Setoran Pajak Anjlok 30,19 Persen, Wamenkeu: Itu Sifatnya Normal

Intinya sih...
- Penerimaan pajak Februari 2025 Rp187,8 triliun, turun 30,19% dari tahun sebelumnya.
- Penyebab penurunan penerimaan pajak antara lain harga komoditas andalan ekspor Indonesia dan masalah administrasi.
- Meskipun kontraksi, Wamenkeu memperkirakan tren penerimaan pajak ke depan akan lebih baik karena aktivitas ekonomi yang mulai bergeliat.
Jakarta, IDN Times - Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Anggito Abimanyu menilai penerimaan pajak yang mengalami penurunan dalam dua bulan pertama di awal 2025 merupakan hal yang normal. Bahkan dalam kurun waktu 4 tahun terakhir, menurutnya, kinerja pajak pada awal tahun lebih rendah dibandingkan akhir tahun.
"Penerimaan pajak memiliki tren bulanan yang spesifik. Jadi kalau kita lihat dalam empat tahun terakhir mulai dari 2022, 2023, sampai 2024 polanya sama, Desember naik cukup tinggi karena ada Nataru akhir tahun dan kemudian menurun di Januari dan Februari, itu sama setiap tahun, jadi tidak ada hal yang anomali, jadi sifatnya normal saja," kata Anggito dalam konferensi pers APBN KiTA di kantornya, Jakarta Pusat, Kamis (13/3/2025).
1. Penerimaan pajak susut 30,19 persen
Penerimaan pajak terkumpul Rp187,8 triliun hingga Februari 2025. Realisasi itu lebih rendah 30,19 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang terkumpul Rp269,02 triliun.
Anggito menyebut terdapat dua faktor yang menyebabkan rendahnya penerimaan. Pertama, karena adanya penurunan harga komoditas andalan dari ekspor Indonesia.
"Faktor pertama itu adalah penurunan dari harga komoditas utama antara lain batubara year on year (turun) 11,8 persen brent minyak turun 5,2 persen dan nikel turun 5,9 persen," ungkap Anggito.
2. Dampak kebijakan TER
Penyebab lainnya karena masalah administrasi. Hal itu dikarenakan adanya kebijakan baru yakni implementasi Tarif Efektif Rata-rata (TER) untuk PPh 21. Pada tahun ini, kebijakan relaksasi pembayaran PPN DN selama 10 hari. Dengan demikian, PPN DN Januari dapat dibayarkan hingga 10 Maret 2025.
Apabila dampak relaksasi diperhitungkan atau dinormalisasi, maka rata-rata PPN DN periode Desember 2024 hingga Februari 2025 mencapai Rp69,5 triliun per bulannya atau tumbuh 8,3 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya.
"Jadi ini adalah dampak relaksasi yang harusnya menjadi bagian dari perhitungan Februari, namun karena relaksasi jadi kami sudah memantau," ucapnya.
3. Optimistis penerimaan pajak akan lebih baik
Meski penerimaan pajak awal tahun kontraksi, namun Anggito memperkirakan bahwa tren penerimaan pajak ke depan akan lebih baik. Lantaran berbagai aktivitas ekonomi yang mulai bergeliat.
"Kira-kira ke depannya seperti apa? Kita coba bandingkan dengan PMI, kita juga coba bandingkan dengan data konsumsi listrik untuk industri dan bisnis, itu ada kenaikan di Februari. Jadi kita berharap dan kita melihat kondisi penerimaan khususnya PPh 25 akan membaik," imbuh Anggito.