Kemenkeu Buka Suara soal Permacrisis Imbas Konflik Tak Kunjung Usai

- Febrio anggap permacrisis kontradiktif, namun mengisyaratkan ketidakpastian dan tantangan di masa depan.
- Febrio singgung tarif Trump dan aksi Agustus yang memengaruhi perekonomian nasional secara global dan domestik.
- Febrio tekankan pelajaran dari kejadian global dan domestik sebagai bekal untuk ketahanan ekonomi Indonesia ke depan.
Jakarta, IDN Times - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) angkat bicara mengenai perkembangan kondisi global yang tak kunjung membaik. Menurutnya, situasi ketidakpastian dunia saat ini sudah menjadi hal yang berlangsung secara berkelanjutan.
Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal (DJSEF) Febrio Nathan Kacaribu menjelaskan dinamika global yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir masih terus berlangsung. Itu terlihat dari berlanjutnya Perang Rusia-Ukraina dan munculnya berbagai gejolak di kawasan Timur Tengah yang naik turun.
"Di tempat-tempat lain juga kita melihat gejala-gejala untuk konflik geopolitik itu masih sangat tinggi. Dan mungkin belum akan turun," katanya dalam Investortrust Economic Outlook 2026 “Tahun 2026, Tahun Ekspansi” di Jakarta, Rabu (5/11/2025).
1. Anggap permacrisis kontradiktif

Febrio menanggapi adanya pihak-pihak yang belakangan menyuarakan istilah 'permacrisis'. Istilah tersebut, kata dia, secara harfiah memang terasa kontradiktif, sebab krisis seharusnya tidaklah bersifat permanen.
Meski demikian, Febrio menyatakan apapun istilah yang digunakan, kondisi tersebut mengisyaratkan ketidakpastian dan tantangan yang akan dihadapi ke depan sudah menjadi sesuatu yang pasti akan terjadi.
"Nah kalau namanya permacrisis itu menjadi agak kontradiktif ya. Krisis itu kan harusnya nggak permanent. Tapi istilah digunakan kok lucu namanya permacrisis. Tapi artinya apapun yang akan kita hadapi ke depan itu sudah given," tuturnya.
2. Singgung tarif Trump dan aksi Agustus

Febrio menyebutkan sejak awal tahun, berbagai kejadian telah memengaruhi perekonomian nasional. Secara global, Febrio mencontohkan kebijakan tarif resiprokal dari Presiden AS Donald Trump.
"Lalu di dalam domestik kita juga menghadapi kondisi sosial yang tidak terlalu kondusif. Bahkan kemudian terjadi situasi di bulan Agustus akhir terutama yang membuat kita harus melakukan kalibrasi ulang," paparnya.
3 Pelajaran untuk ketahanan ekonomi Indonesia

Febrio menekankan kejadian-kejadian global yang mengejutkan maupun domestik yang belum lama terjadi harus terus digunakan sebagai pelajaran berharga.
"Nah kejadian seperti ini tentunya masih fresh dalam benak kita. Dan kita akan terus menggunakan lesson learned dari beberapa event yang paling recent tersebut," tambahnya.


















