[CERPEN] Lolita dan Sepotong Roti Lapis

Lolita pulang saat hujan mulai mereda dengan motor kesayangannya. Sesekali ia mengelap kaca helm yang berembun. Lolita bisa saja pulang lebih awal. Namun, karena ia menghindari sang ibu, ia memilih pulang lebih larut.
Lolita sampai di rumah dengan keadaan rumah gelap gulita. Berhati-hati ia meraba tembok untuk meraih saklar lampu. Cklek, akhirnya semuanya terlihat jelas.
Ia menaruh beberapa barang miliknya di sofa ruang tamu. Lalu, ia berjalan perlahan menuju dapur. Ia meraih gelas cangkir berwarna biru cerah lalu mengisinya dengan air hangat. Ia meminumnya perlahan lalu menambah air panas lagi untuk menghangatkan tangannya.
Lolita duduk di sebelah meja makan, sambil mencoba menetralisir hawa dingin yang memeluk tubuhnya. Ia masih kepikiran dengan ucapan sang ibu pagi tadi. Ibunya lagi-lagi menyodorkan seorang pria untuk dikenalkan kepadanya.
Lolita geram dan muak sebenernya dengan kelakuan sang ibu, ia beberapa kali mengatakan bahwa ia belum tertarik untuk menikah. Tapi sang ibu bersikukuh bahwa ia harus segera menikah karna ibu takut tak ada yang menjaganya jika sang ibu tiada.
"Kalau ibu tidak ada nanti siapa yang menjagamu."
Kata-kata itu terus berputar di kepala Lolita, membuat perasaannya campur aduk. Jika ibu tiada maka kemungkinan ia akan sendirian menjalani hidup. Ia adalah anak tunggal sedangkan keluarga besar mereka jauh di sebrang pulau.
Ibu dan ayahnya menikah tanpa restu keluarga besar membuat mereka merantau karena dikucilkan.
Saat sedang termenung di meja makan Lolita dikejutkan oleh sosok ibunya di dapur, saking larut dengan pikirannya ia sampai tidak sadar bahwa sang ibu sudah ada di dapur.
"Bu, sedang apa malam-malam begini?" Lolita bangun dari duduknya menghampiri sang ibu.
"Ini buat kamu" sang ibu memberikan sepotong roti lapis lengkap dengan roti tawar, timun, selada, tomat, dan tak lupa dada ayam yang telah di marinasi.
Ini adalah makanan kesukaan Lolita dan sang ayah, biasanya Lolita akan tambahkan saus sambal ke dalam roti. Dulu setiap sarapan menu ini tak pernah absen.
Semenjak kepergian sang ayah, ibu tak pernah lagi buat roti lapis ini. Lolita pun tak tertarik untuk meminta sang ibu membuatnya karna setiap melihat roti lapis ini ia akan teringat dengan ayahnya.
"Aku masih kenyang, Bu." Lolita tetap membawa roti lapis itu ke meja makan, ia duduk kembali di kursi.
"Nak, apa kamu tertarik dengan anak pak Bayu?" Sang ibu menarik sebuah kursi disebelah Lolita.
Lolita diam, malas dengan pertanyaan sang ibu yang pasti akan berujung tentang pernikahan.
Kekhawatiran sang ibu membuatnya kesal, ia lelah dengan pekerjaan ditambah setiap pulang diberikan pertanyaan yang sama. Ia mengerti bahwa sang ibu ingin segera melihatnya menikah dan memiliki anak.
Tapi ia sendiri belum tertarik untuk menikah tahun ini Lolita genap 24 tahun, usia yang masih sangat muda untuk memulai hidup baru menjadi seorang istri.
Ia masih ingin sendiri. Masih banyak daftar mimpi yang belum ia wujudkan membuat Lolita engan menikah di usia muda.
Ditambah orang disekitarnya yang setelah menikah malah kehilangan gairah hidup. Beberapa diantara mereka dilarang bergaul dan melanjutkan mimpi mereka, karena harus mengurus rumah dan anak.
"Bu, aku masih 24 tahun masih banyak hal yang ingin aku lakukan dan aku belum tertarik untuk menikah."
Sang ibu diam membisu, ia segera bangkit lalu bergegas menuju kamar. Melihat kekecewaan dari wajah sang ibu setelah mendengar jawabannya membuat Lolita merasa bersalah.
***
Di pagi hari Lolita bangun untuk bersiap ke toko, setelah mandi ia turun untuk melihat sang ibu. Namun, tak seperti biasanya sang ibu tak ada di dapur roti lapis miliknya masih di tempat yang sama.
Lolita pergi ke kamar sang ibu, beberapa kali pintu di ketuk tapi tak ada jawaban, Lolita mencoba membuka pintu dan ternyata tidak terkunci. Ia melihat sang ibu masih terlelap Lolita mendekat dan mencoba membangunkan sang ibu. Sang ibu tak bergeming dari tidurnya. Membuat Lolita panik.
"Bu, ibu bangun. Bu bangun!" Lolita mengguncang tubuh sang ibu.
Ia menepuk pelan pipi sang ibu yang terasa dingin. Wajah sang ibu sangat pucat ia memeriksa denyut nadi dan jantung sang ibu. Namun, tak ada tanda-tanda kehidupan di sana. Lolita memeluk sang ibu dan mulai menangis.
"Ibu, Ya Allah bangun Bu."
Tak lama Lolita bangun dari tidurnya, ia bermimpi tentang kematian sang ibu. Lolita segera lari menuju kamar sang ibu. Saat di buka sang ibu sudah tak ada di dalam kamar ia lalu pergi ke dapur.
Ia melihat roti lapis yang semalam ibunya buat masih utuh tak bergeser sedikitpun.
"Nak, kamu kenapa?"
Lolita menoleh melihat sang ibu, yang baru saja pulang belanja. Ia berlari ke pelukan sang ibu sembari menangis.
"Ibu maafin Lolita, ibu jangan pergi tinggalkan aku yah. Aku sayang sekali sama ibu."
Lolita bersyukur masih diberi kesempatan untuk bertemu sang ibu, mimpi semalam terasa sangat nyata. Membuat ia takut jika sang ibu benar-benar pergi meninggalkannya