Dirut Pertamina Gerak Cepat Pimpin Gugus Tugas Energi dan Iklim di B20

Rumuskan rekomendasi kebijakan di G20

Jakarta, IDN Times – Acara peluncuran (inception) B20, pilar bisnis G20 digelar 27-28
Januari 2022 oleh Kamar Dagang Indonesia (Kadin) sebagai penanggungjawab The Business atau B20 itu. B20 memiliki enam gugus tugas (task force), salah satunya adalah Task Force Energy, Sustainability & Climate. Gugus Tugas bidang energi ini bergerak cepat untuk mewujudkan program yang dapat berkontribusi bagi kesuksesan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 November 2022 mendatang.

Direktur Utama PT Pertamina Nicke Widyawati, yang didapuk menjadi Ketua (Chair) B20
Task Force Energy, Sustainability & Climate, mengatakan B20 terbentuk untuk mendukung
seluruh kebijakan yang akan dihasilkan dari G20. Peran B20 menjadi penting karena
membahas tentang isu energi yang terjadi saat ini dan menjadi salah satu fokus dari G20.

Langkah tersebut diwujudkan dalam berbagai kegiatan, termasuk menggelar Stakeholder
Consultation Task Force Energy, Sustainability, & Climate Business Entities, Associations, Think-Tank (18/1/2022). Diskusi konsultatif ini diselenggarakan dalam bentuk Diskusi Terpimpin (FGD), yang diikuti oleh 24 entitas bisnis dan asosiasi  yang bertujuan  untuk menggali informasi dan menyerap aspirasi pemangku kepentingan di sektor energi. Sebelumnya, kegiatan serupa juga telah diselenggarakan pada 28 Desember 2021 dengan peserta dari pemerintahan.

Baca Juga: Bos Unilever: Kerugian Global Akibat Kekerasan Seksual Capai US$1,5 T

1. Tiga hal jadi isu prioritas gugus tugas Energi, Keberlanjutan dan Iklim

Dirut Pertamina Gerak Cepat Pimpin Gugus Tugas Energi dan Iklim di B20Direktur Utama PT Pertamina Nicke Widyawati di acara B20 Indonesia 2022 (IDN Times/Uni Lubis)

Terdapat tiga topik yang diangkat pada kegiatan gugus tugas ini, yaitu Accelerate The
Transition to Sustainable Energy Use (Percepatan Transisi untuk Energi Keberlanjutan),
Ensure a Just and Orderly Transition (Memastikan Transisi yang Tepat dan Berkeadilan) dan Addressing Energy Poverty (Penanganan Keterjangkauan Energi).

Presiden Joko “Jokowi” Widodo mengatakan ada tiga hal yang akan menjadi fokus G20
maupun B20 ini. Pertama, penanganan kesehatan yang inklusif. Kedua, transformasi berbasis digital. Ketiga, transisi menuju energi berkelanjutan. “Jadi task force ini menjadi salah satu task force yang strategis untuk bersama-sama menghasilkan policy recommendation," ujar Nicke dalam keterangan tertulisnya.

2. Isu kritikal dalam peningkatan energi baru terbarukan (EBT)

Dirut Pertamina Gerak Cepat Pimpin Gugus Tugas Energi dan Iklim di B20PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) berhasil memproduksi listrik dari sumber energi bersih atau energi terbarukan sebesar 4.618 Giga Watt Hour sepanjang tahun 2020. (Dok. Pertamina)

Lebih lanjut, Nicke menuturkan mengenai isu kritikal dalam peningkatan Energi Baru
Terbarukan (EBT), yakni teknologi yang diperlukan untuk mengelola Sumber Daya Energi di
Indonesia yang melimpah untuk diproses menjadi energi yang ramah lingkungan. Selain itu, kata Nicke, untuk pendanaan yang saat ini sudah tersedia green funding dalam rangka
pengembangan EBT.

Untuk itu, kata Nicke, yang harus dilakukan saat ini adalah bagaimana membuat program
yang bisa menyeimbangkan hal-hal tersebut, agar target pemerintah untuk net-zero emissions di 2060 tercapai. 

"Ini tugas kita bersama untuk merumuskannya. Karena selain inovasi, kolaborasi dengan
negara-negara maju yang mereka sendiri mengalokasikan sebagian dana untuk
pengembangan renewable energy dan mendorong transisi energi di negara berkembang, ini pun harus kita bahas," ujar Nicke.

3. Kegiatan gugus tugas di B20 diharapkan memperkaya rekomendasi kebijakan

Wakil ketua gugus tugas ini, Agung Wicaksono, berharap kegiatan sesi konsultasi dengan
pemangku kepentingan ini dapat memperkaya input rekomendasi kebijakan dari pelaku usaha dan lembaga sektor energi dan industri.

"Kami berharap hasil diskusi ini dapat memberikan rekomendasi yang konkrit, representative, dan actionable yang dapat secara langsung diadopsi oleh pelaku usaha di
negara G20," tutur Agung, yang juga direktur PT Jababeka, sebuah perusahaan properti dan kawasan industri.

4. Pertamina sepakati 4 peluang kemitraan strategis untuk keberlanjutan energi dan dekarbonisasi

Dirut Pertamina Gerak Cepat Pimpin Gugus Tugas Energi dan Iklim di B20Pertamina Sepakati 4 Peluang Kemitraan Strategis untuk Keberlanjutan Energi dan Dekarbonisasi (Dok. Pertamina)

Pertamina bergerak cepat merealisasikan langkah-langkah strategis dalam rangka program keberlanjutan energi dan dekarbonisasi dengan menyepakati 4 (empat) Nota Kesepahaman.   

Nota Kesepahaman tersebut ditandatangani pada 18 Januari 2022, bertepatan dengan agenda Stakeholders Consultation oleh B20 Task Force Energy, Sustainability and Climate. Kerja sama dilakukan Pertamina dengan para mitra terkemuka skala nasional dan internasional untuk melakukan kajian dan penjajakan kerja sama untuk pengembangan upaya-upaya menuju net-zero emissions dari aspek teknologi, energi ramah lingkungan, offset emisi, dan potensi kolaborasi lainnya. 

Pada Nota Kesepahaman pertama, Pertamina dan Jababeka sepakat untuk melakukan kerja sama dalam identifikasi dan evaluasi pengembangan Green Industrial Estate, yang termasuk di dalamnya akan mencakup pasokan gas, penyediaan pasokan listrik dari Energi Baru dan Terbarukan, riset dan inovasi.

Selanjutnya, Pertamina dengan Inpex Corporation (Inpex) juga berencana menjajaki peluang pengembangan bersama pasokan Clean-LNG dan Clean-Gas dari terminal LNG Bontang. Kerja sama ini dimaksudkan untuk untuk bersama-sama mengembangkan usaha untuk memproduksi LNG yang bersih secara fisik, bebas karbon di Terminal Bontang, termasuk offset melalui kredit karbon yang dapat diberikan oleh gas/LNG yang bersih secara fisik yang diproduksi di Indonesia.

Baca Juga: Petinggi B20 Janji Bawa Hasil Konkret untuk Pemulihan Dunia, Caranya?

5. Pertamina juga meneken kesepakatan pengembangan kendaraan listrik (EV)

Dirut Pertamina Gerak Cepat Pimpin Gugus Tugas Energi dan Iklim di B20Program Langit Biru Pertamina digelar serentak di 30 kabupaten/kota Sumbagsel 12 September-16 Oktober 2021. (IDN Times/Istimewa).

Upaya dukungan terhadap penurunan emisi melalui pengembangan energi baru dan
terbarukan, sekaligus untuk mencapai emisi net-zero dan mempromosikan tujuan iklim juga disepakati oleh Pertamina dengan Chiyoda Corporation (Chiyoda) dengan melakukan kerja sama studi aplikasi teknologi carbon capture, utilization and storage (CCUS), dan produksi hidrogen. 

Tidak hanya Pertamina sebagai Holding, Sub Holding Pertamina New & Renewable Energi (PNRE) dan Subholding Commercial &Trading (C&T) juga bekerja sama dengan PT Grab Teknologi Indonesia dan PT Sepeda Untuk Indonesia untuk melakukan penjajakan kerja sama dalam hal pengembangan ekosistem electronic vehicle (EV) khususnya terkait bisnis baterai dan sistem penukaran baterai (battery swap) sampai peningkatan desain kendaraan EV. Ini mendukung pengembangan kendaraan listrik.

Nicke mengatakan, Nota Kesepahaman tersebut merupakan bentuk realisasi untuk
rekomendasi kebijakan kepada pemerintah, dan juga menunjukkan bagaimana G20 bisa
mendorong realisasi dari apa yang telah dicanangkan. "Oleh karena itu ada 4 kerja sama yang kita tanda tangani, ini semua adalah mendukung program pemerintah untuk mencapai net-zero emissions di 2060 dan yang medium term-nya adalah menurunkan karbon emisi di 2030 itu antara 29-41 persen," ujar Nicke.

Tiga hal yang penting di B20 untuk mencapai target net-zero emission

Dirut Pertamina Gerak Cepat Pimpin Gugus Tugas Energi dan Iklim di B20ilustrasi emisi karbon (Pixabay.com)

Terkait B20, Nicke menambahkan, tema yang diangkat ada tiga hal, yaitu innovation,
inclusivity dan collaboration. "Tiga hal tersebut harus diwujudkan dalam hal merealisasikan target pemerintah untuk net zero emission. Oleh karena itu dengan penandatanganan kesepakatan itu kita pun membuka kerja sama tersebut," kata Nicke.

Selain soal teknologi dan pendanaan sebagai isu kritikal, Nicke juga membahas soal
affordability atau kemampuan finansial terkait dengan transisi energi. Karena, hingga kini
dengan pengembangan teknologi yang sudah terjadi, energi baru dan terbarukan ini dinilai
masih lebih tinggi harganya dibanding dengan energi fosil.

"Jadi affordability ini menjadi fokus pembahasan yang sangat penting karena ini bukan hanya harga dari energi itu sendiri, tetapi juga perubahan ke arah renewable energy ini akan mendorong juga ke arah daya beli masyarakat," kata Nicke.

Untuk itu, kata Nicke, yang harus dilakukan saat ini adalah bagaimana membuat program
yang bisa menyeimbangkan hal-hal tersebut agar target pemerintah untuk net-zero emissions di 2060 tercapai. "Ini tugas kita bersama untuk merumuskannya. Karena selain inovasi, kolaborasi dengan negara-negara maju yang mereka sendiri mengalokasikan sebagian dana untuk pengembangan renewable energy dan mendorong transisi energi di negara berkembang, ini pun harus kita bahas," ucap Nicke.

Tak hanya soal bisnis besar, lanjut Nicke, terkait UMKM di negara berkembangan juga harus dipertimbangkan. Nicke menilai, rekomendasi kebijakan yang akan diusulkan nanti harus berdampak baik untuk sektor UMKM, karena lebih dari 90 persen tenaga kerja Indonesia diserapnya di sektor UMKM, dan kontribusi UMKM terhadap perekonomian nasional sekitar 64 persen.

"UMKM merupakan faktor penting karena ini menjadi kekuatan negara berkembang
termasuk Indonesia ketika menghadapi krisis. Kalau UMKM ini bisa stabil maka pemulihan ekonominya juga akan semakin cepat," kata Nicke.

Baca Juga: Jokowi: Transisi Ekonomi Hijau Harus Dimanfaatkan dalam G20 dan B20

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya