Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

[CERPEN] Lavender dan Patung Pria

ilustrasi pengunjung pameran seni (pexels.com/Ahmet Yüksek)

Rasanya seperti luka yang berulang. Setiap kali perempuan yang bernama Lavender itu mengingatnya. "Purple atau Lavender Blue? Ini adalah warna yang indah sekali untuk sebuah gaun." Ujarnya riang.

Ave, begitu panggilan singkatnya, merenung dalam hening. Wajahnya cantik seperti lukisan dalam sebuah galeri seni, namun juga terlihat murung. Sama seperti lukisan yang terpajang di sudut lorong yang panjang. Jika dideskripsikan, Ave sedikit terlihat seperti Monalisa. Bedanya, Ave adalah tokoh perempuan sedih dengan penuh sesal dalam hatinya. Kehampaan yang teramat panjang dari sebuah penantian, begitu amat sangat menyiksanya.

Samar-samar ia mengulang memori tersebut. Pada saat sang kekasih menjanjikan sebuah rumah dengan halaman pekarangan yang luas. Nantinya, sang kekasih berencana hendak menanam bunga Lavender dan menjadikan pekarangan tersebut layaknya kebun Lavender. 

"Namanya Kebun Lavender Ave!" Kekasihnya tersenyum manis.

Ave tersentak! Ah, lagi-lagi mimpi buruk tentang masa lalu menghantuinya. Lehernya dipenuhi keringat dan tangannya mendadak dingin. Ave melamun sejenak menatap dinding dengan motif stiker vintage yang berada tepat di depan matanya. Sepertinya dinding tersebut yang sengaja membuka luka dari memorinya yang sangat lama.

Di dalam galeri seni tersebut, terdapat pula patung pria tampan paripurna, namun memiliki kisah tragis di baliknya. Seorang pria yang katanya kehilangan segalanya. Bibir indahnya bungkam layaknya kesedihannya yang ikut membisu bersama luka-luka di hatinya yang tidak akan pernah terobati. Siapapun pengunjung yang melihatnya, pasti akan merasakan kesedihan sekaligus penyesalan yang teramat besar. Seolah-olah patung tersebut ingin mengungkapkan perasaannya.

Lavender kembali sadar dari lamunannya. Entah mengapa air matanya jatuh menetes. "Kenapa aku harus kembali melihat memori yang tidak ingin kuingat?", Ave menghela napas sembari membenamkan wajahnya di kedua telapak tangannya.

Setelahnya, Ave keluar dari kamarnya kemudian pergi beranjak menuju altar dengan mata sembab dan gaun berwarna lavender blue serta seikat buket lavender di tangannya. Ave menunggu pengantin pria, kekasihnya yang tidak akan pernah datang. Para tamu undangan yang sudah berada di sana sedari tadi mulai berbisik-bisik. Seandainya cerita ini diubah menjadi sebuah scene film, maka kepala para tamu undangan tersebut secara tiba-tiba akan terbungkus dengan plastik berwarna hitam. Suara bisik-bisik yang berisik perlahan menghilang bersama dengan napas mereka yang berhenti. Lalu altar tersebut berganti latar menjadi sebuah panggung pentas pertunjukan.

Kini Ave berubah menjadi salah satu tokoh teater yang sedang tertidur dengan parasnya yang cantik dalam sebuah peti mati. Masih dengan gaun pengantin berwarna lavender blue dengan seikat buket lavender. 

"Apakah patung pria ini adalah kekasih perempuan di peti mati dalam lukisan di ujung lorong sana?" Sang Kurator mendadak bertanya pada si Seniman yang menggelar pameran tersebut.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Syahfira Puri
EditorSyahfira Puri
Follow Us