Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Suku Bunga Acuan Memadai untuk Kendalikan Inflasi Inti dan IHK

RDG BI (IDN Times/Triyan)

Jakarta, IDN Times - Bank Indonesia memastikan suku bunga acuan atau BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI 7DRR) saat ini di level 5,7 persen sudah cukup memadai sejalan dengan kondisi perekonomian nasional sekarang, meskipun kondisi volatilitas di pasar keuangan global tengah meningkat.

Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, mengatakan ketidakpastian global tengah meningkat, pasca kebangkrutan tiga bank Amerika Serikat yakni Silicon Valley, Silvergate, dan Signature. Hal ini akan menimbulkan dampak tekanan pada  aliran modal asing ke negara berkembang dan nilai tukar berbagai negara.

Alhasil, Bank Indonesia meyakini BI 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 5,75 persen memadai untuk mengarahkan inflasi inti tetap berada dalam kisaran 3,0±1 persen pada Semester I 2023, dan inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) kembali ke dalam sasaran 3,0±1 persen pada semester II 2023.

"Dampaknya terhadap kebijakan BI, sekali lagi, suku bunga didasarkan kepada ekspektasi dan proyeksi inflasi ke depan serta imbangannya terhadap pertumbuhan ekonomi selalu begitu. Jadi, tidak one to one dengan fed fund rate. Kami punya otonomi kebijakan moneter," katanya dalam Konferensi Pers RDG, Kamis (16/3/2023).

1. Stabilisasi nilai tukar rupiah diperkuat

Ilustrasi Uang (IDN Times/Arief Rahmat)

Kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah juga terus diperkuat guna mengendalikan inflasi barang impor (imported inflation) dan memitigasi dampak rambatan ketidakpastian pasar keuangan global terhadap nilai tukar rupiah. 

"Pengetatan kebijakan moneter ditambah munculnya kasus penutupan tiga bank di AS, meningkatkan ketidakpastian pasar keuangan global yang kemudian menahan aliran modal ke negara berkembang dan meningkatkan tekanan nilai tukar di berbagai negara," ujarnya. 

Dia menjelaskan pelemahan terjadi kepada hampir seluruh mata uang dunia akibat peningkatan ketidakpastian pasar keuangan global. Nilai tukar rupiah kemarin (15/3/2023) juga sempat terdepresiasi sebesar 0,75 persen  secara point-to-point dibandingkan dengan level akhir Februari 2023.

Alhasil secara year-to-date, nilai tukar rupiah pada 15 Maret 2023 menguat 1,32 persen dari level akhir Desember 2022, lebih baik dibandingkan dengan apresiasi rupee India sebesar 0,16 persen, serta depresiasi baht Thailand dan ringgit Malaysia masing-masing sebesar -0,04 persen dan -1,80 persen.

"Ke depan, Bank Indonesia memperkirakan  stabilitas nilai tukar rupiah tetap terjaga sejalan dengan prospek pertumbuhan ekonomi domestik tinggi, inflasi  rendah, surplus transaksi berjalan, serta imbal hasil aset keuangan domestik yang menarik," tegasnya.

2. Aliran modal asing masuk year to date

ilustrasi investasi (IDN Times/Arief Rahmat)

Terkait aliran masuk modal asing di pasar keuangan domestik, khususnya investasi portofolio, secara kumulatif sejak awal tahun sampai 14 Maret 2023 mencatat net inflows sebesar tiga miliar dolar AS. 

Dia menjelaskan aliran modal asing masuk ke dalam negeri memang terjadi outflow pada Maret 2023. Namun, hal ini lebih disebabkan oleh munculnya kasus penutupan tiga bank di AS, meningkatkan ketidakpastian pasar keuangan global yang kemudian menahan aliran modal ke negara berkembang. 

"Posisi cadangan devisa Indonesia akhir Februari 2023 meningkat menjadi 140,3 miliar dolar AS, setara dengan pembiayaan 6,2 bulan impor atau enam bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar tiga bulan impor," ujar Perry.

Secara keseluruhan, Neraca Pembayaran Indonesia tahun 2023 diperkirakan tetap baik dengan transaksi berjalan dalam kisaran surplus 0,4 persen sampai dengan defisit 0,4 persen dari PDB.

"Sementara itu, neraca transaksi modal dan finansial diprakirakan surplus didukung oleh aliran masuk modal asing dalam bentuk PMA dan investasi portofolio, sejalan dengan persepsi positif investor terhadap prospek perekonomian nasional," kata Perry.

3. Pertumbuhan ekonomi RI tetap kuat

Ilustrasi pertumbuhan ekonomi (IDN Times/Arief Rahmat)

Perry menjelaskan, pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap kuat dengan proyeksi 4,5 hingga 5,3 persen. Hal ini didorong oleh peningkatan permintaan domestik dan ekspor. Konsumsi rumah tangga diperkirakan  makin kuat sejalan dengan peningkatan mobilitas di seluruh wilayah, penjualan eceran, dan membaiknya keyakinan konsumen.

"Investasi juga solid ditopang penyelesaian Proyek Strategis Nasional (PSN) dan peningkatan aliran masuk Penanaman Modal Asing (PMA). Prospek permintaan domestik yang meningkat juga dipengaruhi dampak lanjutan perbaikan ekspor.

Dia menegaskan ekspor barang dan jasa diperkirakan lebih tinggi dari proyeksi sebelumnya seiring perbaikan prospek ekonomi global. Terlebih perkembangan  hingga Februari 2023 menunjukkan ekspor nonmigas Indonesia tumbuh tinggi, termasuk dari peningkatan ekspor batu bara, biji logam, dan CPO ke China.

Selain itu, kunjungan wisatawan domestik dan mancanegara diprakirakan juga meningkat. Secara spasial, prospek ekspor yang lebih baik mendukung prospek ekonomi di wilayah Kalimantan, Sumatera, dan Sulawesi-Maluku-Papua (Sulampua) yang lebih tinggi.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Satria Permana
EditorSatria Permana
Follow Us