Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Mau Bisnis Fintech? Simak 3 Saran dari Mantan Menkeu Ini

tech.eu

Jakarta, IDN Times – Perkembangan teknologi membuat banyak industri tidak bisa mengabaikannya begitu saja. Salah satu industri yang tengah marak berkembang adalah Financial Technology atau yang dikenal dengan sebutan Fintech.

Industri ini membantu dan memudahkan penggunanya dalam hal keuangan. Mulai dari mengatur keuangan, melakukan transaksi keuangan, memberikan sarana melakukan pinjaman, sampai memberikan masukan terkait pengambilan keputusan dalam bidang keuangan.

Mantan Menteri Keuangan Muhammad Chatib Basri pun ikut memberikan pendapatnya adalam acara FINTECH FESTIVAL (FINFEST) 2018 yang diselenggarakan oleh Mobiliari Group Rabu (29/3) di kawasan SCBD, Jakarta. Menurut dia, ada beberapa hal yang harus dimiliki oleh pengusaha yang memilih mengembangkan fintech.

1. Big Data kunci dari Fintech

Default Image IDN

Menurut Chatib, perkembangan teknologi menjadi sesuatu yang tidak bisa dihindari. Tidak juga untuk ditakuti. Perkembangan ini seharusnya dapat dimanfaatkan dengan baik untuk memberikan berbagai kemudahaan dan kenyamanan bagi masyarakat dalam berbagai bidang.

“Kunci dari digital technology adalah big data,” kata Chatib. Oleh sebab itu big data tidak boleh disepelekan. Big data memungkinkan rekam jejak setiap individu terus terekam di internet dan dapat kembali dikonsumsi setiap saat dibutuhkan.

“Jejak digital kita akan selalu ada, dan bisa dicari kembali. Dari situ kita tahu reputasi kita,” kata Chatib lagi. 

Namun justru big data memungkinkan untuk orang tahu kebiasaan seseorang dengan sangat detail. Setiap kebiasaan ini yang akan digunakan datanya oleh Fintech untuk menyediakan jasa yang tepat sasaran dan tepat menjawab kebutuhan pengguna. “Tidak ada yang lebih lengkap dalam membuat credit score selain big data.” Kata Chatib

Chatib mengatakan, wajar jika saat ini berbagai Fintech mencoba menjangkau konsumennya dengan pendekatan personal.

Bahkan, ia menduga segala sesuatu kedepannya sudah diatur dan disesuaikan dengan kebutuhan pengguna. “Tidak akan surprise jika suatu hari kredit bank itu berbeda untuk setiap orang,” katanya.

2. Regulasi pemerintah harus dinamis

https://cdn.idntimes.com/content-images/post/20180110/2-2-4ed569f0fbd5ff39ec37531f5b02b761.jpg

Kesulitan lain yang akan dihadapi dengan maraknya perkembangan teknologi terlebih perkembangan Fintech adalah terkait dengan aturan atau regulasi. Perkembangan yang pesat, menurut Chatib, bisa mengejutkan para pelaku usaha. Untuk itu perlu standar khusus dari pemerintah.

“Saat pertama mendengar akan ada yang membangun peer to peer lending yang saya pertama pikiran adalah bagaimana cara kontrolnya?” kata Chatib. Menurutnya hal krusial yang harus dipikirkan regulator adalah mengenai bagaimana regulator bisa membuat peraturan yang sebentar saja barangnya sudah hilang.

Ia memberi contoh, tentang ketentuan dalam undang-undang tenaga kerja. “Ketentuan tenaga kerja, bekerja dari jam 9 sampai jam 5, setelah jam 5 extra hour bayar lembur,” katanya memberikan contoh.

“Saya wawancara millennials, dia ga tanya gaji, dia ga tanya career paths, yang dia bisa tanya saya bisa kerja dari rumah engga?,” lanjutnya. Menurut Chatib dengan fenomena tersebut undang-undang tentang tenaga kerja menjadi tidak lagi relevan.

“Kita ada di dalam sebuah era dimana regulator itu setiap regulasi yang dibuat esoknya akn usang,” kata Chatib. Hal ini menurut Chatib terjadi tidak hanya di Indonesia namun juga diseluruh dunia.

Chatib lalu memberikan saran kepada regulator di Indonesia. “Kalau sesuatu itu ga bisa dicegah ga bisa dilarang tapi berbahaya maka kita harus mengerti dengan baik agar hal itu bisa dimonitor,” katanya.

3. Tren pekerjaan di masa depan yang akan berubah

Default Image IDN

Perkembangan Fintech yang cepat, kata Chatib, juga memunculka  kekhawatian mengenai pekerjaan di masa depan. Beberapa pihak khawatir pekerjaan di masa depan justru akan hilang. Namun, dia mengaku tak setuju dengan asumsi tersebut.

“Saya agak kurang sependapat dengan ini. Karena yang akan terjadi menurut saya adalah re-definition of job. Pekerjaannya ga akan hilang, tapi dia (masyarakat) butuh skillset yang baru.” Tambahnya.

Chatib menjadikan dunia perbankan sebagai contoh. Saat ini, tidak lagi banyak orang yang datang ke bank untuk melakukan transaksi keuangan. Yang kerap menjadi pertanyaan adalah apa yang harus dilakukan kepada teller bank kelak. “Esensinya future work adalah re-training.” Kata Chatib.

Menurutnya hal yang menjadi permasalahan adalah dibutuhkan pengetahuan untuk melakukan re-training mengenai skillset yang akan diperlukan kedepannya. Ia juga mengatakan kedepannya Human Resources Development akan berubah total pekerjaannya dengan pola yang terjadi.

Menurut Chatib, isu yang nantinya akan timbul adalah adanya dua kelompok masyarakat. “ada kelompok dengan skillset, ide dan inovasi yang hebat dan akan ada yang unskilled,” kata Chatib. Sisi ini nantinya dalam jangka pendek akan menimbulkan sisi individualisme yang sangat tinggi.

 

 

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Margith Juita Damanik
EditorMargith Juita Damanik
Follow Us