Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Pro Kontra Masyarakat soal Potongan Gaji 2,5 Persen buat Tapera

Ilustrasi perumahan (unsplash/@mikescaturo)
Ilustrasi perumahan (unsplash/@mikescaturo)
Intinya sih...
  • Potongan 2,5% gaji pekerja swasta untuk Tapera menuai prokontra dari yang sudah memiliki rumah seperti Anti (35) dan Irvan (30).
  • Kelas menengah merasa dirugikan karena banyak potongan gaji dan kenaikan gaji tidak sebanding dengan inflasi.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Potongan 2,5 persen dari gaji pekerja swasta untuk simpanan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) menuai pro kontra dari kalangan masyarakat, terutama mereka yang sudah memiliki rumah.

Ketentuan potongan gaji pekerja swasta itu tercantum dalam beleid yang baru diteken Presiden Joko "Jokowi" Widodo, yakni Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Tapera.

Anti (35), pekerja swasta asal Tangerang Selatan (Tangsel) mengaku sangat tidak setuju dengan aturan tersebut dan merasa keberatan jika aturan itu diterapkan. Ketidaksetujuan itu berangkat dari banyaknya tanggungan yang masih dimiliki Anti.

Salah satu tanggungan tersebut merupakan cicilan rumah yang dia miliki dan akan berakhir 4 tahun lagi.

"Aku gak setuju dan keberatan banget. Aku aja masih nyicil (rumah), ini dipaksa 2,5 persen. Kenapa gak 2,5 persen ini dialokasikan ke cicilan aku aja? Belum lagi aku punya anak dengan isu UKT mahal, mending aku nabung 2,5 persen buat pendidikan," kata Anti kepada IDN Times, Selasa (28/5/2024).

1. Kelas menengah terlalu banyak dirugikan

Ilustrasi gaji (IDN Times/Arief Rahmat)
Ilustrasi gaji (IDN Times/Arief Rahmat)

Sebagai bagian dari kelas menengah, Anti merasa kelompok tersebut paling banyak dirugikan oleh pemerintah saat ini.

Hal itu lantaran banyaknya potongan dari gaji yang dibebankan kepada kelas menengah tersebut. Di sisi lain, kenaikan gaji pegawai swasta tidak sebanding dengan inflasi yang terjadi.

"Kelas menengah, ditarik paling banyak, diminta lapor pajak, tapi yang bisa dinikmati paling dikit," kata dia.

Anti yang telah bekerja selama 13 tahun itu pun mengaku siap mengambil tindakan jika potongan gaji untuk simpanan Tapera benar-benar diterapkan.

"Aku sih udah niat nih kalau ada aksi tolak Tapera ini mau ikutan," ujar ibu satu anak tersebut.

2. Kebijakan Tapera perlu diuji kelayakan dan urgensinya

Infografis asal mula lahirnya potongan Tapera ((IDN Times)
Infografis asal mula lahirnya potongan Tapera ((IDN Times)

Hal sama diutarakan oleh pegawai swasta lainnya yang saat ini sudah memiliki rumah bernama Irvan (30). Irvan menyampaikan, kebijakan soal Tapera perlu diuji kelayakan dan urgensinya.

Salah satu hal yang perlu diuji kelayakan dan urgensinya dari sisi tujuan pemanfaatan Tapera untuk pembiayaan perumahan. Satu hal paling disorotnya adalah ketentuan perihal 'seluruh peserta akan mendapatkan manfaat tabungan beserta hasil pemupukannya yang bisa diambil pada saat masa kepersertaan berakhir.'

"Pertanyaannya, berapa lama masa kepesertaan? Bagaimana kalau dana tersebut dibutuhkan oleh peserta sebelum masa kepesertaan berakhir? Andaikan mau beli hunian 5 tahun lagi bisa gak tarik uangnya?" kata Irvan.

Sebagai orang yang sudah memiliki rumah, Irvan pun menanyakan manfaat yang bisa dia terima akan seperti apa jika gajinya dipotong sebesar 2,5 persen untuk simpanan Tapera.

Jika untuk yang belum punya rumah, Irvan menilai angka potongan 2,5 persen untuk Tapera merupakan angka yang lumayan besar. Alih-alih untuk simpanan Tapera, jumlah potongan gaji tersebut bisa digunakan untuk menambah cicilan perumahan atau dialokasikan untuk biaya kontrak rumah atau kebutuhan lain.

"Misalnya kita punya gaji 6 juta, kepotong 2,5 persen untuk Tapera. Kan artinya sekitar 150 ribu per bulan kepotong ya. Pertanyaannya lagi, 150 ribu per bulan harus nabung sampai kapan bisa sampai dapat rumah? Sementara kan harga tanah dan bangunan terus naik," ujar Irvan.

"Menurutku, kalau mau bantu masyarakat untuk punya hunian ya atur suku bunga kredit (kalau mau ada yang kredit), atur pembiayaan tanah, hapus mafia tanah, naikkan pendapatan ekonomi masyarakat," sambung dia.

3. Lembaga pengelola Tapera harus kredibel

Suasana rumah subsidi BTN di kompleks Perumahan Graha Raya 3, Kelurahan Kliris, Kecamatan Boja, Kabupaten Kendal. (IDN Times/Fariz Fardianto)
Suasana rumah subsidi BTN di kompleks Perumahan Graha Raya 3, Kelurahan Kliris, Kecamatan Boja, Kabupaten Kendal. (IDN Times/Fariz Fardianto)

Lain halnya yang disampaikan oleh Laila, pekerja swasta berusia 34 tahun asal Bogor yang pada dasarnya setuju dengan pelaksanaan Tapera.

Namun, kata dia, perlu ditunggu kejelasan aturan turunan atau teknis dari PP baru yang diteken Jokowi tersebut. Selain itu, ujar dia, BP Tapera selaku lembaga pengelola dana simpanan Tapera bisa bertanggung jawab.

"Yang paling utama sih lembaga pengelolanya harus kredibel dan mengikuti aturan yang berlaku karena nanti besar atau banyak dampaknya seperti ke dana hasil pengembangan, kemudahan penggunaan dana oleh nasabah dan sebagainya," kata Laila yang telah bekerja selama 10 tahun tersebut.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Deti Mega Purnamasari
Jujuk Ernawati
Deti Mega Purnamasari
EditorDeti Mega Purnamasari
Follow Us