The Fed Diproyeksikan Naikkan Suku Bunga Lagi, Dampaknya?
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo, memperkirakan suku bunga kebijakan moneter di negara maju, termasuk The Fed Federal Funds Rate (FFR) masih akan tetap bertahan tinggi dalam jangka waktu yang lebih lama atau higher for longer.
"Memang kami menakar ada probabilitas sekitar 40 persen FFR akan naik pada Desember 2023. Meskipun naik atau tidak, itu masih akan tetap tinggi khususnya pada paruh pertama tahun depan dan baru akan mulai turun pada paruh kedua 2024," jelas Perry dikutip Jumat (20/10/2023).
1. Dampak kenaikan suku bunga global
Kenaikan suku bunga global akan berdampak pada terkereknya yield obligasi pemerintah negara maju pada tenor jangka panjang, khususnya AS (US Treasury). Kondisi ini akibat dari peningkatan kebutuhan pembiayaan utang pemerintah dan kenaikan premi risiko jangka panjang (term-premia).
"Tempo hari, FFR menaikkan yield (US Treasury) jangka pendek, belum panjang. Sekarang suku bunga jangka panjang mulai bergerak naik. Kenapa demikian? Karena kebutuhan pembiayaan utang negara-negara maju," jelasnya.
Baca Juga: Mengenal Yield dan Jenis-Jenisnya dalam Dunia Investasi
2. Tekanan meningkat, capital outflow capai US$ 0,4 miliar
Editor’s picks
Ketidakpastian yang meningkat telah mendorong aliran modal asing ke negara berkembang yang sebelumnya mulai stabil kembali tertekan akibat dari sentimen risk off. Dari dalam negeri, BI mencatat terjadi aliran modal keluar dalam bentuk investasi portofolio sebesar 2,1 miliar dolar AS pada kuartal III 2023.
"Tekanan terhadap aliran modal asing pun terus berlanjut pada kuartal IV/2023, yang mana hingga 17 Oktober 2023 mencatat net outflows sebesar 0,4 miliar dolar AS," ujarnya.
3. Rupiah depresiasi 1,03 persen
Sejalan dengan itu, nilai tukar rupiah terdepresiasi sebesar 1,03 persen secara year-to-date (ytd), sebagai imbas dari penguatan dolar AS. Sehingga, menyebabkan pelemahan berbagai mata uang negara lain, termasuk rupiah.
Pelemahan juga terjadi pada yen Jepang, dolar Australia, dan euro yang melemah masing-masing 12,44 persen, 6,61, serta 1,40 ytd. Depresiasi juga terjadi di mata uang kawasan, seperti ringgit Malaysia, baht Thailand, dan peso Filipina masing-masing 7,23 persen, 4,64, dan 1,73 ytd.
Baca Juga: BI: Arah Kebijakan The Fed Picu Rupiah Terus Melemah