Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Meta Gagal Akuisisi Startup AI Milik Ilya Sutskever, Ini Langkah Zuckerberg

Meta (unsplash.com/Mariia Shalabaieva)
Intinya sih...
  • Meta gagal akuisisi startup AI, Safe Superintelligence (SSI), yang didirikan oleh Ilya Sutskever.
  • Meta akhirnya merekrut Daniel Gross dan Nat Friedman untuk memperkuat divisi AI baru bernama Superintelligence Lab.
  • Langkah Meta mencerminkan persaingan ketat dalam perebutan talenta AI, dengan tawaran gaji yang sangat besar bagi peneliti top.

Jakarta, IDN Times - Meta, perusahaan induk Facebook dan Instagram, gagal mengakuisisi Safe Superintelligence (SSI), startup AI yang didirikan mantan kepala ilmuwan OpenAI, Ilya Sutskever. Tawaran dari CEO Meta, Mark Zuckerberg, ditolak langsung oleh Sutskever.

Sebagai langkah lanjutan, Meta merekrut Daniel Gross, CEO dan salah satu pendiri SSI, serta Nat Friedman, mantan CEO GitHub. Meta juga berencana membeli saham di dana ventura milik keduanya, NFDG, untuk memperkuat pengembangan AI perusahaan. Informasi ini diperoleh dari sumber yang mengetahui strategi Meta.

1. Gagal akuisisi Safe Superintelligence

Pada Jum'at (20/6/2025), Meta dikabarkan mencoba mengakuisisi SSI, startup AI dengan fokus pada pengembangan superintelijen yang aman. Startup ini didirikan setahun lalu oleh Ilya Sutskever, setelah hengkang dari OpenAI, dan telah mencapai valuasi 32 miliar dolar Amerika Serikat (AS) (Rp524,8 triliun) per April 2025. Tawaran Meta, termasuk upaya merekrut langsung Sutskever, ditolak mentah-mentah.

“Meta berusaha keras mengamankan posisinya di pasar AI, tetapi pendekatan Ilya Sutskever yang berfokus pada keamanan tidak sejalan dengan visi komersial mereka,” ujar sumber yang dekat dengan negosiasi, dikutip dari CNBC.

Penolakan ini menegaskan komitmen Sutskever menjaga independensi SSI dalam mengejar misinya. SSI sebelumnya menggalang dana 1 miliar dolar AS (Rp16,4 triliun) pada September 2024 dari investor seperti Andreessen Horowitz dan Sequoia Capital.

Kegagalan akuisisi membuat Meta mengalihkan fokus untuk memperkuat divisi AI lewat perekrutan talenta. Ini bagian dari strategi Zuckerberg menyusul investasi senilai 14,3 miliar dolar AS (Rp235,5 triliun) di Scale AI pekan lalu, dilansir The New York Times.

2. Rekrut Daniel Gross dan Nat Friedman

Setelah ditolak Sutskever, Meta bernegosiasi dengan Daniel Gross, mantan pemimpin inisiatif AI di Apple dan mitra Y Combinator. Ia dikenal luas di dunia AI sebagai investor dan pengusaha. Meta juga merekrut Nat Friedman, mantan CEO GitHub. Keduanya kini berada di bawah kepemimpinan Alexandr Wang, pendiri Scale AI, yang baru bergabung dengan Meta, dikutip NBC News.

“Daniel Gross dan Nat Friedman adalah talenta luar biasa yang akan membawa keahlian mendalam ke tim AI kami,” ujar juru bicara Meta, dikutip dari CNBC.

Keduanya akan memperkuat divisi baru bernama Superintelligence Lab, yang difokuskan pada pengembangan kecerdasan buatan di atas AGI. Keputusan ini menimbulkan spekulasi tentang kelanjutan SSI tanpa Gross sebagai CEO. Selain itu, Meta berencana mengakuisisi saham di NFDG, dana ventura milik Gross dan Friedman. Dana ini telah membiayai perusahaan seperti Coinbase, Figma, dan Perplexity.

“Keterlibatan Meta dengan NFDG menunjukkan strategi jangka panjang untuk mendominasi investasi AI,” kata analis industri, dikutip dari NBC News.

3. Perlombaan talenta AI semakin ketat

Langkah Meta mencerminkan persaingan ketat dalam perebutan talenta AI, dengan perusahaan seperti Google dan OpenAI berlomba mengembangkan AGI. Meta dilaporkan menawarkan bonus penandatanganan hingga 100 juta dolar AS (Rp1,6 triliun) kepada peneliti top.

“Persaingan talenta AI telah mencapai puncak baru, dengan tawaran gaji yang sangat besar,” ujar CEO OpenAI, Sam Altman, dalam podcast Uncapped, dikutip dari CNBC.

Investasi Meta di Scale AI dan perekrutan Gross serta Friedman menegaskan ambisi mengejar superintelijen—konsep yang masih abstrak namun jadi pusat perhatian Silicon Valley.

“Superintelijen bukan hanya soal teknologi, tetapi juga tentang mengamankan talenta terbaik untuk mewujudkannya,” ujar sumber internal Meta.

Namun, sebagian pakar skeptis. Profesor ilmu komputer Pedro Domingos menyebut superintelijen sebagai istilah pemasaran, bukan capaian teknis yang realistis.

Kepergian Gross dari SSI menimbulkan kekhawatiran terhadap masa depan startup tersebut.

“SSI memiliki misi unik, tetapi kehilangan talenta kunci bisa menggoyahkan fondasinya,” ujar seorang investor teknologi.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anata Siregar
EditorAnata Siregar
Follow Us