Konsumsi Rumah Tangga Kerek Pertumbuhan Ekonomi, Daya Beli Pulih?

- Mobilitas tinggi dorong kenaikan konsumsi.
- Belanja online ikut kerek pertumbuhan ekonomi.
- Optimisme konsumen terlihat dari impor barang konsumsi.
Jakarta, IDN Times - Konsumsi rumah tangga mencatatkan pertumbuhan 4,97 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) pada kuartal II-2025. Berkontribusi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Angka tersebut sedikit lebih tinggi dibandingkan capaian pada periode yang sama tahun sebelumnya, yakni 4,93 persen. Alhasil, konsumsi rumah tangga memberikan kontribusi sebesar 2,64 persen terhadap total pertumbuhan 5,12 persen.
Deputi Bidang Neraca dan Analisis Wilayah BPS, Moh. Edy Mahmud menyampaikan konsumsi masyarakat masih didorong oleh kebutuhan dasar seperti bahan makanan, makanan jadi, dan transportasi.
"Jadi, apakah daya beli sudah pulih? Kita hanya menyampaikan data memang konsumsinya demikian," katanya dalam konferensi pers, Selasa (5/8/2025).
1. Mobilitas tinggi dorong kenaikan konsumsi

Edy menjelaskan pertumbuhan konsumsi rumah tangga terutama dipicu oleh meningkatnya kebutuhan primer dan mobilitas rumah tangga sepanjang kuartal II. Momentum libur hari besar keagamaan dan musim liburan sekolah turut meningkatkan aktivitas pariwisata yang berdampak pada permintaan makanan jadi, transportasi, dan akomodasi.
BPS mencatat perjalanan wisatawan nusantara tumbuh 22,32 persen secara tahunan dan 17,34 persen secara kuartalan. Selain itu, volume transaksi Gerbang Tol Otomatis (GTO) Jasa Marga juga naik 2,86 persen dibandingkan dengan kuartal sebelumnya.
"Faktor yang mendorong konsumsi rumah tangga utamanya adalah meningkatnya kebutuhan primer dan mobilitas rumah tangga. Kita tahu tadi mobilitas penduduk cukup tinggi di triwulan II," sebutnya.
2. Belanja online ikut kerek pertumbuhan ekonomi

Di sisi lain, BPS mencatat pertumbuhan transaksi perdagangan elektronik dari e-ritel dan marketplace sebesar 7,55 persen secara kuartalan. Itu merupakan data baru yang mencerminkan adanya pergeseran belanja masyarakat dari kanal offline ke online.
Dia menyebut fenomena pergeseran tersebut belum banyak terungkap dalam data sebelumnya, karena aktivitas belanja online sulit diamati secara kasat mata dibandingkan transaksi konvensional.
"Ini yang barangkali ini data yang baru pertama kali kita dapatkan ya, bahwa pertumbuhan transaksi di e-ritel marketplace juga cukup tinggi. Ini barangkali yang menjadi salah satu penyebabnya," ujar Edy.
3. Optimisme konsumen terlihat dari impor barang konsumsi

BPS juga mencatat kenaikan impor barang konsumsi sebesar 7,60 persen secara tahunan dan 9,80 persen secara kuartalan. Itu terjadi setelah permintaan rumah tangga sempat tertahan, dan dinilai sebagai bentuk meningkatnya optimisme pada kuartal kedua.
Edy menyampaikan perkembangan tersebut akan terus dipantau pada kuartal berikutnya untuk melihat dampaknya terhadap perekonomian nasional.
"Jadi ini yang terjadi dengan konsumsi rumah tangga di tempat kita. Mudah-mudahan ini akan terus membaik ya ke depan di triwulan III dan seterusnya untuk bisa kemudian mendorong perekonomian secara nasional," tambahnya.