Teten: Platform Asing Kalau Sudah Besar Sulit Dikontrol

Teten tegaskan UMKM perlu dilindungi

Jakarta, IDN Times - Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (MenkopUKM), Teten Masduki mengungkapkan, Indonesia belum memiliki strategi nasional terkait transformasi digital hingga saat ini. Hal itu juga sejalan dengan ketiadaan badan yang mengatur sehingga perkembangan transformasi digital cenderug tidak terstruktur.

Teten pun mengakui, transformasi digital lebih pesar di hilir, yakni di sektor jasa dan perdagangan. Namun, hal tersebut justru lemah di manufaktur, pertanian, maritim, kesehatan, dan lainnya.

"Akibatnya, transformasi digital yang banyak diinisiasi oleh swasta tidak melahirkan ekonomi baru seperti di China. Kue ekonomi nasional tidak bertambah signifikan, tetapi faktor pembaginya semakin banyak," kata Teten dalam catatannya, dikutip IDN Times, Jumat (29/9/2023).

Baca Juga: Sebut TikTok Shop Monopoli, Menkop UKM Bandingkan Regulasi di China

1. Reseller online

Teten: Platform Asing Kalau Sudah Besar Sulit DikontrolHansya Grosir Hijab di TikTok Shop (Dok. TikTok)

Sejalan dengan itu, pasar domestik kini diakui Teten banyak diisi oleh reseller online. Hal itu diperparah dengan banyaknya produk murah China yang menyerbu pasar digital domestik RI.

"Saat ini pasar Indonesia jadi tempat pembuangan produk dari China yang sedang mengalami pelemahan ekonomi. Oleh karena itu, seperti di China, agenda transformasi digital perlu dilandasi kebijakan otoritatif agar lebih terarah," ujar Teten.

Baca Juga: Ada Wishnutama di Ratas soal TikTok, Menkop: Diundang sebagai Expert

2. Pengaturan perdagangan secara elektronik perlu jadi prioritas

Teten: Platform Asing Kalau Sudah Besar Sulit DikontrolAplikasi TikTok Shop. (dok. Kemenkop UKM)

Maka dari itu, Teten menilai pengaturan perdagangan secara elektronik saat ini perlu mendapatkan prioritas. Hal itu agar gempuran produk luar yang sangat murah lewat platform global tidak mematikan produksi dalam negeri, terutama produk UMKM.

Menurut Teten, ada tiga hal yang perlu segera dilakukan. Pertama, pengaturan penanaman modal dan perizinan untuk mencegah monopoli platform global.

"Di sektor ini tidak boleh lagi penanaman modal asing (PMA) menguasai 100 persen investasi. Terbukti platform asing kalau sudah besar sulit dikontrol," katanya.

Kedua, pengetatan arus masuk consumer goods impor, baik melalui crossborder maupun importasi biasa. Kemudian ketiga, pengaturan perdagangan yang adil antara daring (online) dan luring (offline).

"Saat ini di offline diatur ketat, tapi di online masih longgar," ujar Teten.

3. Revisi Permendag 50/2020 tutupi kelemahan regulasi di RI

Teten: Platform Asing Kalau Sudah Besar Sulit DikontrolMendag Zulhas dalam konferensi pers soal TikTok Shop. (IDN Times/Vadhia Lidyana)

Kendati banyak aspek yang mesti dibenahi, Teten menilai revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50 Tahun 2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan melalui Sistem Elektronik setidaknya bisa menutupi kelemahan regulasi di Indonesia.

Terdapat empat hal pokok dalam revisi tersebut yang bisa menutup kelemahan regulasi perihal perdagangan secara elektronik.

"Pertama, tidak boleh ada penyatuan media sosial dan e-commerce dalam satu platform. Kedua, tidak boleh platform menjual produknya sendiri, kecuali melakukan agregasi dengan UMKM dengan tetap mencantumkan produsennya," kata Teten.

Lalu ketiga, sambung Teten, semua model bisnis daring dari dalam dan luar negeri harus memenuhi standar barang Indonesia dan negara asal barang. Keempat, crossborder online wajib menerapkan harga barang minimum di atas 100 dolar AS per unit.

"Kecuali kalau ada produk impor di bawah nilai itu, dan sudah ditetapkan dalam positive list, boleh diperjualbelikan," ujarnya.

Baca Juga: Siap-siap, Produk Impor di E-Commerce cuma yang di Atas Rp1,5 juta!

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya