Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Mengenal Pajak Hiburan: Apa yang Perlu Kita Tahu?

ilustrasi pajak (pexels.com/Photo By: Kaboompics.com )
ilustrasi pajak (pexels.com/Photo By: Kaboompics.com )

Pajak hiburan merupakan salah satu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah. Pajak ini dikenakan pada berbagai acara hiburan, seperti konser, teater, dan festival.

Meskipun terdengar rumit, pajak hiburan sebenarnya memiliki peran penting dalam mendukung ekonomi lokal. Dengan adanya pajak ini, pemerintah dapat mengumpulkan dana untuk proyek-proyek publik dan pengembangan infrastruktur.

Selain itu, pajak hiburan juga memastikan bahwa penyelenggaraan acara memenuhi standar yang baik, sehingga memberikan pengalaman yang lebih baik bagi masyarakat.

Di bawah ini sudah IDN Times rangkum mengenai pajak hiburan beserta jenisnnya.

1. Pengertian serta dasar hukum pajak hiburan

ilustrasi menghitung pajak (pixabay.com/stevepb)
ilustrasi menghitung pajak (pixabay.com/stevepb)

Pajak hiburan adalah pajak yang dikenakan atas penyelenggaraan acara hiburan, yang harus dibayar oleh individu atau badan yang menikmati hiburan tersebut. Sementara itu, pihak yang bertanggung jawab untuk membayar pajak hiburan ke kas daerah adalah individu atau badan yang menyelenggarakan acara hiburan.

Dasar hukum pengenaan pajak hiburan tercantum dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD). Pemberlakuan ini diperbarui melalui UU No. 1 Tahun 2022 yang membahas Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).

Namun, untuk pengaturan teknis mengenai pelaksanaan pajak hiburan, setiap daerah mengatur lebih lanjut melalui Peraturan Daerah (Perda) sesuai dengan kebijakan pemerintah setempat.

Dalam UU No. 1/2022, pajak hiburan juga termasuk dalam kategori Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT). PBJT adalah pajak yang dibayarkan oleh konsumen akhir atas konsumsi barang dan/atau jasa tertentu. Dengan demikian, barang dan jasa yang termasuk dalam kategori ini akan dikenakan pajak ketika dijual atau diserahkan kepada konsumen akhir.

2. Jenis pajak hiburan atau BPJT

Ilustrasi Menonton Konser(Pexels/PicJumbo)
Ilustrasi Menonton Konser(Pexels/PicJumbo)

Menurut Pasal 55 UU Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD), objek pajak hiburan mencakup berbagai jenis jasa kesenian dan hiburan yang dikenakan pajak, antara lain:

  1. Tontonan film atau bentuk tontonan audio visual lainnya yang dipertontonkan secara langsung di suatu lokasi tertentu
  2. Pagelaran kesenian, musik, tari, dan/atau busaha
  3. Kontes kecantikan
  4. Kontes binaraga
  5. Pameran
  6. Pertunjukan sirkus, akrobat, dan sulap
  7. Pacuan kuda dan perlombaan kendaraan bermotor
  8. Permainan ketangkasan
  9. Olahraga permainan dengan menggunakan tempat/ruang dan/atau peralatan dan perlengkapan untuk olahraga dan kebugaran
  10. Rekreasi wahana air, wahana ekologi, wahana pendidikan, wahana budaya, wahana salju, wahana permainan, pemancingan, agrowisata, dan kebun binatang
  11. Panti pijat dan pijat refleksi
  12. Diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa.

Namun, ada beberapa jenis jasa kesenian dan hiburan yang tidak dikenakan pajak, yaitu:

  • Sebagai promosi budaya tradisional dengan tidak dipungut bayaran
  • Kegiatan layanan masyarakat dengan tidak dipungut bayaran
  • Bentuk kesenian dan hiburan lainnya yang diatur dengan Perda.

3. Dasar pengenaan pajak dan tarifnya

ilustrasi bayar pajak (pexels.com/Leeloo The First)
ilustrasi bayar pajak (pexels.com/Leeloo The First)

Dasar pengenaan pajak PBJT untuk sektor hiburan adalah jumlah yang dibayarkan oleh konsumen untuk barang atau jasa yang mereka nikmati.

Secara umum, tarif pajak hiburan memiliki batas maksimum sebesar 10 persen. Namun, untuk jenis jasa hiburan tertentu, seperti diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa, tarif pajak dapat berkisar antara 40 persen hingga 75 persen.

Tarif yang tepat untuk setiap jenis jasa hiburan ditentukan oleh pemerintah daerah melalui Peraturan Daerah (Perda) masing-masing.

4. Contoh perhitungan pajak hiburan

Creathink Publicist
Creathink Publicist

Menghitung pajak hiburan cukup sederhana, yaitu dengan mengalikan total nilai barang atau jasa yang dibeli oleh konsumen dengan tarif pajak yang berlaku.

Contoh:

Manajer A bersama 5 orang rekan kerjanya membeli tiket untuk menonton konser band C di Gedung XYZ di Jakarta. Harga tiket pertunjukan opera adalah Rp200 ribu per orang, yang belum termasuk tarif pajak hiburan sebesar 10 persen.

Manajer A dan kelima rekannya membeli 6 tiket untuk pertunjukan tersebut. Maka, biaya total yang harus dibayar Manajer A, termasuk tarif pajaknya, adalah sebagai berikut:

Jumlah harga tiket:
= Rp200 ribu x 6 tiket
= Rp1,2 juta

Tarif pajak hiburan:
= tarif pajak x jumlah harga
= 10 persen x Rp1,2 juta
= Rp120 ribu

Total biaya pertunjukan yang harus dibayar manajer A:
= jumlah harga + tarif pajak
= Rp1,2 juta + Rp120 ribu
= Rp1,32 juta

Jumlah total tersebut adalah kewajiban yang harus disetorkan oleh penyelenggara pertunjukan kepada pemerintah daerah.

Dengan demikian, Gedung XYZ harus menyetorkan pajak hiburan atas pembayaran dari Manajer A dan rekan-rekannya ke pemerintah daerah Jakarta sebesar Rp120 ribu.

5. Keringan dan pengurangan pajak

ilustrasi menghitung pajak (pexels.com/Nataliya Vaitkevich)
ilustrasi menghitung pajak (pexels.com/Nataliya Vaitkevich)

Beberapa daerah memiliki kebijakan berbeda terkait dengan pemungutan pajak daerah. Pemerintah daerah (Pemda) dapat memberikan keringanan atau pengurangan pajak berdasarkan kondisi tertentu, seperti:

  • Bencana alam. Keringanan dapat diberikan jika terjadi bencana alam yang berdampak pada masyarakat.
  • Stimulus bagi wajib pajak. Pemda dapat memberikan bantuan pajak dengan mempertimbangkan kemampuan wajib pajak.
  • Pengentasan kemiskinan. Usaha untuk mengurangi kemiskinan di masyarakat juga menjadi pertimbangan dalam memberikan keringanan pajak.
  • Peningkatan ekonomi masyarakat. Keringanan pajak dapat diberikan untuk mendukung program yang meningkatkan perekonomian lokal.
  • Alasan yang dapat dipertanggungjawabkan. Alasan lain dari wajib pajak yang dilengkapi dengan bukti atau dokumen sah juga dapat menjadi dasar pengajuan keringanan.

Wajib pajak dapat memperoleh keringanan pajak jika mereka mengalami satu atau lebih dari kondisi di atas. Namun, perlu diingat bahwa proses pemeriksaan dan audit akan dilakukan secara ketat ketika wajib pajak mengajukan permohonan keringanan. Dengan demikian, kebijakan ini tidak akan mengganggu penerimaan pajak daerah yang dikelola oleh pemerintah setempat.

6. Sanksi atas pelanggaran pembayaran

ilustrasi menghitung pajak (pexels.com/Nataliya Vaitkevich)
ilustrasi menghitung pajak (pexels.com/Nataliya Vaitkevich)

Jika kewajiban perpajakan tidak dilaksanakan dengan benar dan tepat waktu, wajib pajak akan menghadapi sanksi.

Sebagai contoh, jika ada kesalahan informasi dalam laporan pembayaran pajak, sanksi maksimal yang dapat dikenakan adalah dua tahun penjara dan denda hingga empat kali lipat dari jumlah pajak yang terutang.

Namun, jika kesalahan tersebut tidak disengaja, sanksi yang dikenakan bisa mencapai satu tahun penjara dan denda maksimal dua kali dari jumlah pajak terutang. Kesalahan yang tidak disengaja dianggap sebagai kekeliruan yang wajar dan masih dapat diperbaiki oleh wajib pajak.

Oleh karena itu, penting bagi pelaku usaha di sektor hiburan untuk memahami jenis pajak yang berlaku di daerah mereka. Hal ini agar mereka tidak melanggar aturan perpajakan dan dapat menjalankan bisnis dengan aman.

7. Naik hingga 75 persen pada awal tahun 2024

ilustrasi pajak (Freepik.com/roman-)
ilustrasi pajak (Freepik.com/roman-)

Beberapa pemerintah daerah di berbagai provinsi telah memutuskan untuk menaikkan tarif pajak hiburan paling rendah 40 persen dan paling tinggi 75 persen yang mulai berlaku pada Januari 2024. Salah satu daerah yang melakukan hal ini adalah Daerah Khusus Jakarta (DKJ), yang mengatur kenaikan tarif pajak untuk diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan layanan sejenisnya melalui Peraturan Daerah No. 1 Tahun 2024 tentang PDRD.

Meskipun kenaikan tarif tersebut sesuai dengan ketentuan yang diizinkan oleh undang-undang, langkah ini tetap menuai protes dari para pelaku usaha hiburan. Mereka khawatir bahwa peningkatan biaya ini akan berdampak negatif pada bisnis mereka dan daya tarik industri hiburan di Jakarta.

 

Penulis: Syifa Putri Naomi

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anata Siregar
Putri Ambar
Anata Siregar
EditorAnata Siregar
Follow Us