Mentan Syahrul Yasin Limpo Menghadap Jokowi, Lapor soal Panen Raya

Jakarta, IDN Times - Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menghadap Presiden Joko “Jokowi” Widodo di Istana Negara, pada Jumat (17/2/2023).
Isu soal panen raya menjadi hal utama yang dibawa Syahrul menghadap Jokowi.
“Jadi kita laporkan kepada Bapak Presiden, mulai Februari sampai Maret ini, proses panen raya sudah berlangsung di semua daerah,” kata Syahrul di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta.
1. Awal panen raya sudah dimulai

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), Syahrul mengungkapkan bahwa pada Februari sampai Maret sudah memasuki awal panen raya.
“Untuk Februari saja ada kurang lebih satu hektare. Lalu panen lagi Maret itu 1,9 juta. Itu awal-awal panen raya,” tuturnya.
Syahrul menambahkan bahwa dari Maret hingga April akan memasuki puncak panen. Bahkan produksi beras juga bisa mencapai 5,9 juta ton.
“Totalnya rata-rata 5,9 (juta ton) dari data yang ada ya, yang selama ini kita jadikan rujukan. Walaupun dengan berbagai varietas, yang kita pakai sekarang sudah lebih dari itu, tapi kita pakailah yang terendah 5,9 data BPS,” tuturnya.
“Dan tentu kita berharap ya serapan-serapan ini bisa secara maksimal dilakukan oleh kepentingan-kepentingan konsumen kita,” lanjut Syahrul.
2. Harga beras Indonesia paling mahal se-ASEAN

Harga beras di Indonesia termasuk yang paling tinggi di antara negara-negara tetangga di kawasan ASEAN.
Hal itu diungkapkan Bank Dunia (World Bank) dalam laporan Prospek Ekonomi Indonesia (Indonesia Economic Prospects/IEP) edisi Desember 2022.
"Harga beras eceran di Indonesia secara konsisten menjadi yang tertinggi di ASEAN selama 1 dekade terakhir, yakni 28 persen lebih tinggi dari Filipina, dan dua kali lipat lebih tinggi dari harga beras di Vietnam, Kamboja, dan Thailand," demikian laporan IEP Desember 2022.
3. Harga beras yang tinggi merugikan masyarakat

Bank Dunia menilai masyarakat Indonesia harus menanggung kerugian karena tingginya harga beras dibebankan kepada masyarakat. Dampak itu pun lebih signifikan pada kaum miskin.
"Harga beras yang tinggi juga merugikan petani. Karena dua pertiga dari petani mengonsumsi pangan pokok (beras), dan secara keseluruhan mereka tidak mendapatkan keuntungan dari harga tinggi pada produk pertanian yang mereka hasilkan," lanjut isi laporan tersebut.