Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Kadin Optimistis Ruang Negosiasi Tarif Baru AS Masih Terbuka

Ketua Umum Kadin, Anindya Bakrie (IDN Times/Ilman Nafi'an)
Intinya sih...
  • Ketua Kadin optimistis tentang negosiasi tarif AS yang masih terbuka
  • Kadin mendukung langkah strategis pemerintah Indonesia dalam menghadapi tarif resiprokal AS
  • Kadin akan menggunakan jalur hubungan dengan US Chamber of Commerce untuk negosiasi dan mempersiapkan kerja sama bisnis dengan AS

Jakarta, IDN Times - Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Anindya Novyan Bakrie optimistis langkah negosiasi terhadap penetapan tarif baru AS untuk Indonesia masih terbuka. Anindya menjelaskan, keputusan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang menetapkan pengenaan tarif timbal balik (resiprokal) sebesar 32 persen untuk Indonesia merupakan opening statement dan masih bisa berubah.

"Saya yakin, kita bisa melakukan negosiasi dengan AS, antara lain karena posisi geopolitik dan geoekonomi Indonesia. Saya melihat pernyataan Presiden Trump merupakan opening statement. Artinya pintu negosiasi masih terbuka,” tegasnya dalam keterangan tertulis, Jumat (4/4/2025).

Ia menjelaskan, posisi Indonesia sangat strategis di Kawasan Pasifik. Selain bagian dari kekuatan ekonomi ASEAN, Indonesia adalah anggota APEC yang strategis. Indonesia sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia dan pimpinan negara nonblok, juga tentu menjadi pertimbangan Trump.

1. Pemerintah perlu siapkan langkah strategis hadapi kebijakan tarif Trump

Trump menunjukkan rincian tarif timbal balik AS. (The White House, Public domain, via Wikimedia Commons)

Kadin mendukung keputusan pemerintah Indonesia untuk mempersiapkan berbagai langkah strategis menghadapi penerapan tarif resiprokal AS dan melakukan negosiasi dengan Pemerintah AS.

"Komunikasi yang intens dengan Pemerintah AS di berbagai tingkatan, termasuk mengirimkan delegasi tingkat tinggi ke Washington DC untuk melakukan negosiasi langsung dengan Pemerintah AS adalah langkah yang tepat," tegasnya. 

2. Kadin Indonesia akan lakukan negosiasi melalui jalur Kadin AS

ilustrasi ekspor impor (Pexels.com)

Tak hanya menunggu pemerintah melakukan negosiasi, Kadin  Indonesia akan turut  menggunakan jalur hubungan dengan Kamar Dagang Amerika Serikat (US Chamber of Commerce) yang sudah terjalin baik selama ini.

Anindya bercerita dalam kunjungan Presiden Prabowo Subianto di November 2024, Kadin Indonesia bertemu dengan US Chamber of Commerce untuk mengantisipasi kebijakan ekonomi Presidenan Trump yang ke 2, dan mulai membangun fondasi B2B sebagai mitra sejawatnya

"Rencananya awal Mei akan berkoordinasi dengan Pemerintah, Kadin Indonesia akan ke AS untuk menindaklanjuti kerja sama dengan US Chamber of Commerce dan menghadiri beberapa konferensi bisnis/ekonomi untuk menyikapi perkembangan terakhir," jelasnya. 

3. Tarif impor 32 persen akan memiliki dampak signifikan bagi ekonomi Indonesia

ilustrasi ekspor impor (IDN Times/Aditya Pratama)

Meski demikian, Anindya tak menampik bahwa kebijakan tarif impor 32 persen akan memiliki dampak signifikan bagi ekonomi Indonesia, khususnya laju neraca pembayaran, neraca perdagangan hingga arus investasi. 

AS merupakan pemasok valuta asing terbesar, yang menyumbang surplus perdagangan sebesar 16,8 miliar dolar AS pada tahun 2024. Mitra dagang bilateral terbesar Indonesia pada tahun 2024 adalah AS yang memberikan surplus 16,8 miliar dolar AS  kepada Indonesia.

"Hampir semua ekspor komoditas utama Indonesia ke AS meningkat pada tahun 2024. Sebagian besar barang Indonesia yang diekspor ke AS adalah produk manufaktur, yaitu peralatan listrik, alas kaki, pakaian, bukan komoditas mentah," jelasnya.

Selama ini, produk Indonesia dikenakan tarif impor sekitar 10 persen di AS. Namun, faktanya, beberapa barang konsumsi sepenuhnya bebas bea masuk, karena Indonesia menikmati fasilitas preferensi sistem umum (GSP) yang diberikan oleh pemerintah AS kepada negara-negara berkembang.

Untuk memperkuat neraca perdagangan pasca keputusan Trump, negosiasi perdagangan dapat dilakukan lebih selektif. Fokus bisa di lakukan kepada industri padat karya terdampak secara vertikal, hulu hingga hilir. Selain itu, Indonesia perlu membuka pasar baru selain Asia Pasifik dan ASEAN, yakni pasar Asia Tengah, Turki dan Eropa, sampai Afrika dan Amerika Latin.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Jujuk Ernawati
EditorJujuk Ernawati
Follow Us