Transisi Energi ASEAN Butuh Rp438 Ribu Triliun, Duitnya dari Mana?

Jakarta, IDN Times - Badan Energi Terbarukan Internasional atau The International Renewable Energy Agency (IRENA) mengungkapkan, ASEAN membutuhkan pembiayaan mencapai 29,4 triliun dolar AS pada 2050 untuk transisi energi. Angka tersebut setara Rp438.060 triliun (kurs Rp14.900/dolar AS).
Kebutuhan tersebut diasumsikan dengan skenario peningkatan suhu maksimal 1,5 derajat celcius, dengan penggunaan 100 persen energi terbarukan. Investasi dialokasikan untuk ketenagalistrikan melalui pengembangan solar PV, pembangkit listrik tenaga air, dan energi terbarukan lainnya. Kemudian untuk jaringan dan fleksibilitas melalui transmisi nasional dan internasional, distribusi, dan penyimpanan.
Kemudian, dana tersebut diperlukan sebagai pembiayaan untuk pasokan biofuel serta kendaraan dan pengisian baterai kendaraan listrik, serta dengan mempertimbangkan perspektif pembiayaan yang lebih luas, meliputi biaya bahan bakar, operasional, dan pemeliharaan.
"Untuk memenuhi kebutuhan pendanaan sebesar ini, kita harus meningkatkan investasi energi bersih dan aliran keuangan melalui penguatan alur proyek, peningkatan kerangka kebijakan dan peraturan, termasuk mekanisme pengurangan risiko, mempersiapkan proyek bankable yang berkualitas tinggi, serta memangkas proses persetujuan," kata Plt. Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Dadan Kusdiana, pada Rabu (28/6/2023).
1. Dibutuhkan penguatan dari sisi pembiayaan dan investasi

Ditambahkan Dadan, dibutuhkan penguatan analisis pembiayaan dan investasi energi bersih dari semua sumber pembiayaan publik dan swasta. Tujuannya untuk memenuhi akses energi dan tujuan transisi energi, serta mengidentifikasi cara-cara pembayaran potensial yang akan menurunkan biaya adopsi teknologi.
"Kita dapat mengembangkan solusi pembiayaan skala besar yang berkelanjutan dan inklusif dapat dikembangkan melalui dialog dan aksi lebih lanjut antara investor institusional, Multilateral Development Banks, institusi pembiayaan lain, industri, dan pembuat kebijakan untuk meningkatkan kolaborasi, mengidentifikasi opsi pembiayaan yang inovatif, dan meningkatkan pendekatan yang cocok untuk pembiayaan energi hijau dan transisi energi," tuturnya.
2. Indonesia berkomitmen penuh demi energi bersih

Dadan memastikan Indonesia berkomitmen penuh demi mencapai hasil-hasil penting di sektor energi. Sebab, masa depan energi bersih amat penting.
Pemerintah secara aktif bekerja untuk mencapai tujuan energi bersih, termasuk mengembangkan konsep yang jelas untuk Energy Transitions Sustainable Finance, membangun peta jalan energi terbarukan jangka panjang, menjembatani kesenjangan antara keputusan di tingkat kebijakan dan praktik investasi yang sebenarnya, serta menciptakan jalur yang jelas untuk interkonektivitas listrik regional.
"Transisi energi sangat spesifik untuk masing-masing negara. Maka dari itu, berbagai sumber energi, teknologi, dan pembiayaan harus dipertimbangkan untuk memastikan transisi energi yang adil, inklusif, terjangkau, dan aman, sesuai dengan keadaan masing-masing negara," sebut Dadan.
3. Pemerintah Indonesia sambut baik berbagai inisiatif kerja sama

Pemerintah juga menyambut baik berbagai bentuk inisiatif kerja sama dan kemitraan baru dalam mendukung upaya mempercepat transisi energi, termasuk antara negara maju dan negara berkembang.
Kata dia, hal tersebut dilakukan demi memastikan transisi energi yang adil dan terjangkau bagi seluruh masyarakat.
Dalam ajang KTT G20 di Bali pada 2022 lalu, Jepang telah meluncurkan inisiatif AZEC. AZEC diharapkan dapat menjadi kekuatan pendorong untuk kemitraan yang lebih luas di antara negara-negara ASEAN untuk menerapkan transisi energi yang bersih, berkelanjutan, adil, terjangkau, dan inklusif menuju karbon netral.
"Kita dapat mengambil tindakan melalui platform AZEC dalam mengembangkan infrastruktur energi terbarukan secara besar-besaran, penelitian dan pengembangan, mengembangkan teknologi yang terjangkau dan industri pendukung yang kuat," tambah Dadan.