mendapatkan keringanan tarif dari AS. Uni Eropa pun mempercepat pembicaraan dagang dengan negara-negara seperti Jepang, Kanada, Australia, dan Singapura, dikutip dari CNA, Senin (19/5/2025).

3. Mobilitas dan kerja sama keamanan jadi bagian kesepakatan luas

ilustrasi gambar bendera Uni Eropa (pexels.com/Photo By: Kaboompics.com)

Salah satu bagian penting lainnya dari reset ini adalah perjanjian mobilitas yang mencakup pengakuan kualifikasi profesional Inggris di Uni Eropa. Ini diharapkan membuka peluang bisnis lintas negara dan mempermudah perjalanan musisi Inggris ke Eropa. Sebagai imbalannya, Uni Eropa, dipimpin Jerman, menekan agar Inggris menerima skema pertukaran pemuda bernama Youth Experience Scheme (YES).

Skema serupa sudah dimiliki Inggris dengan Kanada, Australia, Jepang, dan Korea Selatan, namun pembahasan dengan Uni Eropa berjalan alot karena pemerintah Starmer masih berhati-hati terhadap angka migrasi. Kantor Imigrasi Inggris disebut akan memperketat syarat dan membatasi jumlah peserta dari Eropa.

Di luar itu, pembahasan turut mencakup kerja sama mengatasi migrasi ilegal, penyederhanaan perdagangan energi, dan perpajakan karbon. Inggris juga berharap bisa mengurangi hambatan perdagangan di sektor kimia dan farmasi serta memperoleh akses ke basis data keamanan Uni Eropa. Namun, Uni Eropa menolak, dengan alasan hal ini akan membuka tuntutan serupa dari negara nonanggota lainnya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anata Siregar
EditorAnata Siregar
Follow Us