Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Kabinet Gemuk Prabowo Berpotensi Bikin APBN Bengkak hingga Rp1,95 T

Presiden Terpilih Prabowo Subianto menyampaikan keterangan pers usai melakukan pertemuan dengan sejumlah tokoh di kediamannya di Kertanegara, Jakarta Selatan, Senin (14/10/2024). (ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)
Intinya sih...
  • Penelitian Celios: Pemilihan kabinet Prabowo-Gibran tak berdasar meritrokrasi, berpotensi pemborosan anggaran signifikan.
  • Potensi pembengkakan anggaran hingga Rp1,95 triliun selama lima tahun ke depan akibat koalisi gemuk.

Jakarta, IDN Times - Center of Economic and Law Studies (Celios) mengungkapkan ada  potensi pembengkakan anggaran dalam APBN akibat gemuknya kabinet pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Pemilihan tersebut dinilai tidak didasari atas meritrokrasi, melainkan hanya kepentingan balas budi politik.

Peneliti Celios, Galau D Muhammad mengatakan, pembagian jabatan tersebut tidak hanya menimbulkan kekecewaan secara moral, tetapi juga berpotensi menciptakan pemborosan anggaran yang signifikan.

“Semakin banyaknya wakil menteri yang diangkat berarti akan meningkatkan belanja negara, termasuk gaji para staf pendukung, pengadaan mobil dinas, fasilitas kantor, hingga pembayaran gaji pensiun bagi menteri dan wakil menteri tersebut,” ujar Galau dalam laporan analisis Celios, Jumat (18/10/2024).

1. Anggaran berpotensi bengkak hingga Rp1,95 triliun

ilustrasi APBN (IDN Times/Aditya Pratama)

Analisa Celios menunjukkan adanya potensi pembengkakan anggaran hingga Rp1,95 triliun selama lima tahun ke depan akibat koalisi gemuk. Angka ini belum termasuk beban belanja barang yang timbul akibat pembangunan fasilitas kantor/gedung lembaga baru.

Peneliti Celios lainnya, Achmad Hanif Imaduddin juga menyampaikan, kerugian yang dihadapi negara akibat fenomena ini tidak hanya sebatas pada pemborosan fiskal tetapi juga memperlebar angka ketimpangan.

“Meskipun gaji menteri relatif kecil dibandingkan jabatan lain, posisi ini dapat membawa dampak ekonomi yang luas, seperti kenaikan nilai saham perusahaan yang dimiliki oleh menteri yang dapat dilihat sebagai manfaat dari akses kekuasaan,” tutur dia.

Hanif pun menilai fenomena ini dapat menciptakan ketimpangan baru di masyarakat karena pejabat-pejabat tersebut mendapatkan keuntungan ganda dari posisi kekuasaannya.

2. Penguatan fungsi lembaga pengawas anggaran

Gedung Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). (setkab.go.id)

Oleh karena itu, Celios menyarankan adanya penguatan mekanisme pengawasan anggaran dan transparansi dalam pengelolaan sumber daya publik. Penguatan fungsi lembaga-lembaga, seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan Mahkamah Agung (MA) menjadi penjaga terakhir untuk memastikan akuntabilitas.

BPK juga perlu diberikan wewenang lebih untuk mengaudit penggunaan anggaran kementerian dan lembaga, termasuk menindaklanjuti proses legal penegakan. Selain itu, KPK dan MA juga berperan penting dalam menegakkan hukum tanpa pandang bulu terhadap para pelanggar kebijakan anggaran dan pejabat yang menyalahgunakan wewenang.

"Sinergi kuat antar lembaga ini akan menjadi kunci dalam menciptakan pemerintahan yang bersih, efisien, dan berorientasi pada kepentingan rakyat. Apabila lembaga-lembaga ini juga lemah, negara bisa kehilangan arah," tulis Celios dalam laporan hasil analisisnya.

3. Mayoritas nama yang dipanggil Prabowo mengisi kabinet dari kalangan politikus

Maman Abdurrahman jadi salah satu orang yang datangi rumah Presiden Terpilih, Prabowo Subianto di Jalan Kertanegara IV, Jakarta Selatan, Senin (14/10/2024). (IDN Times/Tata Firza)

Sebagaimana diketahui, presiden terpilih Prabowo Subianto telah memanggil sejumlah sosok untuk menjadi menteri, wakil menteri (wamen), dan kepala badan guna mengisi kabinet pemerintahan yang akan dipimpinnya selama lima tahun hingga 2029 nanti.

Dalam analisisnya, Celios menemukan mayoritas nama yang dipanggil tersebut adalah politikus dengan proporsi 55,6 persen atau 60 dari 108 kandidat.

Proporsi profesional teknokrat hanya sebesar 15,7 persen atau 17 dari 108 calon. Kemudian disusul kalangan TNI/Polri (8,3 persen), pengusaha (7,4 persen), tokoh agama (4,6 persen), dan selebriti (2,8 persen). Sayangnya, hanya 5,6 persen yang berasal dari kalangan akademisi.

Di antara kandidat berlatar politikus tersebut, terdapat 45 kandidat yang terafiliasi partai. Gerindra menguasai kabinet dengan proporsi mencapai 26,7 persen (12 orang), disusul Golkar sekitar 24,4 persen (11 orang), sedangkan Demokrat, PAN, dan PKB mendapat jatah seragam 8,9 persen (empat orang).

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Ridwan Aji Pitoko
EditorRidwan Aji Pitoko
Follow Us