DJP Sebut PPN 12 Persen Bakal Berlaku Mulai 1 Januari 2025

Jakarta, IDN Times - Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak menyampaikan pemerintah akan mengimplementasi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen per 1 Januari 2025, sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
"Terkait waktu implementasi dari tarif PPN 12 persen, kami berpedoman pada amanat Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, yaitu paling lambat 1 Januari 2025," ucap Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Dwi Astuti saat dihubungi, Kamis (10/10/2024).
Meski kenaikan PPN sudah diatur dalam UU HPP, namun DJP memastikan akan mengikuti arahan pemerintah baru di bawah kepemimpinan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka soal kepastian penerapannya.
"Intinya walapun kenaikan PPN memang sudah diatur di UU HPP dan sudah ditetapkan juga akan mulai diterapkan 1 Januari 2025 tapi DJP akan ikuti arahan pemerintahan baru terkait implementasinya," tambahnya.
1. Kebijakan PPN 12 persen tak sesuai kondisi ekonomi saat ini

Analis Kebijakan Ekonomi Apindo, Ajib Hamdani mengatakan, rencana kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen pada tahun depan kontraproduktif dengan kondisi ekonomi dan daya beli masyarakat saat ini. Oleh karena itu, pemerintah diminta mengkaji ulang penerapan kebijakan tersebut.
"Kondisi ini tentunya perlu dipertimbangkan ulang oleh pemerintah karena masih banyak opsi lain dalam menambal keuangan negara tanpa membebani masyarakat luas," ujarnya.
2. Deflasi 5 bulan beruntun jadi sebab daya beli susut

Apabila mengacu data Badan Pusat Statistik (BPS), laju deflasi telah terjadi selama lima bulan beruntun sejak Mei hingga September 2024. Dengan rincian, pada Mei deflasi terjadi sebesar 0,03 persen, Juni sebesar 0,08 persen, Juli 0,18 persen, Agustus sebesar 0,03 persen, dan bulan kemarin mencapai 0,12 persen.
Menurut Ajib, daya beli masyarakat yang menjadi faktor konsumsi menjadi penopang signifikan untuk pertumbuhan ekonomi.
"Jadi pemerintah harus cepat memberikan insentif yang tepat sasaran agar daya beli kembali terjaga," ucapnya.
3. Efek kenaikan PPN jadi 12 persen justru ganggu penerimaan

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Drajad Wibowo mengkhawatirkan efek dari kenaikan PPN bukan akan mengerek penerimaan, justru akan menurunkan total PPN yang diterima. Itu lantaran orang akan mengurangi pembelian barang atau konsumsi karena harga menjadi lebih mahal, alhasil akan berdampak pada sisi penerimaan jenis PPN.
“Orang beli barang semakin dikit, konsumsi semakin sedikit, ujung-ujungnya PPN-nya juga akan terganggu. Itu kekhawatiran saya,” ungkapnya di Jakarta, Rabu (9/10/2024).
Tak hanya itu, salah satu penyebab jumlah kelas menengah turun adalah naiknya jumlah pekerja yang setengah menganggur menjadi 2,41 juta orang.
“Orang yang setengah menganggur ini udah jelas daya belinya rendah sekali. Udah jelas dia akan terlempar dari kelas menengah. Nah kalau dipaksakan PPN 12 persen, saya khawatir orang setengah menganggur makin banyak,” ucapnya.