Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi utang dan pertemanan (pexels.com/Martin Lopez)

Jakarta, IDN Times - Baru-baru ini Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membeberkan fakta banyak kalangan muda yang tak bisa mengajukan kredit kepemilikan rumah (KPR) karena terjerat PayLater.

Ternyata, OJK juga sudah merilis statistik fintech peer-to-peer (P2P) lending atau pinjaman online (pinjol) per Desember 2022, yang menunjukkan pengguna pinjol terbanyak adalah generasi millennial dan z, dengan rentang usia nasabah yakni 19-34 tahun.

Dikutip dari situs resmi OJK, Rabu (23/8/2023), data tersebut menunjukkan generasi millennial dan z lebih suka berutang dibandingkan generasi lainnya. OJK juga mencatat ada sejumlah alasan mengapa generasi millennial dan z suka berutang.

1. Kemudahan mengakses pinjol

ilustrasi pinjaman online (pexels.com/Samson Katt)

Alasan pertama ialah kemajuan teknologi yang memudahkan akses ke aplikasi pinjol maupun fitur PayLater. Generasi millennial dan gen z sendiri dikenal sebagai kalangan yang melek teknologi alias tech savvy. Sehingga, tak sulit bagi mereka untuk langsung mendaftarkan diri sebagai nasabah pinjol.

Selain akses dan pendaftarannya yang mudah, untuk membelanjakan pinjaman dari pinjol pun tidak sulit. Banyak aplikasi belanja online, seperti e-commerce yang langsung terhubung dengan platform pinjol, atau bahkan menyediakan fitur PayLater. Jadi, pengguna bisa membeli terlebih dahulu dan membayarnya nanti.

Padahal, jika dipahami lebih dalam, hal itu merupakan utang konsumtif. Untuk itu penting sekali menyikapi kemajuan teknologi dan kemudahan berbagai aplikasi digital secara bijak. OJK sendiri mengingatkan agar tidak berutang pada hal-hal yang tidak mendesak atau tidak produktif.

2. Generasi millennial dan z masuk dalam usia produktif

Ilustrasi bekerja dari rumah. (IDN Times/Arief Rahmat)

Generasi millennial dan z sendiri termasuk pada kelompok usia produktif, di mana statusnya sudah bekerja dan memiliki pendapatan. Sayangnya, di saat pendapatan tidak cukup untuk memenuhi keinginannya, banyak yang mencari solusi dengan berutang. Padahal itu bukan solusi, tapi sumber masalah.

Sebagai contoh, seorang anak muda menggunakan PayLater untuk membeli ponsel pintar (smartphone) terbaru, dengan dalih akan menerima gaji dan dapat melunasi utang tersebut di bulan depan. Jika tidak membuat perencanaan keuangan yang baik hal ini justru bisa menjadi beban di masa depan.

3. Kurangnya literasi keuangan

ilustrasi literasi keuangan (Pexels.com/Mikhail Nilov)

Alasan ketiga, literasi keuangan yang masih kurang. Padahal, literasi keuangan yang cukup akan membangun kesadaran untuk menciptakan keuangan yang sehat. Sehingga, seseorang bisa mengurangi utang konsumtifnya, bahkan bisa menabung atau berinvestasi.

Pada intinya, literasi keuangan yang cukup dapat menanamkan kebijaksanaan seseorang dalam mengelola keuangannya, dan juga membatasi keinginannya dalam berbelanja.

Editorial Team