PPN Naik Jadi 12 Persen Tahun Depan, Ini Kata Unilever

- Pemerintah akan mengimplementasikan kenaikan PPN menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025.
- Direktur Utama PT Unilever Indonesia Tbk Benjie Yap mengatakan, perusahaannya optimistis bisa menghadapi kenaikan tersebut.
- Kenaikan PPN sudah diatur dalam UU HPP namun pelaksanaannya disesuaikan dengan arahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
Jakarta, IDN Times - Pemerintah akan mengimplementasikan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen mulai 1 Januari 2025.
Kenaikan PPN akan menambah komponen biaya yang harus dibayar masyarakat, termasuk dalam produk kebutuhan sehari-hari. Merespons hal tersebut, Direktur Utama PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR), Benjie Yap mengatakan pihaknya optimistis bisa menghadapi kenaikan tersebut.
“saya rasa kalau kita sudah berhasil mengahadapi kenaikan PPN di 11 persen, kita optimis akan bisa menangani kenaikan di 12 persen,” ucap Benjie dalam konferensi pers virtual, Rabu (23/10/2024).
1. Bukan tantangan besar bagi perusahaan

Menurut Benjie, kenaikan PPN 12 persen bukan jadi tantangan besar bagi Unilever Indonesia.
“Kami optimistis ini tidak akan menjadi tantangan yang besar,” ujar Benjie.
2. Kenaikan PPN 12 persen sudah ditetapkan dalam UU HPP

Kenaikan PPN jadi 12 persen sudah tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Namun, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak, Dwi Astuti mengatakan pelaksanaannya disesuaikan dengan arahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
"Intinya walapun kenaikan PPN memang sudah diatur di UU HPP dan sudah ditetapkan juga akan mulai diterapkan 1 Januari 2025 tapi DJP akan ikuti arahan pemerintahan baru terkait implementasinya," kata Dwi saat dihubungi, Kamis (10/10/2024).
3. Dinilai tak sesuai dengan kondisi ekonomi RI saat ini

Di sisi lain, Analis Kebijakan Ekonomi Apindo, Ajib Hamdani mengatakan, rencana kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen pada tahun depan kontraproduktif dengan kondisi ekonomi dan daya beli masyarakat saat ini. Oleh karena itu, pemerintah diminta mengkaji ulang penerapan kebijakan tersebut.
"Kondisi ini tentunya perlu dipertimbangkan ulang oleh pemerintah karena masih banyak opsi lain dalam menambal keuangan negara tanpa membebani masyarakat luas," ujarnya.