LPS Akan Luncurkan dan Ajak Bank Nasional Terapkan SCV

Bandung, IDN Times – Direktur Grup Penanganan Klaim Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Ade Rahmat mengatakan, mulai awal tahun depan LPS akan mendorong bank-bank nasional untuk menerapkan Single Customer View (SCV).
Ade mengatakan, SCV tersebut ditujukan untuk mempercepat proses rekonsiliasi dan verifikasi agar mempermudah dan mempersingkat waktu pencairan klaim dana nasabah apabila bank tempatnya menyimpan dana mengalami kegagalan. Ia juga mengatakan, sistem SCV ini sebenarnya bukan hal baru di dunia perbankan global.
“Di negara-negara lain, ini bukan merupakan barang baru sebenarnya. Ini sudah banyak diimplementasikan oleh bank-bank. Bank sentral ataukah memang LPS di negara lain,” jelasnya dalam media workshop di Bandung, Jumat (10/12/2021) malam.
1. Pengertian Single Customer View (SCV)

Menurut penjelasan Ade, secara definisi SCV dapat diartikan sebagai informasi yang secara keseluruhan terkait dengan data per nasabah sendiri. Baik itu data simpanan berupa giro, deposito dan tabungan, maupun juga data pinjaman dari nasabah.
“Nah nanti di dalam SCV seluruh simpanan ini akan diakumulasikan jumlahnya. Jadi ketahuan nanti berapa jumlah dan total simpanannya terus juga kewajibannya, baik itu kartu kredit, Kredit Pemilikan Rumah (KPR), ataukah pinjaman lainnya yang ada di satu bank,” jelasnya.
Ia lebih lanjut menyatakan, SCV ini nantinya akan memudahkan LPS untuk memperoleh informasi mengenai data simpanan maupun kewajiban nasabah tersebut, di bank yang bersangkutan.
2. Membantu nasabah mencairkan dananya lebih cepat

Ade menjelaskan, di dunia perbankan internasional ada lembaga penjamin simpanan internasional yang disebut International Association of Deposit Insurers (IADI). Lembaga ini memiliki tolok ukur waktu pencairan dana nasabah dari bank yang gagal, yakni selama tujuh hari.
“Jadi setelah gagal, maksimal tujuh hari setelah dicabut izin usaha bank itu, harus dilakukan pembayaran klaim simpanan nasabah. Jadi yang menjadi masalah adalah di ketentuan kita di UU LPS Pasal 16 ayat 3, itu disebutkan bahwa LPS paling lama untuk menentukan simpanan baik statusnya layak bayar ataupun tidak layak bayar, 90 hari,” jelasnya.
Ade mengungkapkan, target LPS adalah untuk mempersingkat perbedaan (gap) waktu pencairan tersebut, agar nasabah bank yang gagal bisa mencairkan dana lebih cepat.
“Nah kita ingin berubah juga dari LPS, bukan hanya industri perbankan yang selalu memberikan pelayanan kecepatan maupun layanan yang prima. Begitu juga kita sebagai lembaga pemerintah juga ingin memberikan pelayanan kepada nasabah-nasabah di Indonesia, agar nasabah-nasabah Indonesia juga diberikan suatu kecepatan atau ketepatan juga terkait dengan data simpanannya, yang nanti ketika suatu waktu bank tersebut dinyatakan gagal, kita dapat segera membayarkan simpanan nasabah tersebut. Untuk itu perlu yang namanya SCV,” jelas Ade.
3. Waktu pasti pencairan

Terkait waktu pasti pencairan, Ade menyatakan, dari sisi internal LPS mengupayakan untuk secepatnya.
“Kita sampai saat ini emang yang kita lakukan mengejar benchmark yang tujuh hari. Jadi memang kita perlu tahapan. Ini kan uji coba baru dilakukan ya dari Juli 2020 sampai nanti akhir Desember 2021 ini. Nanti ketika Januari itu, bank-bank akan mengaplikasikan yang namanya SCV client dan nanti dari SCV client ini memang target awal kita 15 hari. Untuk sementara dan makin kedepan, makin bertambah tahun nanti, mungkin sampai dengan yang tujuh hari tadi,” jelasnya.
“Mudah-mudahan ke depannya karena keadaan ekonomi yang masih membaik, memang tidak ada istilahnya saat ini berasumsi adanya bank gagal,” tambah Ade.