Kementerian PKP Minta BPK Audit Pengembang Nakal

- Kementerian PKP minta BPK audit program FLPP untuk tata kelola dana subsidi perumahan.
- Menteri PKP temukan rumah tidak layak huni dalam program FLPP, termasuk keramik mudah retak dan sistem sanitasi tidak optimal.
- Ada sekitar 14 pengembang bermasalah di Jabodetabek yang membangun rumah subsidi yang tidak sesuai standar.
Jakarta, IDN Times - Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan audit dengan tujuan tertentu terhadap program fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP).
Audit program rumah subsidi itu bertujuan menelusuri tata kelola dana subsidi perumahan, mengidentifikasi pihak yang bertanggung jawab, serta memastikan kualitas hunian bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) sesuai standar yang ditetapkan.
"Saya selaku Inspektor Jenderal yang mempunyai tugas fungsi pengawasan hari ini saya sudah membuat surat kepada BPK RI untuk dilakukan audit dengan tujuan tertentu," kata Inspektur Jenderal Kementerian PKP Heri Jerman dalam konferensi pers di kantornya, Kamis (13/2/2025).
1. Kementerian PKP menemukan banyak rumah subsidi tidak layak

Heri menjelaskan Menteri PKP Maruarar Sirait bersama jajaran eselon I telah meninjau langsung beberapa lokasi perumahan yang termasuk dalam program FLPP dalam beberapa minggu terakhir.
Dalam inspeksi tersebut, mereka menemukan adanya rumah yang tidak layak huni dan tidak layak fungsi. Padahal, program FLPP bertujuan memastikan MBR mendapatkan hunian yang layak, sesuai dengan komitmen pemerintah dalam penyediaan perumahan bersubsidi.
"Ternyata sangat disayangkan kita temukan rumah tidak layak huni, rumah tidak layak fungsi," ungkapnya.
2. Kondisi rumah subsidi yang tidak layak sangat memprihatinkan

Terkait rumah tidak layak fungsi, Heri mengungkapkan banyak tanah di lokasi perumahan yang tidak dipadatkan dengan benar. Hal itu membuat keramik mudah retak setelah dipasang.
Selain itu, sistem sanitasi dan saluran pembuangan air tidak berfungsi optimal, sehingga air cenderung menggenang saat hujan.
"Saya lihat sendiri itu ternyata tidak sesuai dengan sebagaimana mestinya. Bahkan tembok-tembok banyak yang mengelupas. Ini sungguh memprihatinkan," kata Heri.
3. Totalnya ada 14 pengembang yang masuk dalam laporan BPK

Heri mengungkapkan berdasarkan data yang telah disampaikan ke BPK, terdapat sekitar 14 pengembang bermasalah di wilayah Jabodetabek. Jumlah itu masih bersifat sementara karena proses inspeksi ke berbagai lokasi perumahan subsidi masih berlangsung.
Dia menambahkan, setiap pengembang umumnya membangun sekitar 1.000 hingga 1.200 unit rumah, meskipun jumlahnya bervariasi antara satu pengembang dengan yang lain.
"Jumlah yang nakal kalau berdasarkan data yang saya sampaikan ke BPK ini untuk di daerah Jabodetabek aja ini sekitar ada 14. Ini belum, masih sebagian yang baru kita kelilingi," tambahnya.