Sabar ya, BI Ogah Buru-Buru Naikkan Suku Bunga

Jakarta, IDN Times - Bank Indonesia (BI) masih akan tetap mempertahankan suku bunga acuan atau BI-7 Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) di level 3,5 persen. Hal itu dilatarbelakangi asesmen BI yang meyakini inflasi tetap terkendali, meski terjadi lonjakan harga komoditas.
Pada Maret 2022 lalu, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi bulanan tembus 0,66 persen, tertinggi sejak Mei 2019. Lalu, inflasi tahunan pada Maret 2022 sebesar 2,64 persen. Menurut BI, tingkat inflasi tersebut masih terkendali. BI sendiri memperkirakan inflasi di tahun ini bergerak pada kisaran 2-4 persen.
"Sejauh ini kenapa kami masih memberikan assessment stand, kebijakan subung akan km pertahankan 3,5 persen, sampai ada tanda-tanda kenaikan inflasi," kata Gubernur BI, Perry Warjiyo dalam konferensi pers hasil rapat berkala Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), Rabu (13/4/2022).
1. Kebijakan suku bunga tak akan merepons inflasi yang hanya disebabkan kenaikan harga komoditas

Adapun kenaikan harga pangan dan energi saat ini dinilai sebagai dampak pertama, atau first round impact terhadap inflasi. Perry mengatakan, kebijakan suku bunga acuan tak akan merespons kondisi tersebut.
"Yang akan kita respons adalah dampak rambatannya, berdampak secara fundamental terhadap inflasi, yang indikatornya tentu saja inflasi inti," tutur Perry.
2. Kenaikan suku bunga akan diiringi normalisasi likuiditas

Perry mengatakan, jika BI menaikkan suku bunga, maka akan didahului, atau diiringi dengan normalisasi likuiditas perbankan.
Menurut dia, saat ini pun pihaknya sudah melaukan normalisasi likuiditas dengan menaikkan Giro Wajib Minimum (GWM) rupiah bagi bank umum konvensional (BUK) dari 1,5 persen menjadi 5 persen dengan pemenuhan seluruhnya secara rata-rata, sejak 1 Maret 2022 lalu.
"Respons suku bunga akan didahului, dan bisa juga dilakukan bersama tergantung inflasi, dengan langkah-langkah pengurangan likuiditas atau normalisasi likuiditas yang sudah kami lakukan dengan kenaikan GWM," kata Perry.
3. BI bakal pantau tingkat inflasi

Meski begitu, pihaknya mengatakan akan terus memantau pemicu-pemicu kenaikan inflasi, salah satunya kenaikan harga komoditas.
"Kami terus memantau tekanan-tekanan harga ke depan, bagaimana respons pasokan, respons fiskal, dan kami busa menakar dampak dari inflasinya, first round-nya berapa, second round bagaimana perkiraan ke depan, dan kami akan melakukan respons," tutur Perry.